Angka Kematian di Sumbar Meningkat Signifikan, Alarm bagi Pengendalian Covid-19
Angka kematian pasien Covid-19 di Sumatera Barat meningkat signifikan beberapa pekan terakhir seiring dengan peningkatan kasus. Kondisi ini menjadi alarm bagi pemerintah dalam pengendalian penularan Covid-19.

Petugas pemakaman membawa peti jenazah pasien dengan protokol Covid-19 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Selasa (12/6/2020).
PADANG, KOMPAS — Angka kematian pasien Covid-19 di Sumatera Barat meningkat signifikan beberapa pekan terakhir seiring peningkatan kasus. Tingginya angka kematian ini menjadi alarm kewaspadaan bagi semua kalangan dalam upaya mengendalikan penularan Covid-19.
Merujuk data Dinas Kesehatan Sumbar, peningkatan angka kematian pasien Covid-19 mulai terjadi pada pekan ke-23 (9-15 Agustus 2020) dengan 4 orang meninggal. Pada pekan ke-24 (16-22 Agustus), pekan ke-25 (23-29 Agustus), pekan ke-26 (30 Agustus-5 September), dan pekan ke-27 (6-12 September) angka kematian secara berurutan 10 orang, 7 orang, 5 orang, dan 7 orang.
Angka kematian tertinggi terjadi dalam tiga hari pada pekan ke-27 (13-15 September), yakni 12 orang. Adapun Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumbar melaporkan, angka kematian pada 16 September 2020 mencapai 5 orang. Total angka kematian hingga 16 September mencapai 84 orang.
Jika dibandingkan dengan pekan-pekan sebelumnya, angka kematian beberapa pekan ini, terutama sepekan terakhir, melonjak tajam. Selama 12 pekan sebelum terjadi tren peningkatan (pekan ke-11 hingga pekan ke-22), angka kematian berkisar 0-2 orang per pekan. Adapun pada pekan ke-6 (12-18 April) hingga pekan ke-10 (10-16 Mei) angka kematian berkisar 2-5 per pekan.

Peningkatan angka kematian di Sumbar sepekan terakhir bahkan menjadi yang tertinggi di Indonesia. Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Nasional, Wiku Adisasmito, Selasa (15/9/2020), mengatakan hal itu dalam konferensi pers yang disiarkan melalui akun YouTube Sekretariat Presiden.
”Perkembangan kasus meninggal Covid-19 mingguan, selama seminggu terakhir (Indonesia) mengalami kenaikan 2,2 persen. Kenaikan kematian tertinggi nomor satu adalah Sumatera Barat, sebesar 150 persen, dari empat orang menjadi 10 orang (per pekan),” kata Wiku.
Pada peringkat kedua ada Bali yang angka kematiannya naik 72,5 persen dari 40 orang menjadi 69 orang per pekan, disusul oleh Riau naik 35,5 persen dari 17 orang menjadi 23 orang per pekan.
Faktor terlambatnya pasien dibawa ke rumah sakit juga turut mempengaruhi meningkatnya angkat kematian pasien Covid-19.
Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumbar, Jasman Rizal, Kamis (17/9/2020), mengatakan, ada korelasi antara peningkatan persentase positivity rate dan jumlah kasus positif Covid-19 dengan kenaikan jumlah pasien meninggal.
”Korelasinya sangat signifikan. Kemarin itu positivity rate sampai 3 persen. Selain itu, kebanyakan pasien meninggal punya penyakit bawaan atau komorbid sehingga susah disembuhkan,” kata Jasman.
Menurut Jasman, faktor terlambatnya pasien dibawa ke rumah sakit juga turut memengaruhi meningkatnya angkat kematian pasien Covid-19. Kebanyakan pasien dibawa ke rumah sakit dalam kondisi berat karena sebelumnya gejala yang diderita dianggap sebagai penyakit biasa. Akhirnya, karena terlambat diketahui positif Covid-19, pasien pun terlambat ditangani.

Petugas mengeluarkan peti mati dari mobil jenazah di kompleks Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Selasa (5/5/2020).
Jasman pun mengimbau masyarakat agar cepat memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan apabila mulai merasakan gejala mengarah Covid-19. Selain itu, yang paling penting adalah menjaga diri agar tidak sampai terpapar Covid-19. Protokol kesehatan mesti diterapkan secara disiplin.
Pemprov juga segera menerapkan Perda tentang Adaptasi Kebiasaan Baru yang di dalamnya memuat sanksi pidana bagi pelanggar protokol kesehatan dalam menekan angka penularan Covid-19.
Kepala Dinas Kesehatan Sumbar Arry mengatakan, dari total 79 pasien positif Covid-19 meninggal hingga 15 September 2020, sebesar 75 persen di antaranya punya penyakit penyerta. Walaupun demikian, belum dapat dipastikan pemicu kematian pasien itu akibat penyakit penyerta.
Untuk memastikan kematian pasien, perlu kajian dan evaluasi.
”Apakah komorbid pencetus pasien meninggal, belum tentu, kan, ada juga faktor usia dan lainnya. Untuk memastikan kematian pasien, perlu kajian dan evaluasi. Penyebabnya tentu dokter dan petugas di rumah sakit yang lebih tahu. Adapun fokus kami sekarang bukan ke sana (tetapi ke pengendalian penularan),” kata Arry.
Untuk menekan angka kematian pasien positif Covid-19, kata Arry, pihaknya berupaya melakukan deteksi dini. Dengan pelacakan dan pemeriksaan cepat, pasien positif Covid-19 lebih cepat diketahui sehingga penanganan juga lebih cepat. Penerapan Perda tentang Adaptasi Kebiasaan Baru yang sedang tahap fasilitasi di Kementerian Dalam Negeri diharapkan pula dapat membantu dalam menekan peluaran Covid-19.
Pada Kamis (17/9/2020) pagi, total kasus positif Covid-19 di Sumbar bertambah 124 orang menjadi 3.872 orang. Dari total kasus 3.748 hingga Rabu (16/9/2020), 84 orang di antaranya meninggal dan 1.957 orang sembuh. Beberapa pekan terakhir, tambahan kasus positif Covid-19 di Sumbar di atas 100 orang per hari.

