Penundaan Pilkada di Zona Merah Sumut Perlu Dipertimbangkan
Penundaan pemilihan kepala daerah di daerah berisiko tinggi penularan Covid-19 di Sumatera Utara perlu dipertimbangkan. Berkaca dari tahap pendaftaran bakal calon di KPU, penerapan protokol Covid-19 sulit dilakukan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS - Wacana penundaan pemilihan kepala daerah di daerah berisiko tinggi penularan Covid-19 di Sumatera Utara perlu dipertimbangkan. Berkaca dari tahap pendaftaran bakal calon di KPU, penerapan protokol Covid-19 sulit dilakukan karena adanya pengerahan massa dari bakal calon dan partai politik.
"Secara teknis, kami siap menyelenggarakan pilkada di 23 kabupaten/kota di Sumut. Namun, dalam kondisi pandemi, pertimbangannya tentu tidak hanya kesiapan teknis, tetapi juga bagaimana agar pilkada jangan menjadi tempat penularan Covid-19," kata Komisioner KPU Sumut Benget Silitonga, Senin (14/9/2020).
Benget mengatakan, penerapan protokol Covid-19 sangat sulit dilakukan jika berkaca pada tahapan pendaftaran bakal calon di KPU, 4-6 September. Secara teknis, KPU dapat melaksanakan protokol Covid-19 di wilayahnya seperti tes cepat Covid-19 untuk penyelenggara, disinfeksi tempat pendaftaran, kewajiban memakai masker dan mencuci tangan, pembatasan orang yang masuk, dan menjaga jarak.
Akan tetapi, penerapan protokol Covid-19 sangat sulit dilakukan di luar wilayah KPU. Pengerahan massa pun terjadi hampir di semua pendaftaran bakal calon di Sumut. "Penerapan protokol Covid-19 tidak bisa hanya dilakukan penyelenggara pemilu. Bakal calon dan parpol juga harus berkomitmen untuk menerapkan protokol Covid-19," kata Benget.
Pada saat pendaftaran bakal calon ke KPU, pelanggaran protokol kesehatan terjadi cukup masif di Sumut. Enam bakal calon bahkan positif Covid-19 berdasarkan surat hasil uji PCR yang diserahkan ke KPU, ada empat bakal calon di Kota Sibolga, satu di Binjai, dan satu lagi di Tapanuli Selatan.
Tiga orang bakal calon bahkan ikut mendaftar dan mengerahkan massa meskipun sudah tahu dirinya positif Covid-19. Di Karo, bakal calon meninggal karena Covid-19 sebelum mendaftar ke KPU.
Benget mengatakan, keputusan untuk menunda pilkada mereka serahkan kepada pemerintah pusat, DPR, dan KPU. "Namun, menurut kami perlu dipertimbangkan penundaan pilkada di daerah dengan risiko penularan yang tinggi," kata Benget.
Secara terpisah, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi menyatakan, ada lima pilkada yang berisiko tinggi menjadi tempat penularan Covid-19 yakni Kota Medan, Binjai, Sibolga, Gunungsitoli, dan Mandailing Natal. Penularan Covid-19 di daerah tersebut hingga kini tidak terkendali. Sementara, penularan Covid-19 di pilkada lainnya berisiko sedang.
Edy pun mengingatkan agar bakal calon berkontribusi dalam mencegah penularan Covid-19. "Bakal calon harus patuh dan disiplin menerapkan dan mensosialisasikan protokol Covid-19 dalam semua tahapan pilkada," katanya.
Edy mengatakan, pengawasan penerapan protokol Covid-19 pada pilkada akan dilakukan ketat oleh KPU, Bawaslu, Gugus Tugas Percepatan Penananganan Covid-19, Polri, dan TNI. Aturan tentang sanksi bagi pasangan calon yang melanggar pun sedang disiapkan.
Sementara itu, juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumut Aris Yudhariansyah mengatakan, kasus positif Covid-19 di Sumut kini mencapai 8.559 orang. Sebanyak 5.162 orang di antaranya telah sembuh dan 361 meninggal. Dalam seminggu terakhir, terdapat 832 kasus positif baru dan 20 kasus meninggal.
"Kami ingatkan, hingga saat ini Medan dan Deli Serdang masih menjadi episentrum Covid-19," katanya.
Aris mengatakan, penularan di daerah juga meluas, antara lain di empat kabupaten dan satu kota di Kepulauan Nias. Pemerintah kini memperketat pemeriksaan dan protokol kesehatan di wilayah kepulauan itu. Kasus Covid-19 masih terus meningkat di wilayah itu.