Ditinggal Mahasiswa dan Turis, Ekonomi Kota Malang Terjun
Kota Malang per Agustus 2020, deflasi 0,06 persen. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Malang memperkirakan hingga Agustus 2020, tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Malang merosot di rentang -5,32 persen hingga -5,6 persen.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Ditinggal mahasiswa dan turis, perekonomian di Kota Malang terjun bebas. Namun, geliat ekonomi diprediksi akan terjadi akhir 2020. Aktivitas kampus yang dijadwalkan kembali dibuka pada akhir tahun menjadi harapannya.
Kota Malang per Agustus 2020 mengalami deflasi 0,06 persen. Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Malang memperkirakan, hingga Agustus 2020, tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Malang merosot di antara rentang -5,32 persen (nasional) hingga -5,9 persen (Jawa Timur). Padahal, sejak 2015, tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Malang selalu di atas 5,6 persen.
Sebagai kota dengan basis mobilitas (orang, barang, dan jasa), dalam situasi pendemi ini, kota ini praktis mengalami penurunan daya dukung ekonomi cukup drastis. Beberapa sumber pemasukan utama, seperti perdagangan barang dan jasa, wisata, serta pendidikan, pun tak lagi bisa diandalkan. Dampaknya, uang berputar di Kota Malang sangat jauh berkurang. Salah satu komoditas utama penyumbang deflasi di Kota Malang adalah tarif angkutan udara.
”Selama pandemi, aktivitas di Kota Malang yang selama ini menjadi andalan, seperti perdagangan dan wisata (restoran dan hotel) serta pendidikan, praktis berhenti. Dampaknya, tidak ada perputaran uang di masyarakat. Ini yang menyebabkan deflasi,” kata Kepala Kantor Perwakilan BI Malang Azka Subhan, Rabu (16/9/2020) malam.
Salah satu hal yang mendorong perputaran uang di masyarakat, menurut Azka, adalah berjalannya proyek-proyek fisik pemerintah atau mulai masuknya kampus atau sektor pendidikan lain.
Penduduk Kota Malang berjumlah 900.000-an orang. Sebanyak 300.000-an di antaranya adalah mahasiswa. Mahasiswa inilah yang punya pengaruh menggerakkan ekonomi kota. Selama ini warga Kota Malang mendapatkan hasil dari sewa kos, warung makan, kafe, dan lainnya. ”Ini yang akan kembali hidup. Ini yang akan menggerakkan kembali roda perputaran ekonomi kota,” kata Azka.
Meski terekam surut pada Agustus, tren kenaikan ekonomi di Kota Malang kini mulai terasa. Hal itu tampak dari survei konsumen dan survei kegiatan dunia usaha yang dilakukan Kantor Perwakilan BI Malang terhadap sejumlah pengusaha. Di bidang perdagangan, tren pertumbuhan sektor ini pada triwulan III mulai naik menjadi -5,51 persen. Angka tersebut jauh lebih baik dari triwulan II, yaitu -9 persen.
”Prediksi kami, hingga akhir tahun nanti kondisi ekonomi akan terus naik meski memang masih minus. Rentang angka pertumbuhan ekonominya di antara pertumbuhan provinsi dan nasional. Diperkirakan akan lebih baik dari -5,9 persen,” kata Azka.
Hasil survei penjualan eceran Kantor BI Perwakilan Malang mengindikasikan selama Agustus 2020 ada kenaikan omzet total dari semua pedagang eceran dengan pertumbuhan 12,75 persen.
Pertumbuhan sektor perdagangan itu secara kasatmata juga tampak dari mulai sesaknya pusat-pusat tongkrongan anak muda (kafe) di beberapa titik di Kota Malang, mal dan pasar mulai ramai pengunjung, serta jalanan kota mulai macet, khususnya pada akhir pekan. Saat awal pandemi, jalanan kota cenderung lengang.
Belanja pemerintah
Faktor lain yang mendorong kembali bergeraknya ekonomi kota adalah dengan menggenjot belanja pemerintah. Di Kota Malang saat ini sedang dilakukan dua proyek pemerintah, yaitu membangun jembatan Kedungkandang dan revitalisasi kawasan Kayutangan. Harapannya, belanja pemerintah untuk dua proyek pembangunan fisik itu bisa mengungkit ekonomi kota.
Proyek pembangunan jembatan Kedungkandang dianggarkan Rp 51 miliar dan berjalan sejak Juni 2020 serta diharapkan tuntas tahun depan. Adapun revitalisasi kawasan Kayutangan dilakukan dengan dana alokasi khusus dari pusat.
”Pembangunan jembatan Kedungkandang sudah mulai dikerjakan dan semoga segera tuntas. Harapannya, jika jembatan itu selesai, akses di timur kota semakin lancar sehingga perputaran ekonomi di sana juga jalan,” kata Wali Kota Malang Sutiaji.
Adapun revitalisasi kawasan Kayutangan saat ini sudah dimulai dengan memperbaiki jalur pedestrian. Wali Kota Malang sebelumnya mengatakan, Pemkot Malang, pemerintah pusat, dan swasta bahu-membahu akan merevitalisasi Kayutangan secara bertahap. Dari pusat, menurut Sutiaji, Pemkot Malang akan menerima dana dari program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) Rp 10 miliar, dana alokasi khusus Rp 16 miliar, dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Wildan Syafitri, Ketua Jurusan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Malang, optimistis ekonomi Malang akan kembali pulih. Ia mengatakan Kota Malang adalah kota dengan basis mobilitas (orang, barang, dan jasa). Karena itu, jika mobilitas bisa kembali normal, ekonomi kota juga akan pulih.
Berdasarkan data Google Mobility, Wildan melihat bahwa situasi mobilitas masyarakat di Jawa Timur mulai lebih baik dibandingkan dengan Bali dan Jakarta. ”Jika kampus sudah mulai masuk, wisata sudah jalan, perdagangan kembali bergerak, harapannya perekonomian Kota Malang juga akan kembali bergairah,” kata Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Malang tersebut.
Jika kampus sudah mulai masuk, wisata sudah jalan, perdagangan kembali bergerak, harapannya perekonomian Kota Malang juga akan kembali bergairah.
Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Malang juga didorong untuk terus bisa beradaptasi dengan teknologi. Hal itu dinilai akan mampu mendorong UMKM untuk terus berkembang, bahkan di tengah pandemi seperti sekarang.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur Difi Ahmad Johansyah, Rabu (16/9/2020) malam, dalam Creative Talk Virtual Festival Mbois 5 di Kota Malang mengatakan ekonomi Indonesia harus bertransformasi dari berbasis komoditas ke berbasis pengetahuan (knowledge). Dengan transformasi itu, UMKM akan berkembang dan berkesinambungan serta pulih dari keterpurukan akibat pandemi.