Jumlah spesimen atau sampel yang diperiksa di Sumbar hingga Rabu mencapai 157.792 spesimen dengan jumlah orang diperiksa 131.498 orang. Adapun angka kepositifannya (positivity rate) sekitar 2,85 persen.
Lonjakan kasus positif Covid-19 di Sumbar dimulai sejak momen Idul Adha pada akhir Juli 2020. Secara sederhana, pergerakan kasus Covid-19 di Sumbar dapat dibagi menjadi dua fase. Pada fase pertama, 26 Maret-28 Juli 2020, jumlah kasus positif Covid-19 di Sumbar 874 orang dengan 33 orang meninggal. Sementara itu, pada fase kedua 29 Juli-16 September 2020, jumlah kasus telah mencapai 2.874 orang dengan 51 orang meninggal.
Alarm
Secara terpisah, epidemiolog Universitas Andalas, Defriman Djafri, mengatakan, peningkatan angka kematian pasien positif Covid-19 di Sumbar beberapa pekan terakhir menjadi alarm bagi pemerintah. Kondisi ini mesti menjadi konsentrasi pemerintah untuk mengendalikan penularan Covid-19 secara baik.
”Kalau tidak cepat tanggap, nyawa taruhannya. Apakah satu nyawa (yang hilang) dianggap sangat berarti atau memang ini (kematian) dianggap biasa saja. Dari sudut pandang epidemiolog, satu nyawa pun harus bisa dipertanggungjawabkan, berapa orang bisa diselamatkan,” kata Defriman, yang juga Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas.

Kasus Covid-19 Berdasarkan Usia di Indonesia
Menurut Defriman, penyebab pasti tingginya angka kematian memang perlu diurai berdasarkan data yang lebih detail. Namun, secara garis besar, tingginya angka kematian dapat disebabkan beberapa faktor.
Faktor itu, antara lain, semakin banyaknya kasus positif Covid-19, virusnya semakin ganas, terlambatnya penanganan, baik karena terlambat ditemukan maupun keterlambatan di laboratorium karena penumpukan sampel, dan penanganan tidak optimal karena fasilitas kesehatan kelebihan beban.
Baca juga: Pentingnya Memahami Zonasi Risiko Covid-19
Defriman sejak sebulan lalu sudah mengingatkan, laju kematian pasien positif Covid-19 di Sumbar sangat cepat sejak terjadi lonjakan kasus pada akhir Juli 2020. Pengendalian penularan Covid-19 dengan mendisiplinkan masyarakat menerapkan protokol kesehatan tidak cukup dengan penegakan perda. Pemerintah mesti melakukan pembatasan kegiatan masyarakat, misalnya dengan menerapkan kembali pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
”Salah satu langkah yang efektif adalah PSBB. PSBB membatasi orang bergerak sehingga risiko penularannya rendah. Selain itu, dengan PSBB, sense of emergency masyarakat kembali terbangun. PSBB sepekan-dua pekan saja cukup. Supaya masyarakat tahu bahwa kondisi saat ini sudah berbahaya,” ujar Defriman.

Pegawai Pemerintah Provinsi Sumatera Barat membagikan masker kepada pengendara di Jalan Samudera, Pantai Padang, Padang, Sumbar, Senin (14/9/2020) sore.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Sumbar Pom Harry Satria mengatakan, tingginya angka kematian pasien Covid-19 di Sumbar memang turut dipengaruhi jumlah kasus yang meningkat. Sementara itu, terjadinya kematian pasien Covid-19 sangat dipengaruhi oleh kondisi kesehatan individu pasien, seperti daya tahan tubuh dan penyakit penyerta.
”Peningkatan kasus akan berdampak pada peningkatan kesakitan. Peningkatan kesakitan berdampak pada peningkatan risiko perburukan kesakitan hingga sampai kepada risiko kematian,” kata Pom.
Baca juga: Tekan Penularan dengan Pembatasan Sosial Berskala Mikro
Pom melanjutkan, tingginya kasus positif Covid-19 di Sumbar beberapa terakhir (di atas 100 orang per hari) tidak terlepas dari kebijakan perubahan perilaku masyarakat yang belum terkawal maksimal. Tingkat partisipasi masyarakat dalam mencegah penularan Covid-19 dengan menerapkan protokol kesehatan (menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak) juga belum terukur.
Upaya menyamakan persepsi masyarakat terhadap bahaya Covid-19 perlu dilakukan agar terbangun kesadaran untuk menerapkan protokol kesehatan. Selain itu, kata Pom, panutan dari para pejabat daerah dalam penerapan protokol kesehatan dan pembatasan kegiatan keramaian, termasuk dalam kegiatan pilkada, juga dibutuhkan agar masyarakat juga tergerak untuk berpartisipasi mencegah penularan Covid-19.