Hujan dan Hujan Buatan Tekan Potensi Kebakaran Lahan di Sumsel
Walau sudah memasuki puncak musim kemarau, kebakaran lahan di Sumsel masih cukup terkendali. Hal itu karena masih terjadinya hujan di beberapa kawasan rawan, terutama di lahan gambut dan adanya hujan buatan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Kebakaran lahan di Sumsel masih terkendali walaupun saat ini sudah memasuki puncak musim kemarau. Hujan yang masih turun di beberapa kawasan rawan, terutama di lahan gambut, dan penerapan teknologi modifikasi cuaca untuk membuat hujan buatan menyebabkan kondisi lahan tidak terlalu kering.
Hal itu mengemuka dalam diskusi virtual ”Pengendalian Karhutla di Tingkat Tapak” yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Selasa (15/9/2020).
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Selatan Ansori mengatakan, saat ini kebakaran lahan di Sumatera Selatan masih terkendali. Titik panas jauh berkurang dibandingkan tahun lalu.
Pada periode Januari sampai pertengahan September 2020, jumlah titik panas di Sumsel mencapai 3.696 titik panas, jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni sampai 8.704 titik panas. Khusus September ini, jumlah titik panas hanya 217 titik. Sementara pada September 2019, jumlah titik panas di Sumsel mencapai 6.829 titik.
Ansori mengatakan, rendahnya titik panas tahun ini disebabkan oleh masih basahnya lahan sehingga potensi kebakaran di Sumsel terbilang rendah. Selain itu juga masifnya teknologi modifikasi cuaca (TMC) karena potensi awan hujan masih ada walau Sumsel sudah memasuki puncak musim kemarau.
Beragam upaya juga terus dilakukan, baik dari aspek pencegahan, pelaksanaan pemadaman, maupun pemulihan lahan yang terbakar. Dalam catatan BPBD Sumsel, hingga September 2020, jumlah lahan yang terbakar masih rendah, yakni mencapai 171,93 hektar. ”Sebagian besar lahan yang terbakar pun adalah lahan mineral,” ucapnya.
Berdasarkan data dari Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan OpsRoom Sipongi, terjadi penurunan luas kebakaran lahan di Sumsel yang cukup signifikan. Pada tahun 2019 total luas kebakaran di Sumsel mencapai 336.798 hektar, tetapi tahun ini, kebakaran lahan di Sumsel hanya 678 hektar.
Kepala Subdirektorat Penanggulangan Karhutla KLHK Radian Bagiono mengatakan, keberadaan TMC memang meningkatkan potensi hujan sekitar 20-50 persen dibandingkan yang diprediksikan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Teknologi ini awalnya digunakan di bidang pertanian, tetapi saat ini sudah digunakan untuk penanggulangan karhutla.
Induksi awan hujan, lanjut Radian, sejauh ini sudah dilakukan di beberapa provinsi rawan terbakar, seperti Riau, Sumsel, Jambi, dan Kalimantan Barat.
Induksi awan hujan sejauh ini sudah dilakukan di beberapa provinsi rawan terbakar, seperti Riau, Sumsel, Jambi, dan Kalimantan Barat.(Radian Bagiono)
Radian mengatakan, upaya pencegahan kebakaran adalah hal prioritas tidak hanya di tujuh provinsi rawan terbakar, yakni Riau, Jambi, Sumsel, Kalteng, Kalbar, Kalsel, dan Kaltim, tetapi juga di beberapa kawasan yang memiliki potensi kebakaran, seperti Aceh, Kalimantan Utara, dan Papua.
Koordinator Daerah Operasi Manggala Agni Sumsel Tri Prayogi menuturkan, tahun ini Sumsel memang diterpa keberuntungan karena kondisi lahan tidak terlalu kering akibat guyuran hujan. ”Tidak ada daerah yang tidak hujan selama 10 hari berturut-turut sehingga lahan masih tetap lembab dan kebakaran lahan bisa diminimalisasi,” ucapnya.
Selain itu, ujar Tri, kebakaran yang terjadi belum menyentuh kawasan gambut dalam seperti di daerah Ogan Komering Ilir dan Musi Banyuasin. Namun, proses pencegahan terus dilakukan karena jika kawasan tersebut terbakar, maka akan sulit dipadamkan.
Tri menuturkan, jauh sebelum masuk ke puncak musim kemarau, pihaknya bersama pemangku kepentingan lainnya sudah melakukan patroli terpadu di beberapa daerah rawan terbakar. Bahkan, pelaksanaan patroli terpadu sudah dilakukan sejak April 2020 lalu hingga saat ini. Tujuannya, mengarahkan masyarakat yang hidup di kawasan rawan terbakar agar turut serta membantu mencegah kebakaran.
Revitalisasi ekonomi
Radian menambahkan, agar potensi kebakaran lahan dapat dicegah, beragam upaya revitalisasi ekonomi harus dilakukan agar ekonomi masyarakat berkembang sehingga masyarakat tidak lagi berpikir untuk membuka lahan dengan cara membakar.
Beberapa cara yang bisa dilakukakan adalah dengan perhutanan sosial atau pembentukan Masyarakat Peduli Api (MPA) Paralegal. ”Nantinya, masyarakat akan dilatih untuk mengembangkan ekonominya dan tidak lagi membakar,” ucapnya.
Untuk di wilayah Sumsel, MPA Paralegal sudah diterapkan di dua kawasan, yakni di Desa Riding, Kecamatan Pangkalan Lampam, Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Desa Tanah Pilih, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin.