Identitas Diumbar, Korban Covid-19 di Ambon Melapor ke Polisi
Elisabeth Sainyakit (23), korban Covid-19, mengalami tekanan batin setelah nama dan fotonya disebarluaskan. Beredarnya identitas itu mengesankan seolah dirinya adalah pelaku kriminal. Ia melaporkan hal itu ke polisi.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Elisabeth Sainyakit (23), korban Covid-19, melaporkan seorang aparatur pemerintahan di Kota Ambon, Maluku, kepada polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. Aparatur dimaksud dituduh membocorkan identitas diri Elisabeth dan menyebarkan isu bahwa korban akan melarikan diri dari Ambon menggunakan kapal ke Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Isu yang beredar di media sosial itu membuat heboh dan meresahkan.
Elisabeth menyampaikan laporan itu kepada Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku pada Rabu (16/9/2020). Laporan tertulis itu dilampirkan bukti tangkapan layar unggahan berisi konten yang dinilai telah mencemarkan nama baiknya. Laporan tersebut diterima Brigadir Satu Hans Slamta.
Elisabeth yang dihubungi lewat sambungan telepon menuturkan, isi unggahan itu menjelaskan seolah-olah dirinya akan melarikan diri dari Kota Ambon ke Saumlaki, ibu kota Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Unggahan itu ramai dibagikan pada 11 Agustus atau satu hari setelah dirinya dinyatakan positif terinfeksi Covid-19.
Ia merasa nama dan fotonya disebar seperti orang yang terlibat dalam suatu tindakan kriminal. Ia tidak terima dengan perlakuan tersebut. Elisabeth merupakan pasien tidak bergejala. Tes swab (usap) yang ia jalani setelah ada orang dekat dengan dirinya yang juga tidak bergejala dinyatakan positif Covid-19.
Selain di Ambon, kehebohan juga terjadi di Tanimbar. Keluarga Elisabeth di Tanimbar dihubungi pemerintah daerah setempat dan diminta untuk ikut mencari Elisabeth. Lewat telepon keluarga itulah Elisabeth tahu bahwa dirinya sedang dicari. ”Padahal, saat itu saya sedang berada di Ambon. Kehebohan ini yang membuat saya merasa sangat terbebani,” ujarnya.
Ia mengaku sudah mendapatkan telepon dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Ambon pada 10 Agustus. Saat itu, ia pun menanyakan tempat karantina, tetapi tidak ada kepastian. Menurut penjelasan gugus tugas, tempat karantina di Kota Ambon penuh. Petugas juga menyampaikan bahwa lantaran Elisabeth bukan pemegang KTP Ambon, harus berurusan dengan provinsi.
Elisabeth akhirnya dikarantina empat hari kemudian. Itu pun setelah ia meminta tolong keluarga yang punya koneksi dengan gugus tugas. Setelah karantina, ia yang tidak memiliki gejala itu menjalani tes usap dua kali dan hasilnya negatif. Ia lalu memutuskan membawa hal ini ke ranah hukum demi efek jera.
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut. ”Laporan itu akan ditelaah. Jika memenuhi unsur pidana, pasti akan diproses,” ujarnya. Inilah laporan dugaan tindak pidana terkait Covid-19 yang pertama kali selama pandemi Covid-19 melanda Maluku sejak Maret lalu.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Maluku Benediktus Sarkol berharap, buruknya penanganan korban yang dibiarkan beberapa hari di rumah menjadi bahan evaluasi. Alasan bahwa Elisabeth bukan warga ber-KTP Ambon sangat melukai sisi kemanusiaan. Benediktus tidak membayangkan jika hal itu terjadi pada pasien yang memiliki penyakit bawaan berbahaya.
Benediktus juga menyesalkan bocornya nama dan foto korban Covid-19. Ada kesan, gugus tugas tidak menjaga kerahasiaan data korban. Bocornya data korban ke publik menjadi beban ganda bagi korban. Itu bisa menyebabkan korban mengalami tekanan batin dan bisa berujung depresi.