Wayang Merah Putih Melawan Covid-19
Melalui pertunjukan virtual wayang botol berjudul ”Wayang Merah Putih Lawan Covid-19, Corona Rona Rona, Rona Rona Corona”, Sekolah Pedalangan Wayang Sasak Lombok mengkritik penanganan Covid-19 di Indonesia.
Kritik penanganan Covid-19 di Tanah Air hadir lewat pertunjukan virtual wayang botol berjudul ”Wayang Merah Putih Lawan Covid-19, Corona Rona Rona, Rona Rona Corona”, yang digelar Sekolah Pedalangan Wayang Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Senin (24/8/2020). Tak hanya kritik, pertunjukan sekaligus menghadirkan ruang pentas baru demi menggairahkan dalang-dalang wayang Sasak yang terpuruk akibat pandemi.
Sekitar pukul 20.45 Wita, kanal Youtube Sekolah Wayang Sasak menampilkan wajah Pikong Fitri Rachmawati (43) yang mengenakan pelindung wajah. Lewat pengantar singkat, penggagas pentas wayang botol itu menyampaikan permintaan maaf atas keterlambatan lebih dari setengah jam karena listrik padam.
”Ini pertunjukan kami untuk Indonesia. Wayang Merah Putih Lawan Covid-19,” kata Pikong membuka pentas.
Tak lama berselang, gending sasak membuka pentas, mengiringi kemunculan dua wayang berbentuk gunungan. Lalu, dalang memulai adegan pengrakse atau adegan awal wayang Sasak, meminta izin atau permisi dalam bahasa Jawi.
Musik yang semula terdengar semarak, berganti suara suling yang mengalun pilu. Penonton lalu disuguhi adegan orang-orang dalam balutan baju hazmat berjalan memanggul keranda jenazah.
Bersamaan dengan pengantar jenazah, muncul figur-figur wayang menyerupai virus Covid-19 bergerak bebas. Perpaduan antara musik, lagu, dan cahaya membuat suasana terasa menyedihkan, mengancam, dan mencekam.
Suara musik kembali terdengar. Lebih bersemangat. Dalang kemudian memunculkan tiga figur anak kecil yang menari sambil menyanyikan lagu dalam bahasa Sasak. Setelah itu, satu figur wayang lain bernama Kocet (kecil) muncul.
Seperti namanya, wayang botol terbuat dari botol plastik dan barang bekas lain. Saat berdialog, Kocet berkisah tentang monster mengerikan Covid-19 yang ada di mana-mana. Monster bisa membuat penderitanya kehilangan nyawa.
Saat wayang-wayang lain ketakutan dengan ceritanya, Kocet justru tertawa senang. Ia puas karena berhasil membuat teman-temannya ketakutan. Bahkan, menjadikannya konten. Kejadian itu membuat wayang-wayang lain tak percaya dengan Covid-19 mengerikan itu. Bahkan, menganggapnya hoaks.
Baca juga: Teater Wayang Botol dan Pesan untuk Bersama-sama Menjaga Bumi
Adegan awal itu membuka jalan cerita ”Wayang Merah Putih Lawan Covid-19, Corona Rona Rona, Rona Rona Corona”. Selanjutya, diceritakan, warga Negeri Botol yang semula takut kemudian abai, tidak lagi khawatir. Tidak disiplin lagi menerapkan protokol kesehatan, seperti menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
”Hoaks itu, Pak Lurah. Masak orang diare dibilang Covid. Orang bisul dibilang Covid. Orang ambeien dibilang Covid,” kata wayang-wayang merespons imbauan figur Pak Lurah tentang bahaya Covid-19. Pak Lurah adalah representasi pemerintah Negeri Botol.
Tidak hanya menentang, rakyat Negeri Botol juga mengusir Pak Lurah. Itu membuat Pak Lurah putus asa sehingga mengadu kepada Raden Umar Mayar, tokoh karismatik kepercayaan Raja Jayengrana dalam pedalangan wayang Sasak.
Diceritakan, Umar Maya yang prihatin dengan kondisi Negeri Botol, berusaha menelusuri penyebab kekacauan. Ia akhirnya menemukan bahwa penyebab ketidakpercayaan rakyat negeri Botol pada Covid-19 karena perilaku pemimpin yang plinplan, tidak bisa dipercaya.
