Kekerasan Seksual Anak Marak di Cirebon, Pelakunya Pemuda hingga Lansia
Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, terus terjadi. Tanpa upaya pencegahan dari berbagai pihak, kasus tersebut bakal berulang.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS – Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, terus terjadi. Pelakunya tidak hanya pemuda tetapi juga pria lansia. Tanpa upaya pencegahan dari berbagai pihak, kasus tersebut bakal berulang.
Berdasarkan data Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satreskrim Kepolisian Resor Kota Cirebon, hingga Selasa, (15/9/2020), tercatat 37 kasus kekerasan seksual terhadap anak. Artinya, kurang dari sembilan bulan terakhir, rata-rata terjadi 4 kasus kekerasan seksual anak per bulan.
Salah satu kasus kekerasan seksual, terjadi di Kecamatan Lemahabang, Cirebon. Seorang kakek berinisial H (75) mencabuli empat anak yang masih berusia enam hingga delapan tahun.
Pekerja serabutan yang memiliki lima anak, termasuk tiga perempuan, dan 10 cucu itu tega mencabuli empat anak tetangganya, akhir Juli lalu. “Tersangka mengiming-imingi pisang kepada korban. Namun, korban menolak,” kata Wakil Kepala Polresta Cirebon Ajun Komisaris Besar Arif Budiman.
Tersangka pun menarik keempat korban masuk ke rumahnya. Di sanalah, tersangka melakukan melampiaskan hawa nafsunya. Aksi bejatnya terungkap setelah salah satu korban melapor kepada orangtunya.
H yang tidak mampu berdiri dalam waktu lama mengakui, perbuatannya tersebut baru dilakukan satu kali. “Saya baru masuk tahanan dan menyesal,” ucapnya.
Kasus lainnya, akhir Agustus lalu, seorang perempuan berinisial AP (15) diperkosa oleh lima pemuda yang masih berusia sekitar 20 tahun. Awalnya, korban yang merupakan warga Cilimus, Kabupaten Kuningan, dijemput tersangka berinisial R untuk jalan-jalan ke Gronggong, Cirebon.
Ketika tiba di Saung, R bersama empat tersangka lainnya memberikan korban minuman keras yang dioplos dengan minuman berenergi, berkarbonasi, dan 15 tetes obat mata. Korban yang masih pelajar itu pun tidak sadarkan diri.
Para tersangka lalu memanfaatkan kelengahan korban dengan menyetubuhinya secara bergiliran. “Akibat kejadian itu, korban mengalami trauma. Kami akan berkoordinasi dengan dinas terkait dan Komisi Perlindungan Anak untuk mendampingi korban,” lanjut Arif.
Tempat kejadian perkara berlangsung di rumah saat anak-anak tidak berkegiatan sehingga selalu terlihat oleh pelaku yang juga orang dekatnya
Kasatreskrim Polresta Cirebon Komisaris Rina Perwitasari mengatakan, kasus kekerasan terhadap anak mendominasi kasus kriminal di Cirebon. Tahun lalu saja, pihaknya menangani 53 kasus kekerasan seksual terhadap anak.
“Kami belum tahu apakah ini berkaitan dengan masa pandemi. Namun, kami komitmen menangani kasus ini,” katanya.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kabupaten Cirebon Siti Nuryani menilai, pandemi Covid-19 turut memicu kekerasan seksual terhadap anak. “Tempat kejadian perkara, misalnya, berlangsung di rumah saat anak-anak tidak berkegiatan sehingga selalu terlihat oleh pelaku yang juga orang dekatnya,” paparnya.
Oleh karena itu, pandemi, lanjutnya, seharusnya tidak mengurangi gerakan pencegahan kekerasan seksual terhadap anak. Sosialisasi terkait hal itu diperlukan melalui sekolah hingga kader posyandu.
“Sosialisasi bisa dengan membuat grup Whatsapp. Dengan begitu, orangtua, misalnya bisa mengenali perubahan tingkah laku pada korban kekerasan seksual. Seperti, berdiam diri atau mengeluh kesakitan pada organ vitalnya,” ungkapnya.