Elegi Sisi Gelap Lumbung Pangan Negeri Ini
Kemiskinan di lumbung padi nasional di Indramayu, Jawa Barat, kembali memakan korban jiwa. Program pemutus kemiskinan hingga pemilihan kepala daerah baru tidak pernah benar-benar menenangkan warga yang sulit sejahtera.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F09%2F67a352c4-853a-4945-bc40-d9a6ea2af1c9_jpg.jpg)
Garis polisi mengelilingi rumah M, yang diduga membunuh istrinya, Junah, di Desa Bangodua, Kecamatan Bangodua, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Senin (7/9/2020). Jasad korban ditemukan dalam lantai kamar setelah menghilang lebih dari sebulan.
Temuan jasad Junah (65) di lantai rumahnya tidak hanya mengungkap tersangka pembunuhan, yang tak lain adalah suaminya, M (65). Tragedi itu juga membuka sisi gelap kemiskinan dan lemahnya ketahanan keluarga di Indramayu, lumbung pangan nasional.
Semakin hari, bau tak sedap kian menyengat di sekitar rumah Junah di Blok Pemengkang, Desa Bangodua, Kecamatan Bangodua, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Sumber bau itu terus menghantui warga, seperti rasa penasaran terkait hilangnya Junah 40 hari terakhir.
Ketua RT 008 RW 004 Desa Bangodua, Casnadi, bersama sejumlah warga lantas memberanikan diri ke rumah Junah, Sabtu (5/9/2020) sekitar pukul 18.00. Gedoran pintu Casnadi tenggelam dalam lagu tarling (gitar-suling) dangdut dari radio yang nyaring dari dalam rumah. Pintu rumah tak kunjung dibuka.
Ia pun menjebol balok jendela di samping rumah. Dari lubang jendela yang seukuran pinggul orang dewasa itu, Casnadi masuk ke kediaman Junah. Ternyata, M sedang tertidur tanpa penerangan meskipun hari mulai gelap.
”Kenapa pintu enggak dibuka?” kata Casnadi.
”Saya capek,” jawab M sambil mengenakan baju.
Casnadi lalu meminta M untuk keluar agar lebih mudah memecahkan teka-teki ke mana perginya Junah. Apalagi, M bilang, istrinya lagi cari duit. Namun, lain waktu Junah disebut pergi ke rumah anaknya.
Kecurigaan kian menebal ketika Casnadi menginjak tanah gembos di samping ranjang M. Bau busuk kian menusuk tajam. Warga pun mulai menggali lantai bertanah itu. Di kedalaman sekitar 60 sentimeter, tampak sepasang kaki. Setelah dibongkar, jasad Junah terlihat, masih mengenakan daster, dibungkus kain, karung, dan spanduk bekas.
Polisi yang menerima laporan tersebut langsung menangkap M. Garis polisi mengelilingi rumah berukuran 4,5 meter x 4 meter itu, Senin (7/9/2020). Aroma tak sedap masih tercium membuat warga yang melintas di rumah itu menutup hidungnya. Lalat beterbangan di rumah dengan kasur bekas, koper, hingga sepeda tua teronggok di bagian belakangnya.
Peristiwa itu mengagetkan warga. Selama ini M dikenal ramah. ”Kalau ketemu warga, dia pasti salaman meski sedang angkat air. Namun, sebulan terakhir, yang bersangkutan kalau masuk rumah langsung mengunci pintu dan menyetel radio kencang,” kata Casnadi.
Baca juga: Suami Diduga Bunuh dan Kubur Istri di Lantai Rumahnya di Indramayu
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F09%2Ff4debc74-4b9c-4fc1-8979-7564f1e5e0e3_jpg.jpg)
Tumpukan kasur dan barang lainnya teronggok di rumah M, pelaku yang diduga membunuh istrinya, Junah, di Desa Bangodua, Kecamatan Bangodua, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Senin (7/9/2020). Jasad korban ditemukan dalam lantai kamar setelah menghilang lebih dari sebulan.
M selama ini bekerja sebagai buruh tani serabutan dengan upah sekitar Rp 70.000 per hari. Tidak ada secuil tanah dari sekitar 6.900 hektar sawah di Bangodua adalah miliknya. Pasokan air irigasi dari Bendungan Rentang, tidak jauh dari desanya, selama ini juga tidak menaikkan kesejahteraannya.