”Kalian tidak jujur. Tidak konsisten. Waktu virus ini baru pertama kali menyerang di Wuhan sana, kalian bilang virus ini flu biasa. Waktu negara-negara lain menutup pintunya karena takut terserang virus, kalian membuka pintu untuk pariwisata,” kata Umar Maya sambil marah-marah kepada Pak Lurah.
Menurut Umar Maya, pemerintah Negeri Botol membuat aturan-aturan yang membingungkan rakyat dan aturan itu tidak dipatuhi oleh pemerintah sendiri. ”Kamu suruh orang pakai masker, tetapi kamu tidak pakai masker,” katanya.
Kalian tidak jujur. Tidak konsisten. Waktu virus ini baru pertama kali menyerang di Wuhan sana, kalian bilang virus ini flu biasa. Waktu negara-negara lain menutup pintunya karena takut terserang virus, kalian membuka pintu untuk pariwisata. (Umar Maya)
Pemerintah Negeri Botol juga dinilai tidak memberikan penanganan Covid-19 pada ahlinya sehingga rakyat Negeri Botol justru lebih percaya takhayul, pada jimat, untuk melawan Covid-19.
Umar Maya menyarankan pemerintah Negeri Botol mengembalikan kepercayaan rakyat. Caranya dengan tidak mencuri kesempatan untuk berbuat korupsi saat pandemi hingga memberikan informasi yang benar tentang Covid-19.
Setelah adegan Umar Maya, dalang menyuguhkan adegan Negeri Botol yang kian terpapar Covid-19. Lalu, Umar Maya muncul dan berdialog dengan Kocet. Ia memberi Kocet tas sakti yang disebut gegandek. Tas digunakan untuk memusnahkan Covid-19.
Meski membahas Covid-19, bukan berarti pertunjukan Wayang Botol menjadi serius. Boleh dibilang, pergelaran ini berhasil mengingatkan kita tentang Covid-19, tetapi pada saat yang sama mampu mengundang gelak tawa. Itu tidak terlepas dari kepiawaian para dalang memasukkan lelucon singkat, termasuk celoteh dalang anak-anak, di tengah obrolan tentang Covid-19.
”Menghibur sekali karena wayangnya dari botol plastik. Terus ada anak-anak yang memainkan. Meski virtual, terasa natural. Seperti tidak berdasarkan skrip. Lihat saja ketika dalang kehausan, dia serta-merta minta minum dan memasukkannya dalam dialog,” kata Sudirman, salah satu penonton asal Ampenan.
Sudirman mengapresiasi wayang botol bisa tampil secara virtual. Setidaknya bisa mengobati kerinduannya, termasuk pencinta wayang, karena tidak bisa menonton wayang akibat pandemi. Kisah yang diangkat juga menarik dan relevan.
”Bagus karena ada pro kontra tentang Covid-19. Jadi, tidak melulu menyalahkan satu pihak,” katanya.
Lenny Ekawati dalam komentarnya di kanal Youtube Sekolah Wayang Sasak mengatakan, pertunjukan itu bisa memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang Covid-19 dalam suasana santai dan menghibur. ”Ini bisa menangkal hoaks juga. Semoga makin lestari dan ide ini banyak dicontoh daerah lain untuk menyampaikan materi-materi aktual sesuai dengan kebudayaan dan kebutuhan lokal,” kata Lenny.
Susan Suryanto, penonton lainnya, mengatakan, sosialisasi Covid-19 menggunakan media wayang botol itu menarik. ”Ayo kita dukung dan sebarkan supaya masyarakat disiplin melaksanakan protokol kesehatan dan Covid-19 segera berlalu dari negeri kita tercinta ini,” kata Susan.
Berayan
Pentas ”Wayang Merah Putih Lawan Covid-19, Corona Rona Rona, Rona Rona Corona” digelar salah satunya dalam rangka Peringatan Hari Ulang Tahun Ke-75 Kemerdekaan Indonesia. Tema yang diangkat terkait Covid-19 yang saat tidak hanya melanda Indonesia, tetapi juga seluruh dunia.
Pentas virtual membuat pergelaran wayang bisa disaksikan pada sejumlah platform, seperti di Youtube dan Facebook.
