DIY Kaji Pembatasan Aktivitas Warga, Obyek Wisata dan Ruang Publik Jadi Target
Pemerintah Daerah DI Yogyakarta mempertimbangkan kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat untuk mengendalikan penularan Covid-19. Pembatasan bakal menyasar obyek wisata, tempat kuliner, dan ruang-ruang publik.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Daerah DI Yogyakarta mempertimbangkan penerapan pembatasan aktivitas masyarakat untuk mengendalikan penularan Covid-19. Salah satu bentuknya, pembatasan jumlah pengunjung suatu tempat, seperti obyek wisata dan ruang publik yang selama ini banyak dikunjungi warga.
”Pembatasan itu sangat mungkin. Boleh saja itu dilakukan karena ini, kan, untuk kepentingan umum,” ujar Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji, Senin (21/9/2020), di kompleks Kantor Gubernur DIY.
Kadarmanta menyatakan, selama beberapa waktu terakhir, jumlah kasus Covid-19 di DIY melonjak. Pada Sabtu (19/9/2020), misalnya, terdapat penambahan 74 pasien Covid-19 di DIY dalam sehari. Ini merupakan rekor tertinggi penambahan pasien baru di DIY. Sebelumnya, rekor penambahan pasien di DIY terjadi pada 1 Agustus dengan 67 pasien.
Pada Minggu (20/9/2020) dan Senin ini, penambahan pasien Covid-19 di DIY juga tergolong tinggi, yakni 70 dan 64 orang. Hingga Senin, jumlah pasien positif Covid-19 di DIY 2.245 orang. Dari jumlah itu, 1.543 orang telah sembuh dan 60 lainnya meninggal. Oleh karena itu, masih ada 642 pasien yang belum sembuh.
Kadarmanta memaparkan, saat kasus Covid-19 terus bertambah, masih banyak warga di DIY tidak disiplin menjalankan protokol kesehatan. Di sejumlah lokasi, masih kerap dijumpai warga tak mengenakan masker dan tidak menjaga jarak. ”Masih banyak orang berkerumun, tidak pakai masker, dan kalaupun pakai masker, tidak standar. Ini tentu membahayakan,” katanya.
Oleh karena itu, Kadarmanta menyebut, Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DIY akan mempertimbangkan opsi pembatasan aktivitas masyarakat. Pembatasan itu bisa berupa pembatasan jumlah pengunjung suatu tempat, misalnya obyek wisata dan ruang publik yang selama ini sering dikunjungi warga. ”Pembatasan terhadap pengunjung di suatu tempat perlu ditegakkan,” katanya.
Pembatasan itu bisa berupa pembatasan jumlah pengunjung suatu tempat, misalnya obyek wisata dan ruang publik yang selama ini sering dikunjungi warga.
Kadarmanta menambahkan, pembatasan aktivitas itu juga bisa berupa larangan bagi warga untuk makan di rumah makan. Apabila aturan itu diterapkan, konsumen harus membawa pulang makanan yang dibeli. ”Bisa saja nanti hanya boleh take away (membawa pulang makanan),” katanya.
Sebelumnya, epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Riris Andono Ahmad, juga menyarankan pembatasan aktivitas masyarakat untuk mengendalikan penularan Covid-19. Dia menyebut, saat ini penularan Covid-19 di DIY sudah meluas sehingga harus ada pembatasan aktivitas agar penularan bisa dikendalikan. ”Saat ini penularan sudah meluas. Indikasi utamanya jumlah kasus semakin banyak,” katanya.
Selain banyaknya penambahan kasus, meluasnya penularan juga tampak dari positivity rate yang semakin tinggi saat jumlah orang yang menjalani tes dengan metode reaksi rantai polimerase (PCR) meningkat.
Positivity rate atau tingkat kepositifan merupakan perbandingan jumlah orang yang menjalani tes PCR dengan jumlah orang yang dinyatakan positif Covid-19. ”Meskipun kita meningkatkan pemeriksaan, yang positif ikut meningkat, itu berarti penularannya semakin tinggi,” kata Riris.
Ribuan pelanggaran
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DIY Noviar Rahmad mengatakan, pelanggaran protokol kesehatan di DIY masih marak. Pelanggaran itu, antara lain, terlihat saat petugas menggelar operasi penegakan protokol kesehatan di 64 lokasi di DIY, Sabtu dan Minggu kemarin.
Menurut Noviar, operasi tersebut digelar di obyek wisata, ruang publik, serta rumah makan. Obyek wisata yang menjadi lokasi operasi itu, misalnya, pantai-pantai di Kabupaten Gunung Kidul, kawasan wisata Kaliurang di Kabupaten Sleman, serta kawasan Waduk Sermo di Kabupaten Kulon Progo.
Di Kota Yogyakarta, operasi difokuskan di beberapa ruang publik, misalnya kawasan Tugu Yogyakarta, Malioboro, kawasan Titik Nol Kilometer, dan di sekitar Keraton Yogyakarta. Hal ini karena ruang-ruang publik itu memang kerap dikunjungi warga pada akhir pekan.
Noviar menuturkan, pada Sabtu, ditemukan 789 orang yang melanggar protokol kesehatan. Sementara itu, pada Minggu, petugas menemukan 805 orang yang melanggar protokol kesehatan. Hanya dalam dua hari, terdapat 1.594 orang yang melanggar protokol kesehatan di DIY.
Menurut Noviar, ada dua jenis pelanggaran protokol kesehatan yang kerap dilakukan warga, yakni tidak memakai masker dan tidak menjaga jarak. Para pelanggar protokol kesehatan itu kemudian diberi sanksi sosial berupa menyapu jalan dan memunguti sampah.
Kemudian, Noviar memaparkan, ada 18 rumah makan di Kota Yogyakarta yang diketahui tidak tertib menjalankan protokol kesehatan. Rumah makan yang melanggar itu termasuk beberapa angkringan kopi joss di Jalan Pangeran Mangkubumi, Yogyakarta, dekat Stasiun Tugu. Kopi joss merupakan kopi yang disajikan dengan bongkahan arang panas di dalamnya dan sangat dikenal sebagai salah satu destinasi kuliner di Yogyakarta.
Beberapa waktu lalu, beredar video kondisi angkringan kopi joss di Yogyakarta yang tak tertib menjalankan protokol kesehatan. Dalam video yang viral di media sosial itu, tampak pengunjung berkerumun dan sebagian di antaranya tidak memakai masker. ”Yang viral di media sosial itu kejadian Sabtu kemarin,” kata Noviar.
Noviar menambahkan, pada Senin ini, para pengelola rumah makan yang melanggar protokol kesehatan itu dipanggil ke kantor Satpol PP DIY untuk dibina. Mereka juga diminta menandatangani surat pernyataan akan mematuhi protokol kesehatan. Apabila kembali melanggar protokol kesehatan, petugas bisa memberi sanksi secara bertahap.
Dalam video yang viral di media sosial itu, tampak banyak pengunjung angkringan kopi joss berkerumun dan sebagian di antaranya tidak memakai masker.
”Setelah pembinaan tahap pertama, mereka diberi waktu seminggu untuk menerapkan protokol kesehatan. Kalau tidak ada perubahan, kami lakukan pembinaan kedua dan jika masih enggak ada perubahan, diberikan pembinaan ketiga. Kalau belum ada perubahan, kami lakukan penutupan operasional sementara,” tutur Noviar.