Begitu juga dengan kerjaan hansip selama lebih dari satu dekade. Penghasilannya, Rp 250.000 per bulan dan dicairkan setelah tiga bulan. Biasanya, uang tambahan diperoleh saat menjaga hajatan, seperti pernikahan. Namun, pandemi Covid-19 beberapa bulan menihilkan hajatan. M yang selama ini menjaga keamanan warga ternyata melenyapkan rasa aman istrinya.
”Informasi warga, keduanya memang sering bertengkar karena masalah ekonomi,” katanya. Namun, tak satu pun warga yang melaporkan kejadian itu kepada pihak berwenang karena menganggap urusan keluarga. Saking seringnya keduanya cekcok, warga menganggap biasa.
M dan Junah menikah lebih dari 30 tahun. Sebelum dengan M, Junah sudah menikah dan dikaruniai tiga anak. ”Anaknya di luar kota. Mereka bukan lagi jarang menjenguk, tetapi tidak pernah. Lebaran saja enggak datang,” ujarnya.
Padahal, pasangan ini hanya tinggal berdua di rumah sejak berdinding bambu hingga batu setelah mendapatkan bantuan rehabilitasi rumah tidak layak huni. Bahkan, ketika Junah meninggal dan suaminya mendekam di penjara, anaknya belum juga datang.
”Saya telepon anaknya di Medan. Katanya, ya sudah, Pak RT. Saya pasrah,” ujar Casnadi menirukan ungkapan anak korban.
Saya telepon anaknya di Medan. Katanya, ya sudah, Pak RT. Saya pasrah.
Kekerasan
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F09%2F27b31724-b22e-4fae-9dc0-8c944025f6a6_jpg.jpg)
Kasatreskrim Polres Indramayu Ajun Komisaris Hamzah Badaru saat diwawancarai di Desa Bangodua, Kecamatan Bangodua, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Senin (7/9/2020).
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Indramayu Ajun Komisaris Hamzah Badaru mengatakan, berdasarkan pemeriksaan sejumlah saksi dan terduga pelaku, pembunuhan itu berawal ketika Junah meminta uang Rp 150.000 untuk kebutuhan harian kepada suaminya. Namun, M mengaku tidak punya uang.
”Mereka lalu bertengkar. Ada kata-kata korban yang hendak mengusir suaminya. Di situ suaminya jengkel dan sakit hati. Korban lalu dicekik hingga tidak bergerak. M lalu pergi tiga hari,” ungkapnya. Saat kembali, tubuh Junah sudah kaku. Spontan dan panik, M mengubur istrinya di lantai rumah.
”Untuk kondisi kejiwaan M, kami belum melihat ada indikasi gangguan karena yang bersangkutan masih bisa berkomunikasi,” katanya. Meski demikian, pihaknya telah berkoordinasi dengan rumah sakit untuk memeriksa kejiwaan M.
Menurut Hamzah, semenjak ia bertugas di Indramayu pada Februari 2020, kasus pembunuhan di Bangodua merupakan kasus pertama yang melibatkan satu keluarga. Selebihnya, pihaknya banyak menangani kasus pencurian dengan kekerasan atau pemberatan.
Baca juga: Ekonomi Ciayumajakuning Tumbuh, Kemiskinan Merajalela
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F01%2F734f337e-43f3-46ac-b9e4-fb9ef87dbfa1_jpg.jpg)
Petugas gabungan mengevakuasi warga dari banjir di Desa Sumuradem, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Kamis (9/1/2020). Banjir setinggi 20 sentimeter hingga 1 meter melanda ratusan rumah di Kecamatan Sukra, Patrol, dan Anjatan setelah hujan lebat mengguyur.
Dalam catatan Kompas, kasus pembunuhan oleh suami terhadap istri pernah terjadi di Indramayu. Pertengahan 2019, misalnya, SP (15), warga Desa Dukuh Tengah, Karangampel, dibunuh UN (19), suaminya, yang juga tetangga desa. SP dicekik hingga tewas setelah meminta jalan-jalan setelah Lebaran.
Kasus serupa juga terungkap di Lamarantarung, Kecamatan Cantigi, Oktober 2017. Dupendi (35) tega membunuh istrinya, Daliri (30), dengan kapak karena menolak rujuk. Dupendi sempat mencoba bunuh diri dengan kapak itu, tetapi masih bisa terselamatkan. Saat itu, Daliri mengajukan cerai karena suaminya tidak menafkahinya.
