Kluster Keluarga Mulai Mendominasi Kasus Covid-19 di Pantura Barat Jateng
Kasus positif Covid-19 di wilayah pantura barat Jawa Tengah mulai didominasi oleh kluster keluarga. Sulitnya isolasi mandiri menjadi penyebab menyebarnya Covid-19 di keluarga.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
SLAWI, KOMPAS — Sejak dua bulan terakhir, penambahan kasus positif Covid-19 di wilayah pantura barat Jawa Tengah mulai didominasi oleh kluster keluarga. Ketidakpatuhan pasien terhadap protokol kesehatan saat menjalani isolasi mandiri di rumah diduga menjadi penyebab penularan di dalam keluarga.
Di Kabupaten Tegal, dari 11 kasus tambahan sepekan terakhir, sebanyak sembilan di antaranya berasal dari kluster keluarga. Kasus pertama menimpa sebuah keluarga asal Kecamatan Suradadi. Dalam kasus tersebut, empat orang terpapar akibat berinteraksi dengan pasien positif. Dari empat orang tersebut, tiga di antaranya tinggal satu rumah.
Kasus kedua berasal dari Kecamatan Talang. Di wilayah tersebut empat orang yang terdiri dari ayah, ibu, dan dua anak terpapar Covid-19. Sementara di Kecamatan Pagerbarang dua orang terpapar Covid-19 dari anggota keluarga lain yang lebih dulu dinyatakan positif.
”Anggota keluarga yang tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan saat isolasi mandiri berisiko menularkan Covid-19 kepada anggota keluarga lainnya. Mungkin jumlah penghuni dalam satu rumah cukup banyak dan interaksi antaranggota keluarga tidak dilakukan berjarak,” kata juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Tegal, Joko Wantoro, Senin (21/9/2020), di Tegal.
Anggota keluarga yang tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan saat isolasi mandiri berisiko menularkan Covid-19 kepada anggota keluarga lainnya.
Di Batang, dari jumlah kasus yang ada saat ini, sebanyak 60 persen berasal dari kluster keluarga. Sebelumnya sekitar dua bulan lalu, kasus Covid-19 di Batang didominasi oleh pelaku perjalanan.
Hingga Senin malam, kasus positif Covid-19 di Batang sebanyak 330 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 70 orang dirawat dan diisolasi mandiri. Sebanyak 236 orang sembuh dan 24 orang meninggal.
”Dari 70 kasus aktif, sebagian besar menjalani isolasi mandiri di rumah masing-masing. Selama isolasi mandiri, para pasien dipantau oleh tim gugus tugas desa, petugas puskesmas, dan tetangga,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Batang Muchlasin.
Muchlasin mengatakan, belum semua proses isolasi mandiri berjalan dengan optimal. Menurut dia, Dinas Kesehatan Kabupaten Batang pernah mendapat laporan dari warga terkait adanya pasien positif yang masih bepergian selama menjalani masa isolasi mandiri. Kepada petugas kesehatan, pasien tersebut mengaku tidak mengeluhkan gejala apa pun dan sudah bosan berada di rumah.
”Salah satu kelemahan isolasi mandiri adalah pasien sulit terpantau. Namun, kebanyakan pasien positif menolak diisolasi di rumah sakit. Daripada dipaksa malah stres, mau tidak mau kami izinkan isolasi mandiri di rumah,” imbuh Muchlasin.
Butuh uang
Kurang optimalnya proses isolasi mandiri juga terjadi pada sebuah kluster keluarga di Kelurahan Debong Tengah, Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal. Dengan alasan butuh uang untuk makan, satu dari tiga pasien positif Covid-19 di salah satu keluarga nekat bekerja di luar rumah pada masa isolasi mandiri.
”Pasien S (55) dinyatakan positif Covid-19 pada Senin (14/9/2020). Kemudian, para tetangga mendapati pasien tersebut bekerja pada Kamis (17/9/2020). Anak pasien juga mengikuti pembelajaran tatap muka di SMP Negeri 7 Kota Tegal,” tutur anggota Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kelurahan Debong Tengah, Nurkhasanah.
Menurut Nur, warga di sekitar rumah pasien tersebut khawatir dengan kondisi tersebut. Para warga kemudian melapor kepada tim gugus tugas kelurahan dan meminta agar keluarga pasien diperingatkan untuk tetap di dalam rumah selama masa isolasi mandiri.
Secara terpisah, pengamat kebijakan publik Universitas Pancasakti, Tegal, Hamidah Abdurrachman, mengatakan, isolasi mandiri berisiko tinggi memperluas penyebaran Covid-19 di dalam keluarga. Pasien positif dan keluarganya yang menjalani isolasi mandiri perlu diberi bantuan berupa bahan makanan agar mereka tidak perlu keluar rumah dengan alasan untuk mencari makan.
”Tempat isolasi juga harus layak dan memungkinkan adanya jarak antaranggota keluarga. Kalau memang tidak layak, lebih baik diisolasi secara komunal dan diawasi dengan ketat,” kata Hamidah.
Untuk menekan risiko pasien positif bekerja keluar rumah dengan alasan butuh uang untuk makan, Kepolisian Resor Tegal Kota dan Komando Distrik Militer 0712 Tegal memberikan bantuan makanan kepada tiga keluarga yang sedang menjalani isolasi mandiri. Selain memberi bantuan makanan, mereka juga mengimbau pasien positif Covid-19 dan keluarganya untuk tidak keluar rumah.
”Kami juga mengajak masyarakat untuk peduli terhadap pasien positif dan keluarga yang menjalani isolasi mandiri. Hal itu bisa dilakukan dengan cara memberikan bantuan berupa makanan dan memberikan semangat agar mereka segera sembuh,” ucap Kepala Kepolisian Sektor Tegal Selatan Komisaris Joeharno.