Relokasi untuk Penyintas Banjir di Sigi Dipertimbangkan
Pemerintah mempertimbangkan merelokasi para penyintas banjir di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, untuk menghindari ancaman serupa ke depan.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
SIGI, KOMPAS — Penyintas banjir di Desa Rogo, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, yang rumahnya tertimbun lumpur banjir kemungkinan akan direlokasi. Opsi itu dimunculkan karena rumah mereka rusak dan dinilai tak layak huni.
”Opsi yang paling mungkin memang relokasi. Kami perlu siapkan segala sesuatu, terutama lahan. Ini nanti dibicarakan dengan berbagai pihak, termasuk dengan penyintas banjir,” kata Kepala Desa Rogo Fuad Hudin di Sigi, Sulteng, saat dihubungi dari Palu, ibu kota Sulawesi Tengah, Rabu (16/9/2020).
Menurut Fuad, rumah-rumah warga yang perlu direlokasi adalah rumah yang rusak berat akibat tertimbun lumpur hingga 2 meter. Pembersihan lumpur sangat sulit karena hampir semua lingkungan sekitar rumah tertimbun lumpur.
Berdasarkan data Sekretariat Desa Rogo, 20 rumah yang ditempati 20 keluarga rusak berat akibat tertimbun lumpur di Dusun 1. Sebanyak 39 rumah lain hanya tergenang lumpur dan pasir yang masih bisa dibersihkan.
Banjir melanda desa berjarak sekitar 40 kilometer arah selatan Palu itu pada Senin (14/9/2020). Banjir yang disertai lumpur, pasir, dan potongan kayu merupakan luapan Sungai Rogo, sungai yang memiliki lebar 4 meter.
Pasir, lumpur, dan potongan kayu tersumbat di jembatan sehingga air meluap ke sisi selatan dan utara sungai. Sebanyak 20 rumah warga yang rusak parah itu terletak dekat dengan sungai sehingga tertimbun material banjir. Material banjir menumpuk di rumah-rumah tersebut setinggi hingga 2 meter dari tanah dan lantai rumah.
Saat ini total 244 jiwa mengungsi ke rumah keluarga yang tak terkena banjir dan di sebuah posko di kantor desa. Kebutuhan para penyintas dipenuhi dari bantuan Dinas Sosial Kabupaten Sigi dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sigi.
Fuad menyatakan, dalam beberapa hari ke depan penyintas yang rumahnya rusak parah akan menempati hunian sementara (huntara) yang dibangun untuk pengungsi gempa bermagnitudo 7,4 pada 28 September 2018. Kamar-kamar di huntara tersebut masih baik dan layak dihuni. Huntara tersebut akan dibersihkan karena selama ini sudah tak ditempati. Huntara dibangun oleh sebuah lembaga amal.
Penyintas yang rumahnya tertimbun lumpur setuju dengan rencana relokasi itu. Ilham (42), salah satu penyintas, menyatakan, hal itu menjadi pilihan terbaik karena rumahnya tak bisa lagi ditempati. ”Kami juga pasti tidak akan aman kalau masih tinggal di sini dengan ancaman banjir terus,” katanya.
Kami juga pasti tidak akan aman kalau masih tinggal di sini dengan ancaman banjir terus. (Ilham)
Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sigi Musmiyanto menyatakan saat ini pemerintah fokus mengurus kedaruratan, seperti pengerukan sungai dan pemenuhan kebutuhan pokok warga. Solusi ke depannya akan dibicarakan teknis dan detailnya dengan berbagai pemangku kepentingan.
Ancaman masih besar
Ancaman banjir disertai aliran lumpur, pasir, dan potongan kayu di kawasan itu ke depan diperkirakan masih besar. Berdasarkan laporan sejumlah warga yang mencari rotan, kata Fuad, di sekitar Gunung Watupele yang merupakan hulu Sungai Rogo, di sisi barat desa, ada sejumlah genangan atau kantong-kantong berisi air, pasir, lumpur, dan potongan kayu.
”Banjir kemarin itu baru sebagian kantong-kantong air yang pecah atau jebol. Kami tetap harus waspada, apalagi saat hujan datang,” ujar Fuad.
Akibatnya, tak hanya rumah-rumah yang terdampak banjir pada Senin lalu yang terancam. Rumah lain di desa itu yang mencapai 350 unit dengan 1.300 jiwa juga terancam.
Fenomena yang sama juga melanda Desa Bangga dan Desa Poi di sisi selatan dan utara Desa Rogo, Dolo Selatan. Banyak rumah di Desa Banggai dan Desa Poi tertimbun lumpur dan pasir pada akhir 2019. Banjir dan material ikutannya menghantam dua desa tersebut.