Kapal pembawa 4.800 zak semen tenggelam di perairan Buton Selatan. Sebelumnya, kapten pengganti kapal ini meminta maaf berkali-kali ke penyewa kapal karena terlambat dihadang gelombang. Ia ditemukan meninggal.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·6 menit baca
Dari seberang telepon, Jawade (35), nakhoda pengganti kapal, meminta maaf berkali-kali. Mulyadin (37) juga berkali-kali meminta agar ia tidak perlu meminta maaf karena cuaca yang tengah berkecamuk. Tak dinyana, itu menjadi permintaan terakhir sebelum sang chief meninggal karena kapal terbakar dan karam di lautan.
Sabtu (12/9/2020) sekitar sore hari, di Binongko, Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Mulyadin bertanya-tanya, mengapa Kapal Motor (KM) Yuliner yang membawa 4.800 zak semen pesanannya belum juga tiba. Padahal, kapal tersebut diketahui berangkat dari Pangkep, Sulawesi Selatan, sejak Rabu (2/9/2020). Jika normal, perjalanan bisa ditempuh hanya dalam lima hari.
”Sebelum berangkat saya juga dikirimkan video sama Jawade, chief atau kapten pengganti kapal. Satu minggu setelahnya saya telepon dia singgah di Sinjai, Sulsel, karena ombak tinggi,” ucapnya, saat dihubungi dari Kendari, Rabu (16/9/2020).
Beberapa hari berlalu, informasi kedatangan juga belum diterima. Ia mencoba untuk menelepon kembali sang kapten. Bak gayung bersambut, suara di seberang sudah terdengar. Jawade bersama kru KM Yuliner Sudah berada di perairan Buton Selatan. Ia sempat singgah di Pulau Kabaena untuk mengisi bahan bakar.
Jawade, tutur Mulyadin, menceritakan kendala gelombang tinggi yang dihadapi. Kapal tidak bisa cepat tiba karena harus berhenti beberapa kali agar terhindar dari amukan badai. Kapal berbobot 72 gross ton (GT) tersebut, terlebih dengan muatan banyak, normalnya tidak bisa jika dihantam ombak tinggi.
”Maaf ini tidak bisa cepat tiba karena ombak tinggi. Sekarang sudah di Siompu,” kata Mulyadin, menirukan perkataan Jawade.
Berulang kali ayah tiga anak ini menyampaikan agar Jawade tidak perlu meminta maaf. Ia juga tidak ingin agar kapal terburu-buru tiba dan menerjang gelombang tinggi. Keselamatan adalah prioritas utama.
Bukan kali ini saja sang kapten muda itu meminta maaf. Saat singgah untuk pertama kali, ia juga telah berulang kali meminta maaf karena keterlambatan. cuaca buruk dan ombak tinggi yang bisa datang kapan saja menjadi penyebab.
Cuaca beberapa pekan terakhir memang bisa berubah cepat. Data Stasiun Maritim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kendari mencatat, ketinggian gelombang bisa mencapai 4 meter di perairan Wakatobi, Buton, dan Laut Banda. Perairan Binongko juga terkenal ganas saat musim angin tiba.
Pada Minggu (13/9/2020) sore, ia mendapat telepon dari pemilik kapal, Makmur (31). Sang pemilik menyampaikan jika nomor telepon sang kapten tidak bisa dihubungi. Ia mengira jika kapal telah tiba di Binongko. Akan tetapi, sang kapten dan krunya belum ada di pulau terluar Wakatobi ini. Perairan di kawasan ini juga terkenal ganas jika musim angin tiba.
Kabar buruk itu datang dua hari setelahnya.
Sang pemilik kapal kembali menelepon, memberitahukan bahwa KM Yuliner terbakar dan tenggelam di perairan Buton Selatan. Satu awak ditemukan selamat dan satu orang lainnya meninggal. Dua orang ini ditemukan nelayan dari Kabaena. Empat orang lagi belum ditemukan di lautan.
”Yang meninggal itu si Jawade. Saya kaget betul dengar kabar ini,” kata Mulyadin.
Berdasarkan cerita Halin (38), awak yang selamat, keenam orang di atas kapal menyelamatkan diri masing-masing saat kapal mulai tenggelam. Mereka berenang di perairan luas di tengah gelombang tinggi. Dua orang yang ditemukan nelayan itu bersama-sama saat di lautan, sedangkan yang lain terpisah.
Mereka berdua berenang dan bertahan di lautan selama kurang lebih dua hari. Akan tetapi, sebelum ditemukan nelayan, Jawade digigit ikan hiu saat di lautan. Kakinya luka.
”Saat sudah tidak tahan, si kapten ini bilang sama temannya, sampaikan maafku sama Pak Mulyadin. Barangnya tidak sampai. Habis bilang itu beliau meninggal dunia,” ceritanya dengan nada getir. Ia berhenti sejenak.
