Pasien dari Kluster Asrama di Kepri Terus Bertambah, Kapasitas RS Menipis
Pasien positif Covid-19 dari kluster asrama terus bertambah di Kepulauan Riau. Lambatnya pelacakan mengakibatkan penularan sulit dipetakan dan diantisipasi. Situasi semakin genting karena kapasitas rumah sakit menipis.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pasien positif Covid-19 dari kluster asrama terus bertambah di Kepulauan Riau. Pada saat yang sama, pelacakan berjalan lambat karena kapasitas tes metode reaksi berantai polimerase atau PCR masih rendah. Akibatnya, penularan terjadi dengan cepat dan sulit dipetakan. Situasi semakin genting karena kapasitas rumah sakit menipis.
Kepala Dinas Kesehatan Batam Didi Kusmarjadi, Senin (21/9/2020), mengatakan, pasien positif Covid-19 di asrama pekerja Muka Kuning kini jumlahnya menjadi 58 orang dari sebelumnya 28 orang pada 17 September. Penularan Covid-19 di kalangan buruh pabrik itu merebak di lokasi yang masuk dalam Kawasan Industri Batamindo dan Panbil.
Ia menambahkan, pengelola kawasan industri telah menyiapkan sejumlah gedung asrama mereka untuk karantina para buruh yang menjalin kontak erat dengan pasien positif Covid-19. Sementara para buruh yang sudah terkonfirmasi positif telah dirawat di RS Khusus Infeksi Covid-19 Pulau Galang.
Sebelumnya, General Manager Kawasan Industri Batamindo Mook Sooi Wah mengatakan, pengelola telah menyiapkan 18 gedung asrama sebagai tempat karantina buruh. Satu gedung itu bisa menampung 108 orang. Masih ada beberapa gedung lain yang disiapkan sebagai tempat karantina cadangan untuk mengantisipasi jika jumlah buruh yang terpapar Covid-19 semakin banyak.
Sementara itu, Komisaris Utama Grup Panbil Johannes Kennedy Aritonang juga membenarkan, ada sejumlah buruh yang terkonfirmasi positif Covid-19 di asrama Panbil. Namun, ia tidak merinci jumlah buruh yang terpapar. Ia hanya menyebut ada beberapa blok di dalam asrama Panbil yang dijadikan lokasi karantina agar penularan Covid-19 antarburuh tidak semakin meluas.
Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja Batam Rudi Sakyakirti, penularan di asrama pekerja Batam patut diwaspadai karena ada belasan ribu buruh yang tinggal di kedua lokasi itu. Satu kamar di asrama pekerja ditempati 16 orang. Hal ini berpotensi membuat penularan bisa terjadi dengan sangat cepat dan luas.
Merebaknya Covid-19 di asrama pekerja juga dialami Singapura. Bahkan, Kementerian Kesehatan Singapura melaporkan, hingga 20 September, sebanyak 54.317 pasien dari total 57.576 pasien positif Covid-19 di negara itu merupakan penghuni asrama pekerja yang sebagian besar merupakan warga negara asing.
Di Kepri, kluster asrama juga terdapat di Bintan. Kepala Dinas Kesehatan Bintan Gama Isnaeni mengatakan, saat ini ada 44 kasus positif di kluster itu. Jumlah itu kemungkinan besar masih akan bertambah karena baru 130 dari total 430 santri yang hasil tes PCR-nya sudah rampung diperiksa oleh Balai Teknik Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Batam.
Lambatnya proses pemeriksaan sampel itu terjadi karena BTKLPP hanya mengandalkan dua real-time PCR Bio-Rad CFX-9, sumbangan dari Singapura, yang memiliki kapasitas uji maksimal 186 sampel per hari. Kepala BTKLPP Batam Budi Santosa mengatakan, satu alat PCR tambahan sudah dipesan, tetapi baru akan tiba paling cepat pada November 2020.
Satu alat PCR tambahan sudah dipesan, tetapi baru akan tiba paling cepat pada November 2020. (Budi Santosa)
Dengan kemampuan uji 186 spesimen per hari, berarti, dalam satu pekan, ada sekitar 1.400 sampel yang diperiksa. Jumlah itu masih di bawah standar yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 1 orang per 1.000 penduduk per pekan. Mengacu pada standar itu, dengan jumlah penduduk Kepri 2,14 juta jiwa, seharusnya rata-rata jumlah pasien yang diperiksa menggunakan metode PCR minimal 2.140 orang per pekan.
Di Batam saat ini ada 474 pasien yang membutuhkan perawatan. Padahal, normalnya total kapasitas ruang isolasi di 11 rumah sakit di Batam hanya 60 tempat tidur. Menurut Didi, kini pihaknya harus mengubah sejumlah ruang perawatan biasa untuk dijadikan ruang isolasi tambahan agar pasien positif yang membutuhkan perawatan tetap bisa tertampung.
Pada saat yang sama, RS Khusus Infeksi Covid-19 Pulau Galang juga sudah terisi 323 pasien. Awalnya, rumah sakit yang dibangun dengan anggaran Rp 400 miliar itu ditargetkan bisa menampung 1.000 pasien. Namun, sejak diresmikan pada 6 April lalu, rumah sakit itu baru bisa menampung maksimal 360 pasien.
Didi menambahkan, saat ini RS Khusus Infeksi Covid-19 Pulau Galang juga hanya menerima pasien tanpa gejala. Pasien Covid-19 dengan gejala berat tetap harus dirawat di 11 rumah sakit umum yang terdapat di Batam.
”Hal itu karena RS Khusus Infeksi Covid-19 Pulau Galang tidak memiliki dokter paru dan dokter anestesi. Sebelumnya ada dokter paru di sana, tetapi kemudian dirotasi,” kata Didi.
RS Khusus Infeksi Covid-19 Pulau Galang tidak memiliki dokter paru dan dokter anestesi. (Didi Kusmarjadi)
Dokter anestesi merupakan dokter yang bertanggung jawab membius pasien yang akan menjalani prosedur bedah. Menurut Didi, seharusnya perlu ada dokter paru dan dokter anestesi yang menetap di RS Khusus Infeksi Covid-19 Pulau Galang agar bisa membantu menangani pasien Covid-19 yang mengidap gejala berat.
Sementara itu, Kepala RS Khusus Infeksi Covid-19 Pulau Galang Kolonel Ckm Khairul Ihsan Nasution mengatakan, rumah sakit tersebut sudah dapat beroperasi normal kembali setelah pada 16 September lalu atap bangunan salah satu gedung rusak akibat angin kencang. Perbaikan bangunan yang sebelumnya digunakan untuk merawat 160 pasien itu kini sudah selesai.