Sekretaris Cabang Koalisi Perempuan Indonesia Indramayu Yuyun Khoerunnisa menilai, kasus pembunuhan suami terhadap istri menunjukkan jurang kemiskinan sekaligus lemahnya ketahanan keluarga di Indramayu.
”Kepada siapa lagi istri meminta uang kalau bukan ke suaminya? Namun, mereka selalu menjadi korban,” ungkapnya.
Kasus pembunuhan suami terhadap istri menunjukkan jurang kemiskinan sekaligus lemahnya ketahanan keluarga di Indramayu.
Miskin

Foto udara lalu lintas lengang di Tol Cipali, Indramayu, Jawa Barat, Kamis (21/5/2020) pukul 08.30. Adanya larangan mudik untuk pencegahan penyebaran Covid-19 membuat arus lintas di tol yang ramai menjelang Lebaran menjadi sepi.
Indramayu, misalnya, tercatat sebagai daerah dengan persentase rumah tangga miskin yang lantai terluas rumahnya berupa tanah di Jabar, yakni 13,8 persen pada Maret 2019. Berdasarkan persentase kemiskinan tahun lalu, Indramayu merupakan daerah termiskin ketiga di antara 27 kabupaten/kota di Jabar setelah Kuningan dan Tasikmalaya.
Ini ironis karena Indramayu merupakan daerah dengan produksi beras tertinggi kategori kabupaten/kota di Indonesia tahun ini, yakni 789.657 ton. Aneka penghargaan sebagai lumbung pangan nasional belum mampu melepas jerat kemiskinan di Indramayu.
Dalam buku Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016 dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Badan Pusat Stastistik, ketahanan ekonomi menjadi faktor dalam ketahanan keluarga. Faktor lainnya adalah ketahanan fisik, keutuhan keluarga, serta ketahanan sosial budaya dan ketahanan sosial psikologi.
Dalam buku itu dipaparkan, pendapatan per kapita yang lebih dari Rp 250.000 per bulan pada 2015 lebih mampu menjaga ketahanan keluarga dibandingkan pendapatan yang kurang dari itu. Ironisnya, dari survei terhadap 300.000 rumah tangga di sejumlah daerah, sebanyak 3,54 persen di antaranya punya pendapatan kurang dari Rp 250.000. M dan Junah termasuk dalam rumah tangga tersebut.
Yuyun mengatakan, Program Keluarga Harapan (PKH) oleh pemerintah seharusnya bisa memperkuat ketahanan keluarga dalam bidang ekonomi. PKH merupakan bantuan sosial kepada keluarga kurang mampu. ”Kadang, PKH juga tidak tepat sasaran. Warga juga perlu peduli dengan tetangganya yang kurang mampu,” ujarnya.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F06%2Fbb8b8ef6-0f3e-44d9-b7cc-1b3fa3ac90c3_jpg.jpg)
Warga melintas di depan baliho sejumlah kandidat calon bupati Indramayu di daerah Balongan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Senin (29/6/2020). Saat ini, tahapan pemilihan kepala daerah memasuki verifikasi faktual calon perseorangan. Adapun pemungutan suara digelar pada 9 Desember mendatang.
Pelaksana Tugas Bupati Indramayu Taufik Hidayat mengatakan, penyalur PKH telah menandatangani pakta integritas untuk mencegah penyelewengan bantuan. Sebanyak 1.911 dari 77.805 rumah tangga penerima manfaat PKH telah menjadi mandiri, tidak menerima bantuan PKH lagi. ”Ini indikator utama keberhasilan PKH di Indramayu,” ujarnya.
Kini, Junah pergi untuk selamanya. M mendekam di jeruji besi. Bantuan pangan nontunai dari pemerintah sepertinya tidak mampu menyelamatkan keutuhan keluarga M dan Junah.
Begitupun dengan spanduk dan poster politisi yang ingin jadi bupati Indramayu dalam Pilkada 2020. Hanya ada senyum dalam gambar yang terpaku di batang pohon jati dan dinding permukiman warga tak jauh dari rumah Junah mengembuskan napas terakhirnya.
Baca juga: Kepergian Yance dan Warisannya di Indramayu