Kasus Positif Kembali Ditemukan, Malioboro Belum Akan Ditutup
Kasus positif Covid-19 kembali ditemukan di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta. Kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan di kawasan wisata dinilai belum ideal.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Kasus positif Covid-19 kembali ditemukan di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sejauh ini belum ada rencana penutupan kawasan wisata dan ruang publik favorit tersebut. Sumber penularan awal masih ditelusuri dinas kesehatan setempat.
”Ada tambah satu lagi (kasus positif di kawasan Malioboro). Dia mengaku berdagang di Malioboro. Teman-teman masih mencari lokasi zona (berjualannya) untuk kemudian dilakukan sterilisasi,” kata Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi saat ditemui di kompleks Kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Kota Yogyakarta, Rabu (16/9/2020).
Sebelumnya, seorang pedagang kaki lima di kawasan Malioboro dilaporkan menjadi pasien positif Covid-19 pada 4 September 2020. Pedagang itu meninggal setelah terkonfirmasi positif. Adapun gejala yang dialami berupa demam. Itu merupakan kasus positif pertama dari destinasi wisata dan ruang publik favorit di Yogyakarta tersebut.
Dinas Kesehatan Yogyakarta menindaklanjuti temuan kasus pertama itu dengan penelusuran kontak erat terhadap pasien tersebut. Penelusuran kontak erat dilakukan kepada anggota keluarga hingga sesama pedagang kaki lima yang lokasinya berdekatan dengan pasien tersebut. Hasilnya, diperoleh tambahan sembilan kasus positif lain. Penelusuran masih terus berlangsung.
Heroe menambahkan, satu kasus positif baru, yang diketahui juga pedagang di kawasan Malioboro, belum bisa dipastikan apakah terkait dengan kasus positif pertama. Pihaknya belum dapat menentukan kondisi penularan di kawasan wisata tersebut sudah dapat disebut kluster penularan baru. Sumber penularan awal dari kasus baru ini perlu dipastikan lagi.
”Kami belum bisa menyebut ini kluster baru. Kami akan menganalisis terlebih dahulu dari sejumlah data,” kata Heroe.
Selain itu, Heroe menyampaikan, pihaknya juga meminta petugas dari puskesmas untuk mengambil sampel usap acak para pedagang di kawasan wisata tersebut. Tujuan pengambilan sampel itu untuk mengetahui kondisi penularan. Nantinya, kebijakan terkait kawasan wisata tersebut akan ditentukan berdasarkan data penularan itu.
”Kami tidak bisa menutup (kawasan Malioboro) begitu saja tanpa ada data yang mendukung. Kami sedang berupaya mencari data. Di samping swab kontak erat,kami juga swab sampel. (Data) ini mengambil dari utara sampai selatan sepanjang kawasan itu,” tutur Heroe.
Kami tidak bisa menutup (kawasan Malioboro) begitu saja tanpa ada data yang mendukung. Kami sedang berupaya mencari data. (Heroe Poerwadi)
Dihubungi secara terpisah, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Yogyakarta Agus Winarto mengungkapkan, pihaknya tak memungkiri masih banyak ditemukan pengunjung Malioboro yang melanggar protokol kesehatan. Pelanggaran terbanyak berupa pengenaan masker yang tidak benar.
”Seolah adanya kasus penularan ini tidak juga membuat masyarakat sadar pentingnya protokol kesehatan. Padahal, penularan itu sangat nyata yang telah dibuktikan dengan ditemukannya kasus positif di Malioboro,” ungkap Agus.
”Ini bukan kepentingan pemerintah saja. Ini kepentingan semua, termasuk kepentingan mereka. Tetapi, ya, kadang-kadang masih abai,” kata Agus.
Pemerintah Kota Yogyakarta sudah memiliki peraturan yang bisa memberikan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan. Peraturan itu tertuang dalam Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 pada Masa Tatanan Normal Baru di Kota Yogyakarta. Sanksi yang dikenakan berupa teguran lisan, tertulis, kerja sosial, hingga denda sebesar Rp 100.000.
Agus menyampaikan, pada 8 September 2020, pihaknya menjaring hingga 176 orang yang tak mengenakan masker dari kawasan Tugu hingga Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Area itu juga meliputi kawasan Malioboro. Para pelanggar protokol kesehatan tersebut diberi sanksi berupa kerja sosial menyapu jalan. Saat itu, operasi penertiban digelar bersama Satpol PP DIY.
”Satu kali waktu bisa sampai sebanyak itu (176 orang). Tetapi, kalau dilihat rata-rata hariannya, di kawasan itu, yang melanggar bisa 50-100 orang satu hari,” kata Agus.