Penerapan Tes Usap pada Pelaku Perjalanan dari Jakarta ke Banjarmasin Ditunda
Penerapan tes usap pada pelaku perjalanan dari Jakarta ke Banjarmasin ditunda. Kebijakan itu dinilai bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat dan dikhawatirkan menimbulkan permasalahan baru di lapangan.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan meminta Pemerintah Kota Banjarmasin menunda penerapan kebijakan tes usap pada pelaku perjalanan dari Jakarta ke Banjarmasin. Kebijakan tersebut dinilai bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat dan dikhawatirkan menimbulkan permasalahan baru di lapangan.
Pemprov Kalsel menyurati Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin melalui surat resmi dengan nomor 360/1102/BPBD/2020 tertanggal 15 September 2020. Dalam surat itu, Pelaksana Harian Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel Roy Rizali Anwar meminta agar pemeriksaan usap (swab test) pada pelaku perjalanan dari Jakarta ke Banjarmasin ditunda untuk sementara waktu.
”Tim Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Kalsel telah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel, Kantor Kesehatan Pelabuhan Banjarmasin, dan Angkasa Pura I. Semua bersepakat untuk menundanya,” kata Roy yang juga Ketua Harian Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Kalsel di Banjarmasin, Rabu (16/9/2020).
Menurut Roy, penundaan pelaksanaan tes usap itu agar tidak menimbulkan permasalahan baru di lapangan karena masih bertentangan dengan Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 9 Tahun 2020 dan peraturan lain yang dikeluarkan pemerintah pusat. ”Ditunda dulu sambil menunggu peraturan baru yang dikeluarkan pemerintah pusat,” ujarnya.
Ditunda dulu sambil menunggu peraturan baru yang dikeluarkan pemerintah pusat.
Sehari sebelumnya, Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin sudah melakukan penapisan di Bandar Udara Internasional Syamsudin Noor di Banjarbaru terhadap para pelaku perjalanan dari Jakarta yang akan memasuki wilayah Banjarmasin. Orang-orang yang tidak mengantongi surat keterangan tes usap langsung dites di bandara.
Kebijakan baru Pemkot Banjarmasin itu sesuai Instruksi Wali Kota Banjarmasin Nomor 3 Tahun 2020 tentang Upaya Mitigasi Lonjakan Kasus Konfirmasi Covid-19 di Kota Banjarmasin. Instruksi tersebut ditetapkan di Banjarmasin pada Selasa (15/9/2020) dan langsung diberlakukan pada hari itu juga.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin Machli Riyadi mengatakan, pihaknya menerima surat dari Pemprov Kalsel pada Rabu pagi. ”Kami langsung lapor kepada Pak Wali Kota dan diarahkan untuk mengikuti instruksi pemprov,” katanya.
Menurut Machli, pelaksanaan instruksi Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina sebelumnya juga sudah dikoordinasikan dengan sejumlah pihak terkait. Kebijakan itu merupakan upaya manajemen risiko sedini mungkin terhadap penambahan kasus konfirmasi Covid-19 di Banjarmasin. Saat ini, tren harian penambahan kasus positif di Banjarmasin mulai menurun.
”Jakarta sudah menarik rem terhadap kondisi darurat (Covid-19) yang dinyatakan oleh gubernurnya. Maka, kami juga berupaya memutus rantai penularan dan melakukan advokasi kepada masyarakat Kota Banjarmasin. Jangan sampai nanti terjadi gelombang kedua yang tidak disadari,” katanya.
Berdasarkan analisis Satuan Tugas Penanganan Covid-19 sampai dengan 13 September 2020, Kota Banjarmasin saat ini sudah masuk zona oranye atau risiko sedang penyebaran Covid-19. Sebelumnya, Banjarmasin termasuk zona merah atau risiko tinggi penyebaran Covid-19.
Di Banjarmasin, Rabu (16/9/2020), tercatat ada penambahan empat kasus konfirmasi baru. Secara kumulatif, kasus positif Covid-19 di Banjarmasin berjumlah 3.144 kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.436 sembuh, 550 dirawat, dan 158 meninggal.
Sehubungan dengan penundaan kebijakan tes usap pada pelaku perjalanan dari Jakarta, Pemkot Banjarmasin akan fokus pada penerapan Peraturan Wali Kota Banjarmasin Nomor 68 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
Peraturan wali kota tersebut mulai diberlakukan di Banjarmasin pada 1 September 2020. Setiap orang yang tidak menjalankan protokol kesehatan, seperti memakai masker di tempat umum, bisa dikenai sanksi denda administratif paling banyak Rp 100.000. ”Ini merupakan bentuk edukasi kepada masyarakat yang harus terus diperkuat,” ujar Machli.