Cuaca Sulit Diprediksi, Banjir di Kalteng Tak Kunjung Surut
Banjir di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, tak kunjung surut. Ketinggian air maksimal mencapai 2 meter. Banjir disebabkan sejumlah sungai di Kalteng meluap, ditambah intensitas hujan yang tinggi.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Banjir di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, tak kunjung surut. Ketinggian air maksimal mencapai 2 meter. Jumlah warga yang terdampak banjir pun meningkat. Banyak faktor yang menjadi penyebab, salah satunya kesulitan memprediksi cuaca.
Hingga kini, banjir masih menerjang empat kabupaten di Kalteng, yakni Kabupaten Lamandau, Katingan, Seruyan, dan Kotawaringin Timur. Sebelumnya dilaporkan 17.512 warga terdampak banjir di empat wilayah itu dan kini meningkat hingga 20.500 warga dengan belasan ribu rumah yang terendam banjir.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Katingan PE Suryadilaga mengungkapkan, banjir sudah melanda 10 kecamatan dari total 13 kecamatan di Kabupaten Katingan. Banjir dengan ketinggian maksimal 2 meter diprediksi masih akan terus naik karena kondisi hujan yang terus terjadi di bagian hulu Sungai Katingan.
”Selama ini kalau banjir, kantor kami tidak pernah kemasukan air. Sekarang ini terendam hingga ke dalam,” kata Suryadilaga saat dihubungi dari Palangkaraya, Rabu (16/9/2020).
Suryadilaga menyabutkan, ketinggian air dalam seminggu belakangan selalu berubah, mulai dari 60 sentimeter hingga 1,5 meter. Namun, di beberapa wilayah, ketinggian air bisa mencapai 2 meter atau lebih, khususnya wilayah pinggir sungai.
Sungai Katingan, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kalteng, memiliki panjang mencapai 650 kilometer dengan lebar 250 meter. Kedalaman maksimal sungai yang melewati tiga kabupaten ini mencapai 6 meter.
Bagian hulu sungai ini berbatasan langsung dengan Kalimantan Barat. Wilayah ini, menurut dia, dalam beberapa hari belakangan selalu diguyur hujan dengan intensitas tinggi sehingga menyebabkan air sungai meluap.
”Tidak ada wilayah baru yang kebanjiran, semuanya sudah pernah merasakan banjir di tahun-tahun sebelumnya. Namun, memang banjir ini paling parah, sama seperti 14 tahun lalu,” katanya.
Berdasarkan data BPBD Katingan, setidaknya 10 kecamatan terendam banjir. Wilayah ini meliputi 84 desa dan 5 kelurahan. Banjir kali ini berdampak pada 6.504 rumah, 9 rumah ibadah, 15 sekolah, dan 2 puskesmas.
”Ada dua kecamatan yang menunjukkan perubahan air mulai surut, tetapi jika hujan lagi malam ini air bakal naik lagi,” ujar Suryadilaga.
Hal senada juga disampaikan Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Kalteng Darliansjah. Ia mengatakan, selain Kabupaten Katingan, Kabupaten Lamandau dan Seruyan merupakan wilayah yang paling parah terdampak banjir di Kalteng.
Di Lamandau setidaknya terdapat 256 warga yang dievakuasi karena rumahnya terendam banjir hingga menyentuh atap rumah. Meskipun demikian, belum ada laporan korban jiwa dalam bencana alam kali ini.
”Bantuan logistik juga tenaga, mulai dari tim penyelamat hingga tim kesehatan, sudah dikirim ke lokasi-lokasi pengungsi ataupun wilayah yang paling terdampak banjir,” kata Darliansjah.
Dari empat kabupaten yang dilanda banjir, hanya Kabupaten Lamandau yang paling jarang dilanda banjir. ”Wilayah lain itu banjirnya tahunan, kalau di sini (Lamandau) baru tahun lalu dan tahun ini ada banjir,” kata Kepala BPBD Kabupaten Lamandau Edison Dewei.
Tidak ada wilayah baru yang kebanjiran, semuanya sudah pernah merasakan banjir di tahun-tahun sebelumnya. Namun, memang banjir ini paling parah, sama seperti 14 tahun lalu.
Menurut Edison, banjir disebabkan berbagai macam faktor. Namun, faktor yang paling utama adalah perubahan iklim yang menyebabkan pihaknya kesulitan memprediksi datangnya hujan.
Hal itu dipertegas oleh prakirawan Stasiun Meteorologi Kota Palangkaraya, Lian Adriani. Lian mengatakan, hingga kini wilayah Kalteng masih memasuki musim kemarau. Namun, intensitas hujan tinggi akibat ketidakstabilan atmosfer di beberapa wilayah di Kalteng.
”Kemarau bukan berarti tidak ada hujan. Namun, seharusnya intensitas (hujan) kecil. Tetapi, terjadi belokan angin sehingga menimbulkan penumpukan awan hujan di beberapa wilayah saja,” ujar Lian.
Beberapa wilayah di Kalteng, lanjutnya, masih sangat kering karena hujan tak kunjung turun. Bahkan, beberapa kali pihaknya juga mendapatkan sejumlah titik panas di wilayah Kalteng bagian selatan.
Ia menjelaskan, dari faktor global, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi adanya potensi La Nina atau peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia, termasuk Kalteng, pada musim kemarau ini.
”La Nina berkaitan dengan dinginnya suhu muka laut di Pasifik ekuator dan lebih panasnya suhu muka laut di Indonesia sehingga uap air dari Pasifik ekuator menuju ke Indonesia dan menambah suplai uap air di Indonesia untuk pertumbuhan awan-awan hujan,” kata Lian.