Stok Darah PMI Kota Bandung Menipis, Pasien Diimbau Cari Donor Sendiri
Stok darah di Palang Merah Indonesia Kota Bandung menipis selama pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pasien yang membutuhkan darah dianjurkan membawa donor sendiri dari keluarga.
Oleh
tatang mulyana sinaga
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Stok darah di Palang Merah Indonesia Kota Bandung menipis selama pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pasien yang membutuhkan darah dianjurkan mencari dan merekrut donor sendiri dari keluarga.
Kepala Sub-Bagian Informasi dan Komunikasi PMI Kota Bandung Priyo Handoko mengatakan, sebelum pandemi, setidaknya didapatkan 450-550 labu darah per hari dari sukarelawan. Namun, selama pandemi hanya tersedia sekitar 40 labu per hari. ”Jadi, saat ini kami memberlakukan donor keluarga. Keluarga pasien mau tidak mau harus membawa calon donor,” ujarnya, Kamis (17/9/2020) sore.
Saat ini, PMI Kota Bandung mempunyai stok darah fresh frozen plasma (FFP) 556 labu dan jenis darah anti-haemophilic factor (AHF) sejumlah 231 labu. Sementara stok darah packed red cell (PRC) yang sering digunakan kosong.
Priyo menuturkan, kebutuhan darah di Kota Bandung mencapai 450-500 labu per hari. Selama pandemi, kebutuhan itu dipenuhi oleh donor dari keluarga pasien.
Menurut Priyo, menipisnya stok darah di Bandung disebabkan masyarakat yang masih takut mengunjungi tempat keramaian, termasuk berdonor darah. ”Donor dari sukarelawan masih ada, tapi tidak dapat memenuhi kebutuhan. Jadi, saat ini didominasi donor dari keluarga pasien,” ujarnya.
Doni Ramdhani (40), donor di Bandung, khawatir berdonor darah di saat pandemi Covid-19. Ia tidak lagi berdonor sejak 11 Maret lalu. ”Ada kekhawatiran karena aktivitas di klinik kesehatan, seperti poliklinik gigi, juga dibatasi. Selain itu, di PMI berpotensi ada kerumunan,” ujarnya.
Menurut Doni, untuk mengatasi menipisnya stok darah saat pandemi, PMI perlu meyakinkan donor jika di lokasi pengambilan darah tidak ada kerumunan. Selain itu, syarat protokol kesehatan lain juga mesti dipenuhi.
”Kalau hambatan PMI tidak bisa keluar markas, mereka harus bersiap 24 jam. Tinggal diatur sumber daya manusianya untuk melayani,” ujarnya.