Sebagian Pelaku Industri di Karawang Masih Terlambat Laporkan Kasus Covid-19
Ketidakterbukaan pelaku industri dalam melaporkan kasus positif Covid-19 di lingkungannya berpotensi memperlambat penanganan. Sanksi tegas diperlukan bagi mereka yang mengabaikan pelaporan demi menekan penyebaran.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
KARAWANG, KOMPAS — Ketidakterbukaan pelaku industri melaporkan kasus positif Covid-19 masih terjadi di Karawang, Jawa Barat. Pemerintah daerah diminta memberikan sanksi tegas bagi pelaku industri yang mengabaikan pentingnya pelaporan demi menekan penularan.
Data Tim Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan Covid-19 Karawang per Jumat (20/9/2020), total kasus positif Covid-19 sebanyak 522 orang. Ada 321 orang sembuh, 183 orang masih dirawat, dan 18 orang meninggal. Dari jumlah orang terpapar, sekitar 163 orang di antaranya berasal dari 68 perusahaan.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Dinas Kesehatan Karawang Yayuk Sri Rahayu mengatakan, peningkatan kasus dipicu keterlambatan pengelola industri melaporkan kemunculan kasus positif di lingkungannya. Akibatnya, jumlah yang terpapar semakin banyak.
”Sejumlah industri tidak berkoordinasi dengan tim gugus tugas kabupaten dan Dinkes Karawang. Namun, ada beberapa yang sudah proaktif koordinasi dan konsultasi kepada kami,” ujar Yayuk, Jumat (18/9/2020).
Saat kasus pertama muncul, pengelola hanya melakukan tes cepat atau tes serologi kepada karyawan yang kontak dengan orang pertama. Saat hasilnya negatif atau nonreaktif, karyawan tidak dikarantina mandiri selama 14 hari.
Pengelola juga tidak melaporkan kepada tim gugus tugas sejak awal kemunculan kasus. Padahal, pelacakan kontak erat sesegera mungkin diperlukan untuk mencegah semakin banyak orang tertular di lingkungan rumah, keluarga, dan tempat kerja. Idealnya, penelusuran pada pasien dilakukan cepat dalam waktu 1 x 24 jam setelah mereka dinyatakan positif.
Kluster teranyar adalah PT Pupuk Kujang dengan total 22 orang terpapar, yakni 17 karyawan dan 5 anggota keluarga karyawan. Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana meninjau ke pabrik tersebut untuk memastikan penerapan protokol kesehatan yang dilakukan.
Ia mengapresiasi langkah yang dilakukan pengelola dalam menanggulangi Covid-19 cukup baik. Namun, koordinasi antara manajemen perusahaan dan pemerintah tingkat kecamatan belum terjalin.
Ke depan, Cellica berharap perusahaan selalu berkoordinasi dengan gugus tugas di kecamatan untuk pendataan kasus Covid-19. Laporan tersebut akan mempermudah petugas melakukan penelusuran kontak erat.
Dihubungi terpisah, Ade Cahya K, Sekretaris Perusahaan PT Pupuk Kujang, menyampaikan, pihaknya akan mengevaluasi cara komunikasi yang telah dilakukan. Kunjungan Cellica dinilainya sangat bermanfaat karena telah memberikan penjelasan dalam pelaporan yang baik.
Pihaknya juga menyadari bahwa data kasus terkonfirmasi di lingkungan perusahaan merupakan informasi publik yang berhak diketahui masyarakat. Selama ini, koordinasi dilakukan PT Pupuk Kujang melalui satuan tugas Covid-19 perusahaan.
Pihaknya, hingga kini, telah melakukan tes usap tenggorokan mandiri kepada 1.100 karyawan dan 3.400 tenaga harian beserta keluarganya. Ketika kasus pertama muncul, pelacakan dilakukan kepada mereka yang kontak erat. Penyemprotan disinfektan di lingkungan pabrik rutin dilakukan setiap hari.
”Koordinasi dengan tim gugus tugas pemerintah sangat penting jika ada kemunculan kasus positif Covid-19. Sebab, perusahaan membutuhkan bantuan dari tim gugus tugas untuk melacak kontak erat secepat mungkin. Tidak mudah jika hanya dilakukan sendirian oleh perusahaan,” katanya.
Pengamat ekonomi dari Universitas Pasundan, Bandung, Acuviarta Kartabi, menilai, sanksi tegas berupa denda berlaku juga bagi pelaku usaha yang mengabaikan komitmen menjaga keamanan dan keselamatan karyawannya. Ketiadaan upaya melakukan tes mandiri hingga tidak melaporkan kasus positif yang muncul kian membahayakan karyawan sebagai aset perusahaan.
Dia menyarankan pelaku usaha menuangkannya pada perjanjian relaksasi saat membuka aktivitas ekonomi. Perusahaan juga tidak boleh pelit untuk mengeluarkan anggaran demi kesehatan dan keselamatan karyawan. Sebab, nyawa manusia tidak bisa digantikan dengan uang.
”Tidak akan ada pemulihan ekonomi dalam jangka menengah jika protokol krisis dan keselamatan tidak dioptimalkan,” ujarnya.