Bantuan 1.000 Personel untuk Kalsel Diprioritaskan dari Masyarakat
Kalimantan Selatan mendapat bantuan 1.000 personel dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Sebanyak 600 personel disiapkan dari warga masyarakat yang terdampak pandemi.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan mendapat bantuan 1.000 personel dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Bantuan personel itu harus disiapkan oleh pemerintah daerah dengan prioritas pada pemberdayaan masyarakat.
Di tengah upaya menanggulangi penyebaran Covid-19, Pemprov Kalsel juga harus berjuang menanggulangi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Terhitung sejak 1 Juli 2020, Gubernur Kalsel Sahbirin Noor telah menetapkan status Siaga Darurat Karhutla. Siaga darurat karhutla diberlakukan hingga 30 November 2020.
Kepala Subbidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalsel Saefuddin Dinarja mengatakan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memberikan bantuan peralatan dan personel untuk penanggulangan karhutla di Kalsel. Bantuan personel tahun ini 1.000 orang atau berkurang dari bantuan tahun lalu yang berjumlah 1.512 personel.
Adapun rinciannya, 200 personel dari TNI, 100 orang dari Polri, dan 100 orang dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemprov Kalsel. Selebihnya, 600 personel disiapkan dari warga masyarakat. ”Program ini diprioritaskan untuk memberdayakan masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19,” kata Dinarja yang dihubungi dari Banjarmasin, Kamis (17/9/2020).
Setiap orang yang bergabung menjadi personel penanggulangan karhutla akan mendapat uang lelah Rp 100.000 per hari dan pengganti uang makan Rp 45.000 per hari. ”Mereka akan menerima Rp 145.000 per hari jika bekerja atau turun ke lapangan,” ujarnya.
Menurut Dinarja, warga masyarakat yang dijadikan personel harus memenuhi beberapa ketentuan, di antaranya berumur 25-40 tahun, diutamakan laki-laki, minimal pendidikan SMP. ”Namun (ketentuan) itu semua bersifat tentatif. Yang terpenting mereka bisa bekerja, berkoordinasi dengan warga lain, dan diutamakan berdomisili di daerah rawan karhutla,” katanya.
Personel dari kalangan warga masyarakat diharapkan dapat melakukan pencegahan dini karhutla di wilayah tempat tinggalnya. Begitu ada api kecil, mereka sanggup memadamkan. Mereka juga bisa menjadi komunikator yang menyampaikan pesan untuk tidak membakar lahan kepada warga masyarakat di sekitarnya.
Dinarja menyebutkan ada lima daerah prioritas perekrutan personel penanggulangan karhutla, yaitu Kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Tanah Laut, Barito Kuala, dan Tapin. Namun, tidak menutup kemungkinan perekrutan personel juga akan menyasar kabupaten lain dengan mempertimbangkan kejadian karhutla.
”Kami sudah menyiapkan administrasi perekrutan personel tersebut. Paling lambat akhir bulan ini mereka sudah mulai bekerja untuk memperkuat personel yang saat ini sudah bekerja di lapangan,” katanya.
Memasuki pertengahan September, kondisi Kalsel mulai kering. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat ada 195 titik panas (hotspot) di Kalsel pada Kamis (17/9/2020). Titik panas itu terpantau di Hulu Sungai Selatan (64), Banjar (45), Hulu Sungai Tengah (20), Tapin (15), Tabalong (15), Balangan (13), Barito Kuala (10), Kotabaru (8), Hulu Sungai Utara (4), dan Tanah Bumbu (1).
Kami sudah menyiapkan administrasi perekrutan personel tersebut. Paling lambat akhir bulan ini mereka sudah mulai bekerja untuk memperkuat personel yang saat ini sudah bekerja di lapangan.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kalsel Sahruddin mengatakan, hampir setiap hari ada karhutla di Kalsel sehingga operasi pemadaman lewat udara harus dijalankan. ”Sebagian lokasi karhutla sulit dijangkau oleh petugas darat sehingga helikopter harus terbang selama 2-5 jam untuk operasi pemadaman,” katanya.