Harga Sayur di Malang Anjlok dan Masih Bertahan Rendah
Harga sayuran di tingkat petani di Malang anjlok sejak beberapa bulan lalu dan hingga kini masih bertahan rendah. Permintaan konsumen dan industri yang belum pulih selama pandemi Covid-19 menjadi penyebab.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS-Permintaan konsumen dan industri yang belum pulih selama pandemi Covid-19 masih berdampak terhadap dunia pertanian di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Harga sejumlah komoditas sayuran di tingkat petani anjlok sejak beberapa bulan lalu dan hingga kini masih bertahan rendah.
Kondisi kurang menguntungkan ini masih ditambah oleh pasokan di lapangan yang melimpah dalam beberapa pekan terakhir. Akibatnya petani harus merugi karena nilai jual hasil bumi tidak sebanding dengan ongkos produksi. Kalaupun ada kenaikan harga, hanya sedikit dan berlangsung singkat.
Sejumlah petani di sentra penghasil sayur di Kabupaten Malang, yakni Kecamatan Ngantang dan Poncokusumo menyebut beberapa sayur yang harganya rendah, antara lain, cabai rawit, sawi putih, tomat, dan kubis.
Harga cabai rawit saat ini di kisaran Rp 9.000-13.000 per kilogram (kg) dari kondisi normal Rp 25.000-Rp 30.000 per kg, sawi putih Rp 500 per kg dari Rp 2.000 per kg, tomat Rp 700-Rp 1.000 per kg dari Rp 2.000-Rp 3.000 per kg, serta kubis Rp 250-Rp 300 per kg dari biasanya Rp 1.500-Rp 2.000 per kg.
“Di sini harga cabai rawit rata-rata Rp 8.000-Rp 10.000 per kg. Standarnya Rp 25.000-Rp 30.000 per kg baru petani untung. Harga Rp 25.000-Rp 30.000 pernah terjadi di masa-masa awal korona, setelah itu anjlok sampai sekarang,” kata Santoso, salah satu petani di Desa Ngantru, Kecamatan Ngantang.
Selain cabai, Santoso mempunyai tanaman sayur lain, yakni sawi putih dan tomat. Pekan lalu, sawi putih miliknya di lahan 1,5 hektar laku terjual Rp 15 juta dari biasanya Rp 80 juta. Sedangkan ongkos produksinya mencapai Rp 25-Rp 30 juta.
“Tomat saya baru saja ditebas tengkulak seharga Rp 15 juta untuk lahan 1,5 hektar. Biasanya masih laku Rp 50 juta. Padahal ongkos produksi tomat sekitar Rp 40 juta,” ucapnya.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Kecamatan Poncokusumo Syaiful Ashari mengatakan kondisi serupa terjadi di wilayahnya. Rendahnya harga jual membuat sebagian petani terpaksa membiarkan tanamannya kering begitu saja di lahan.
Hal ini dilakukan karena biaya petik lebih tinggi dibanding harga jual. Padahal, untuk cabai saja, saat panen raya, produksi dari Poncokusumo bisa mencapai 40 ton dalam sehari. “Cabai keriting biasanya Rp 50.000 per kg namun saat ini hanya Rp 7.000 per kg,” ucapnya.
Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang, Budiar Anwar, membenarkan harga sejumlah komoditas sayur di wilayahnya terpengaruh oleh situasi pandemi. Selama pandemi permintaan masyarakat turun, termasuk sektor industri yang biasanya membutuhkan bahan baku cabai.
Cabai keriting biasanya Rp 50.000 per kg namun saat ini hanya Rp 7.000 per kg
“Restoran belum sepenuhnya beroperasi maksimal, begitu pula perhotelan. Masyarakat yang biasanya makan di luar rumah, saat ini juga lebih memilih membawa makanan sendiri. Begitu pula usaha katering, banyak yang belum beroperasi kembali karena kegiatan hajatan dan lainnya masih terhenti,” ucapnya.
Berkaca pada situasi pandemi kali ini, menurut Budiar, ke depan, para petani diharapkan mau mengatur pola tanam sehingga pasokan sayur yang sama tidak melimpah dalam satu waktu. Pihaknya juga berharap Kementerian Pertanian bisa melakukan pemetaan agar penanaman dan distribusi sayur bisa merata.
“Sebenarnya, untuk beberapa jenis sayur, bisa diarahkan untuk ekspor seperti yang dua pekan dilakukan di Poncokusumo (ekspor kubis ke Taiwan). Namun, tidak semua kubis yang tumbuh di Malang ternyata sesuai dengan karakter yang dibutuhkan importir,” ucapnya.
Ke depan, Budiar berharap ada inverstor yang datang untuk membangun pabrik pengolahan sayur di wilayahnya karena selama ini Malang menjadi salah satu sentra sayur di Jawa Timur.