Lagi, 35 Satwa Liar Diselamatkan dari Pemeliharaan Tanpa Izin
Sebanyak 35 ekor satwa yang dilindungi diselamatkan dari pemeliharaan dan penampungan liar di Bitung, Sulawesi Utara, dan Gorontalo.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS – Sebanyak 35 ekor satwa yang dilindungi diselamatkan dari pemeliharaan dan penampungan liar di Kota Bitung, Sulawesi Utara, dan Gorontalo. Satwa-satwa liar yang mayoritas berasal dari Sulawesi itu akan direhabilitasi di dua tempat berbeda sebelum dilepasliarkan.
Penyelamatan satwa ini dilakukan oleh tim gabungan yang terdiri dari Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Seksi III Manado, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut, serta kepolisian dan TNI AD di Gorontalo. Operasi oleh tim gabungan itu dilaksanakan di 18 wilayah di Bitung dan Gorontalo pada 8 September 2020.
Dalam siaran pers tertulis, Senin (14/9/2020), Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Ditjen Gakkum KLHK Sustyo Iriyono mengatakan, penyelamatan satwa liar ini menyasar para pemburu yang menjadi hulu transaksi satwa liar. “Pemburu tersebar di kawasan hutan di enam lokasi di Bitung dan dua lokasi di Gorontalo,” kata dia.
Di hilir, tim gabungan menargetkan wilayah-wilayah peredaran satwa liar di Kota dan Kabupaten Gorontalo, Bone Bolango, dan Pohuwato. “Kami juga menyisir daerah-daerah yang sudah teridentifikasi menjadi pusat peredaran satwa liar,” kata Sustyo.
Hasilnya, tim berhasil mengamankan 29 ekor burung dari 12 spesies. Burung-burung yang diamankan meliputi tujuh perkici dora (Trichoglossus ornatus), empat nuri kepala hitam (Lorius lory), dua nuri kelam (pseudeoss fuscata), empat srindit sulawesi (Loriculus stigmatus), dan lima nuri ternate (Lorius garullus).
Selain itu, tim gabungan juga mengamankan masing-masing seekor nuri kalung ungu (Eos squamata), kakatua koki (Cacatua galerita), betet kepala paruh besar (Tanygnathus megoloryncos), kakatua putih (cacatua alba), perkici pelangi (Trichoglossus haematodus), kring-kring bukit (Prioniturus falvicans), dan nuri bayan (Electus rotatus). Habitat asli burung-burung itu adalah hutan-hutan di Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Lima ekor hewan dari tiga jenis primata juga diselamatkan dari kepemilikan warga yang tak berizin, yaitu tiga ekor monyet hitam (Macaca hecki) yang banyak ditemui di Gorontalo, seekor monyet hitam pantat merah (Macaca nigra) khas Sulut, serta seekor monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Seekor anoa dataran tinggi (Bubalus quarlesi) juga diamankan sehingga total satwa yang diselamatkan berjumlah 35 ekor.
Kalau pelanggaran ini terus terjadi, satwa liar kita semakin terancam punah sehingga keseimbangan ekosistem akan terganggu.
Menurut Sustyo, tim masih melanjutkan pencarian sampai saat ini di lokasi-lokasi yang diindikasikan rawan menjadi pusat jual-beli satwa liar. Sebab, masih banyak pemelihara satwa liar yang tidak tahu mereka melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Padahal, menurut UU tersebut, kejahatan terhadap tumbuhan dan satwa liar dapat diganjar hukuman penjara maksimal 5 tahun dengan denda paling besar Rp 100 juta. Namun, biaya ekologis dinilai jauh lebih penting ketimbang menghukum pelaku. Pencegahan dan operasi yang memanfaatkan pendekatan persuasif perlu dipertahankan.
“Kalau pelanggaran ini terus terjadi, satwa liar kita semakin terancam punah sehingga keseimbangan ekosistem akan terganggu. Jadi, kami harus melakukan penindakan tegas,” ujar Sustyo.
Sebelumnya, tim gabungan di Sulut juga sudah menyelamatkan 16 satwa liar dari pemeliharaan tanpa izin di Manado, Minahasa, dan Minahasa Utara. Hewan-hewan yang diselamatkan dibawa ke Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki di Minahasa Utara untuk direhabilitasi.
Adapun 35 satwa yang diselamatkan di Gorontalo dan Bitung akan dirawat terlebih dahulu di dua tempat terpisah. Hewan sitaan dari Gorontalo akan diamankan di kandang transit Seksi Konservasi Wilayah II Gorontalo, sedangkan hewan sitaan dari Bitung dititipkan di Taman Margasatwa Tandurusa, Bitung.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Gorontalo BKSDA Sulut Syamsuddin Haju mengatakan, satwa-satwa sitaan itu akan direhabilitasi sebelum dilepasliarkan ke habitatnya. Selama itu, kondisi fisik mereka akan dimonitor. Hewan yang berasal dari luar Sulut maupun Gorontalo akan dikarantina terlebih dahulu.
“Kami akan berkoordinasi dengan pihak terkait di mana satwa itu berasal. Setelah itu, akan kami atur teknis pengembaliannya ke habitat aslinya di daerah asal,” kata Syamsuddin.
Sementara itu, Kepala BKSDA Sulut Noel Layuk Allo mengatakan, pihaknya akan terus menyelidiki dan mengumpulkan informasi soal jaringan perdagangan satwa antarpulau maupun ke luar negeri. Di saat yang sama, pelestarian kawasan konservasi sebagai habitat satwa liar akan terus diupayakan.
Karena itu, kerja sama antarlembaga negara perlu diperkuat. “Kami akan terus bekerja sama dengan Ditjen Gakkum untuk melindungi kekayaan sumber daya hayati kita ini,” kata Noel.