Saat pertunjukan malam itu, selain lewat platform digital, sejumlah warga ada juga yang menonton langsung, terutama yang tinggal di sekitar Sekolah Pedalangan Wayang Sasak di Lingkungan Irigasi, Taman Sari, Mataram. Jumlahnya dibatasi dan tetap dalam protokol kesehatan.
”Kalau (pentas) langsung, apalagi mengumpulkan orang saat pandemi, tentu butuh biaya. Termasuk menyiapkan tempat yang luas. Tetapi, di sisi lain, bagi pedalang, ada energi lain saat berinteraksi langsung, mendengar celetukan penonton,” kata Ketua Yayasan Pedalangan Wayang Sasak Abdul Latief Apriaman.
Sementara pentas virtual, menurut Latief yang ikut menjadi dalang dalam pentas, selain tidak berhadapan dengan penonton, juga ada kendala jaringan internet. Itu karena tidak semua daerah memiliki jaringan internet yang cepat.
”Tetapi, jangkauan lebih luas. Kemarin, kami cek, di Facebook ada 1.000-an orang yang menonton. Sementara di Youtube hampir 600 orang. Kalau pertunjukan langsung belum tentu sebanyak itu,” katanya.
Bagi Sekolah Pedalangan Wayang Sasak, pertunjukan virtual bisa menjadi solusi kala pandemi. Tidak hanya untuk mereka, tetapi juga bagi dalang-dalang di Lombok.
Menurut Pikong, pergelaran yang mereka lakukan juga untuk mengajak orang-orang semakin awas pada Covid-19.
”Kami juga ingin mencolek pemerintah bahwa sosialisasi melalui seni pertunjukan wayang jauh lebih efektif dalam menebar edukasi akan bahaya Covid-19. Selain terhibur, pesan juga lebih mudah bisa ditangkap oleh masyarakat,” kata Pikong yang juga penulis naskah ”Wayang Merah Putih Lawan Covid, Corona Rona Rona, Rona Rona Corona”.
Selain itu, kata Pikong, ini juga bertujuan untuk mengadvokasi dalang-dalang di Lombok yang selama pandemi tidak bisa menggelar pertunjukan.
”Pertunjukan wayang secara virtual adalah salah satu jalan keluar mereka agar tetap bisa menjalankan aktivitas seni tradisi,” kata Pikong.
Saat ini ada 40 dalang wayang Sasak. Dari jumlah itu, tinggal 15 orang yang sempat aktif menjalankan pertunjukan. Semua terpuruk karena pandemi.
Pertunjukan itu sekaligus menjadi kerja Berayan Festival Volume 1. Istilah berayan merupakan tradisi makan bersama anak-anak di Lombok, di mana setiap orang datang dengan membawa makanan dari rumah masing-masing. Di tempat berayan, mereka berbagi makanan, termasuk kepada mereka yang tak membawa makanan. Semua merasakan kebahagiaan bersama.
Baca juga:Dari Aksi Solidaritas hingga Pentas Wayang untuk Dukung Baiq Nuril
Berayan Festival Volume 1 menjadi gerakan mengajak orang saling membantu saat pandemi. Salah satunya membantu para seniman tradisional di Lombok dan Nusantara.
”Kami ingin memberikan semangat bahwa pertunjukan bisa dilakukan secara virtual. Tinggal bagaimana para seniman tradisional (termasuk dalang) bisa terbiasa tanpa kehadiran kerumunan penonton,” kata Pikong.
Semangat berayan tecermin dari pertunjukan itu. ”Kami tidak ada duit sama sekali. Tetapi, para jagoan penata suara, cahaya, artistik, hingga streaming, menyatakan siap bantu. Jadi, kami jalan,” kata Pikong.
Pertunjukan wayang secara virtual adalah salah satu jalan keluar mereka agar tetap bisa menjalankan aktivitas seni tradisi. (Pikong)
Semangat berayan yang juga akan diusung saat pertunjukan virtual wayang Dalang Sukardi, salah satu dalang wayang sasak. Pertunjukan yang akan digelar November itu akan menjadi pertunjukan virtual pertama pakem wayang sasak.
Pandemi memang membuat seni pertunjukan, seperti wayang, yang selama ini harus mengumpulkan orang banyak, terpuruk. Namun, di sisi lain, selalu ada alternatif baru untuk membuatnya bergairah lagi. Sekolah Pedalangan Wayang Sasak dengan wayang botolnya telah memulainya lewat pertunjukan virtual.