Ia melanjutkan, memang menderita kerugian yang cukup besar bagi pengusaha pemula sepertinya. Ia kehilangan sedikitnya Rp 250 juta dari harga semen dan sewa kapal. Akan tetapi, rezeki masih bisa dicari. Ia lebih terpukul dengan berita kecelakaan yang membuat nyawa melayang.
”Kita hanya bisa doakan yang terbaik buat almarhum. Semoga yang hilang juga segera ditemukan,” tuturnya.
Makmur (31), pemilik kapal, menuturkan, almarhum meninggalkan seorang istri dan dua anak. Almarhum dikenal sebagai orang yang bertanggung jawab dan menjadi kapten pengganti di kapal yang tujuan akhirnya di Kepulauan Sula, Maluku tersebut.
Cuaca tak menentu
Sejak berangkat, tutur Makmur, kapal beberapa kali menepi untuk berlindung dari gelombang tinggi. Kapal tersebut mengangkut 4.800 zak semen dari kapasitas total 5.000 zak semen. Sebagian semen akan diturunkan di Binongko, dan sisanya akan dibawa ke Maluku.
”Setelah beberapa kali singgah dan dihantam badai, kapal mengalami gangguan arus pendek di pompa bahan bakar. Kapal sempat terbakar, juga dihantam gelombang tinggi. Begitu informasi awal yang saya terima,” ucapnya.
KM Yuliner diketahui tenggelam pada Selasa siang. Laporan diterima Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Kendari, yang lalu diteruskan ke Pos SAR Baubau. Sebanyak 13 personel lalu turun dan melakukan pencarian di sekitar lokasi kejadian.
Kepala SAR Kendari Aris Sofingi menyampaikan, pencarian hari kedua kembali dilanjutkan dengan menyisir daerah sektiar perairan Talaga, Buton Selatan. Pencarian difokuskan ke empat orang awak yang masih hilang.
”Operasi ini memaksimalkan potensi SAR, dan nelayan setempat agar memberikan informasi jika ada tanda keberadaan empat awak KM Yuliner. Harapan kami semuanya bisa ditemukan sesegera mungkin,” tambahnya.
Meski demikian, hingga Rabu sore keberadaan empat awak kapal tersebut belum juga ditemukan. Mereka adalah Dausi (50), Angga (35), Sarif (20), dan Musa (50) nahkoda.
Kepala Pos SAR Baubau Hasruddin Ere, dihubungi dari Kendari, menyampaikan, KM Yuliner berangkat dari Pangkep menuju Binongko sejak dua pekan lalu. Kapal sempat singgah di Pulau Kabaena untuk menambah bahan bakar dan air bersih.
Akan tetapi, tutur Hasruddin, saat melanjutkan perjalanan menuju Binongko, tepatnya di perairan Talaga, Buton Selatan, kapal terbakar. Kebakaran kapal diperkirakan terjadi pada Sabtu atau Minggu pekan lalu.
”Informasi dari warga setempat ada yang melihat kepulan asap di tengah laut. Kami masih berusaha mencari informasi lengkap dari awak yang selamat. Saat ini dirawat di puskesmas di Kabaena Barat karena warga yang menemukan membawanya ke sana,” tuturnya.
Salah satu kesulitan informasi, ucap Hasruddin, karena KM Yuliner diketahui tidak melapor saat melintasi sebuah perairan. Oleh sebab itu, data terkait pelayaran kapal tersebut sulit untuk diketahui.
Data BMKG, tutur Kepala Stasiun Maritim Kendari Ramlan, ombak cukup tinggi memang terdata konstan di wilayah perairan Buton, Wakatobi, dan Kolaka. Puncak musim angin timur sedang terjadi, yang juga ditambah pembelokan angin di sekitar Sulawesi.
”Terjadi penurunan tekanan yang drastis sehingga memicu kecepatan angin lebih dari biasanya. Jadi terkadang cuaca cerah, tetapi tiba-tiba angin kencang, atau hujan sesekali di pagi dan sore hari. Prediksi kami kondisi ini bisa terjadi hingga akhir Oktober,” ujarnya.
Oleh karena itu, Ramlan melanjutkan, agar nelayan, dan otoritas terkait, tetap waspada dengan kondisi cuaca di perairan. Memonitor gelombang dan peringatan cuaca buruk penting untuk dilakukan agar kecelakaan di laut terhindarkan.
Kecelakaan kapal memang mendominasi musibah di wilayah Sulawesi Tenggara. Data Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Kendari hingga semester pertama 2020 lalu, dari total 34 kejadian, sebanyak 22 musibah adalah kecelakaan kapal.