Jika penurunan terus terjadi, petani khawatir tidak sanggup menutupi biaya produksi sehingga terancam merugi. Dana tunai yang diterima masyarakat bisa digunakan untuk membeli hasil pertanian sehingga membantu petani.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Harga jual komoditas pertanian di Jawa Barat dari petani turun hingga lebih dari 30 persen di tengah pandemi Covid-19. Peningkatan daya beli masyarakat diharapkan bisa menambah konsumsi masyarakat sehingga produk pertanian kembali diserap maksimal.
Penurunan harga panen komoditas sayuran ini dirasakan M Ali Rizaldi (23), petani asal Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Pada Jumat (18/9/2020), Rizal menuturkan, sebagian besar harga hasil panennya turun hingga lebih dari 30 persen. Diduga, hal itu dipicu turunnya permintaan konsumen dari pedagang di pasar.
Bersama enam pegawainya, Rizal menanam berbagai macam sayuran, seperti sawi, tomat, kol putih, brokoli, dan cabe rawit, di lahan lebih kurang 12 hektar. Dia berujar, harga komoditas unggulannya, seperti sawi dan tomat, anjlok lebih dari 50 persen. Jika penurunan ini terus terjadi, dia khawatir tidak sanggup menutupi biaya produksi sehingga para petani terancam terus merugi.
Rizal memanen sawi dua minggu sekali. Dalam sekali panen, dia mendapat 5 ton sawi. Sebelum pandemi, harga sawi mencapai Rp 4.000 per kilogram. Namun, dalam tiga bulan terakhir, harga komoditas unggulannya paling tinggi menyentuh Rp 1.500 per kg.
”Kalau seperti ini terus, kami akan terus rugi dan kesulitan memenuhi biaya produksi, seperti pupuk dan obat,” ujarnya.
Untuk menutupi kekurangan tersebut, Rizal menggunakan sistem penanaman tumpang sari. Di dalam satu area lahan, ditanam beberapa jenis tanaman sehingga kerugian dari penurunan harga satu komoditas bisa ditopang oleh komoditas lainnya.
Penurunan ini sudah dirasakan sejak tiga bulan terakhir masa pandemi. Rizal menuturkan, pada mula pandemi, bulan Maret-Juli, harga komoditasnya masih dinamis walaupun cenderung turun. Namun, sejak Juli 2020, harga komoditas sayurannya anjlok hingga saat ini.
”Memang kadang harga komoditas bisa turun sampai setengahnya jika terjadi panen raya. Namun, anjloknya harga hanya berlangsung mingguan. Berbeda di saat pandemi ini, harga selalu turun sehingga kami terus rugi. Jika terus-terusan seperti ini, kami bisa kolaps,” ujarnya.
Penurunan harga komoditas pertanian ini juga tercatat Perusahaan Daerah Pasar Bandung Bermartabat. Dari Portal Informasi Harga Pangan Kota Bandung yang diakses Jumat pukul 17.00, sebagian hasil pertanian turun dalam seminggu terakhir.
Penurunan harga ini terjadi pada komoditas bawang putih, kedelai, kacang tanah, hingga beras premium. Penurunan tertinggi ada pada jagung yang turun hingga 20,83 persen, dari harga rata-rata Rp 9.556 per kg menjadi Rp 8.000 per kg.
Daya beli
Selain harga yang turun, penyerapan hasil pertanian yang anjlok ini terlihat pada nilai tukar petani (NTP) Jabar pada Agustus 2020. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar, indeks NTP Jabar menurun 0,56 persen dari 100,08 menjadi 99,52.
Pelaksana Tugas Kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Jabar Ninik Anisah memaparkan, angka NTP menunjukkan kemampuan tukar (term of trade) komoditas hasil dengan barang dan jasa konsumsi petani. Karena itu, semakin tinggi angka NTP, berarti semakin kuat kemampuan daya beli petani dan sebaliknya.
Ninik menuturkan, menurunnya penyerapan hasil pertanian ini terjadi dipengaruhi berkurangnya konsumsi akibat pembatasan aktivitas restoran dan hotel yang mengambil bahan baku dari hasil pertanian sekitar.
”Secara garis besar, kondisi ini dapat dipengaruhi hasil panen yang tidak diserap sehingga berdampak pada kemampuan daya beli petani. Karena itu, bantuan sosial dan dana tunai yang diterima masyarakat diharapkan bisa digunakan untuk membeli hasil pertanian sehingga para petani terbantu,” tuturnya.