Pengawasan Kru Kapal Lemah, Kluster Penularan Rawan Muncul di Pelabuhan Batam
Pengawasan terhadap kru kapal masih sulit dilakukan karena awak kapal dalam negeri tidak diwajibkan melakukan tes PCR. Hal ini menambah rumit upaya penanganan Covid-19 di kota pelabuhan seperti Batam.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pengawasan terhadap kru kapal masih sulit dilakukan karena tidak ada regulasi yang mengharuskan awak kapal dalam negeri mengantongi surat bebas dari Covid-19 berdasarkan tes metode reaksi berantai polimerase atau PCR. Hal ini menambah rumit upaya penanganan Covid-19 di kota pelabuhan seperti Batam, Kepulauan Riau.
Kepala Bidang Pengendalian Karantina dan Surveilans Epidemiologi Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Batam Romer Simanungkalit, Jumat (18/9/2020), mengatakan, petugas kewalahan mengawasi mobilitas kru kapal kargo dalam negeri yang sandar di Pelabuhan Batu Ampar. Absennya regulasi yang mengikat dan rendahnya kesadaran untuk menaati protokol kesehatan jadi kendala utama.
”Yang membuat kami kewalahan itu kru kapal yang datang dari Jakarta, Surabaya, dan sebagainya. Tidak ada (peraturan) yang mewajibkan mereka untuk tes PCR. Setelah kapal sandar, ya, sesuka hati mereka mau pergi ke mana saja,” kata Romer.
Di Batam, penularan Covid-19 di kapal laut pernah ditemukan di Kapal Motor (KM) Kelud pada 12 April lalu. Sebanyak 29 awak kapal rute Jakarta-Medan itu dinyatakan positif Covid-19 dan harus dirawat di Rumah Sakit Khusus Infeksi Covid-19 Pulau Galang.
Selain itu, pada akhir Juni 2020, dua kru kapal yang sedang labuh jangkar di Pelabuhan Batu Ampar juga dinyatakan positif Covid-19. Hal itu baru diketahui setelah dua orang tersebut tinggal beberapa lama di Batam dan melakukan tes PCR mandiri sebagai syarat melanjutkan perjalanan ke luar negeri.
Menurut Romer, penularan Covid-19 yang berawal dari kru kapal dalam negeri seperti itu sudah beberapa kali terjadi di Pelabuhan Batu Ampar. ”Bukan hanya di Batu Ampar, sebenarnya beberapa waktu lalu juga ada kasus serupa di Pelabuhan Sekupang,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi I DPRD Kepri, Uba Ingan Sigalingging, mengatakan, hal tersebut akan segera disampaikan kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kepri. Pengawasan mobilitas orang di pintu masuk pelabuhan dan bandara merupakan langkah utama dalam penanganan Covid-19.
”Kami bingung juga, mengapa belakangan ini kasus positif Covid-19 di Batam terus naik, jangan-jangan pengawasan di pintu masuk memang banyak bobol. Hal ini tidak boleh terus-menerus terjadi,” kata Uba.
Hingga 18 September, terdapat 1.089 kasus positif di Batam. Terbaru, penularan Covid-19 mulai merebak di dua asrama pekerja di kawasan Muka Kuning. Sebanyak 28 buruh dilaporkan positif Covid-19. Hal ini sangat mengkhawatirkan mengingat ada belasan ribu buruh yang tinggal di dua lokasi dalam kawasan industri tersebut.
”Munculnya kluster-kluster baru ini sangat mengkhawatirkan. Jangan sampai nanti muncul juga kluster penularan yang muncul dari kru kapal, terutama yang berbendera asing. Ini menambah berat kerja gugus tugas sendiri,” ucap Uba.
Romer mengatakan, pengawasan terhadap kru kapal asing pada umumnya lebih mudah dilakukan karena pemerintah telah mewajibkan tes PCR bagi orang yang datang dari luar negeri. Selama ini, mayoritas kru kapal asing patuh menunggu hasil tes PCR sebelum mereka diizinkan turun ke darat.
”Kalau kapal asing itu berlabuh di pelabuhan resmi, kami menjamin kru yang turun dari kapal itu sudah pasti telah dites PCR dan dinyatakan negatif. Kalau mereka tidak mau tes PCR, kami bisa melarang mereka karena itu jelas sudah ada peraturannya,” kata Romer.
Ia menambahkan, kru kapal asing dikenai biaya tes PCR sekitar Rp 2,3 juta per orang. Adapun hasil tes PCR tersebut dapat diketahui dalam dua hari setelah pengambilan sampel usap.