Titik Sumur Bor Ditelusuri untuk Pembasahan Gambut Kering di Kalteng
Pencegahan kebakaran lahan tak hanya bicara soal infrastruktur pembasahan, tetapi juga tingkat partisipasi desa. Melalui Desa Peduli Gambut, pemerintah desa di Kalteng mulai ambil bagian untuk jaga lahan gambut.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Saat ini, sebagian besar wilayah di Kalimantan Tengah sedang dilanda banjir, tetapi di satu sisi bermunculan titik-titik api yang menjadi lokasi kebakaran lahan. Masyarakat Peduli Api pun mulai gencar menelusuri kembali titik sumur bor untuk membasahi gambut.
Dari prediksi Stasiun Meteorologi Kota Palangkaraya, saat ini Kalteng masih memasuki musim kemarau. Musim kemarau juga mulai mengeringkan gambut. Dari data Pusat Pengendalian dan Operasi Penanggulangan Bencana (Pusadalops-PB) Kalteng, setidaknya terdapat 1.907 titik panas selama tahun 2020 dengan total kejadian kebakaran mencapai 483 kejadian yang menghanguskan lahan dan hutan seluas 920,92 hektar di 14 kabupaten/kota di Kalteng.
Pada Senin (21/9/2020) pagi hingga sore, Pusdalops Kalteng mencatat terdapat 723 titik panas dengan 10 kejadian kebakaran lahan di hari itu yang belum sampai 24 jam. Luas lahan yang terbakar lebih kurang 22,50 hektar.
Hal itu yang membuat pemerintah saat ini bekerja ekstra keras untuk mencegah kebakaran lahan sambil menangani warga terdampak banjir. Pada Senin siang, Kompas datang ke Desa Pangkoh Sari, Kabupaten Pulang Pisau, memantau kegiatan pembasahan lahan gambut yang mulai mengering di kawasan desa.
Tiga anggota dari Masyarakat Peduli Api (MPA) Desa Pangkoh Sari berjalan menelusuri jejak sumur bor yang mereka buat tahun 2019 bersama Badan Restorasi Gambut (BRG) RI melalui Lembaga Kemitraan.
Sumur bor pertama yang ditemukan berada lebih kurang 1 kilometer dari jalan desa yang menuju ke lokasi kebun-kebun warga sekitar. Setelah ditemukan titik pertama, mereka langsung membersihkan rumput di sekitarnya agar titik sumur terlihat. Sebelumnya, sumur bor itu tertutup rumput-rumput yang cukup tinggi.
Ketua MPA yang juga Kepala Desa Pangkoh Sari Nurhidayat mengungkapkan, di desanya dibangun 20 sumur bor dari program pembangunan infrastruktur pembasahan gambut (IPG) pada tahun 2019. Tahun ini mereka sudah dua kali memeriksa sumur bor yang ada di desanya untuk melihat apakah sumur bor tersebut masih berfungsi atau tidak.
”Tahun 2015 di sini terjadi kebakaran hebat, untung saja tahun 2019 tidak ada kebakaran. Itu juga karena warga yang tadinya menggarap lahan dengan membakar mengurungkan niatnya dan mencari alternatif pekerjaan lain,” kata Nurhidayat.
Nurhidayat mengungkapkan, tak ada kebakaran di wilayahnya dalam dua tahun terakhir karena dipengaruhi kesiapan warga dalam menjaga gambut tetap basah. Ia juga mengalokasikan anggaran desa untuk pencegahan dan penanggulangan karhutla di desanya dengan dana lebih kurang Rp 23 juta untuk operasional.
Di desa itu, menurut Nurhidayat, kebakaran terjadi karena ulah manusia. Selain karena proses pembukaan atau pembersihan lahan, kebakaran juga terjadi karena kelalaian, seperti membuang puntung rokok maupun membakar sampah untuk mengusir lebah saat mencari madu hutan.
”Tetapi, karena di desa kami sudah ada tiga kasus yang kemudian jadi perkara hukum, banyak masyarakat takut hingga akhirnya mencari alternatif pekerjaan lain, seperti bekerja di sawit atau keluar dari desa,” kata Nurhidayat.
Data dari Dinas Lingkungan Hidup, sejak 2017-2019 Badan Restorasi Gambut (BRG) membangun setidaknya 10.905 unit sumur bor yang tersebar di beberapa kabupaten di Kalteng. Lalu membentuk 103 kelompok Masyarakat Peduli Api (MPA) di delapan kabupaten/kota di Kalteng yang masing-masing kelompok berisi lebih kurang 20 orang.
”Saat ini masih dilakukan pendataan sekaligus perawatan infrastruktur sumur bor, petugas masih di lapangan,” ujar Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup Esau A Tambang.
Esau menambahkan, pihaknya saat ini fokus pada dua hal, yakni peguatan masyarakat dan pembasahan lahan gambut rawan terbakar. Meskipun anggaran di dinasnya minim, pihaknya mendapatkan dana dari Badan Restorasi Gambut (BRG) RI tahun ini lebih kurang Rp 19 miliar.
Direktur Program Sustainable Governance Lembaga Kemitraan Hasbi Berliani mengungkapkan, Kemitraan yang didukung BRG RI membuat program desa peduli gambut di tujuh provinsi yang merupakan wilayah kerja BRG RI. Tujuan utamanya tidak hanya untuk pencegahan dan pengendalian kebakaran lahan, tetapi juga meningkatkan partisipasi masyarakat dan pemerintah desa dalam menjaga lahan gambut.
Saat ini masih dilakukan pendataan sekaligus perawatan infrastruktur sumur bor, petugas masih di lapangan.
”Tingkat partisipasinya tinggi sekali, jadi respons mereka sangat mendukung. Itu terlihat dari bagaimana pemerintah desa mengalokasikan anggaran untuk menjaga gambut,” kata Hasbi.
Hasbi mengungkapkan, dari tujuh provinsi setidaknya terdapat Rp 8 miliar anggaran yang dialokasikan desa untuk gambut, setengah atau sekitar Rp 4 miliar berasal dari Provinsi Kalteng saja. ”Artinya, masyarakat dan pemerintah desa mulai melihat gambut menjadi bagian penting yang harus dijaga,” katanya.