Kasus Melonjak, DPR Aceh Kritik Penanggulangan Pandemi Covid-19 di Aceh
Satu juta warga Aceh dalam kondisi rawan jika terpapar Covid-19 karena mereka memiliki penyakit penyerta, seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung, gagal ginjal, penyakit paru, dan obesitas.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Jumlah warga yang terpapar Covid-19 di Aceh terus melonjak. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh meminta tim pemprov mengevaluasi strategi penanggulangan pandemi Covid-19.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Dahlan Jamaluddin dalam konferensi pers di Banda Aceh, Senin (14/9/2020), menuturkan, Pemprov Aceh atau Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 Aceh tidak terbuka terkait strategi pencegahan penyebaran Covid-19.
Selain itu, lanjut Dahlan, data terkait penanganan Covid-19 seperti angka uji swab/usap, kluster penyebaran, dan hasil evaluasi tidak dibuka berkala ke publik. Menurut Dahlan, publik perlu asupan informasi peta penyebaran agar bisa meningkatkan kewaspadaan diri.
”Pemprov Aceh tidak pernah terbuka. Setiap hari yang disebutkan hanya jumlah kasus, tetapi bagaimana penyebaran, kluster mana, dan riwayat penyebaran tidak dibuka,” kata Dahlan.
Pemprov Aceh tidak pernah terbuka. Setiap hari yang disebutkan hanya jumlah kasus, tetapi bagaimana penyebaran, kluster mana, dan riwayat penyebaran tidak dibuka.
Dari Juli hingga September 2020 kasus positif Covid-19 di Aceh terus bertambah. Setiap hari selalu ada kasus baru. Hingga Senin (14/9/2020) jumlah kasus positif 2.738 orang. Sebanyak 93 orang meninggal, 700 sembuh, dan 1.999 orang dalam perawatan. Sejauh ini terdapat 13 rumah sakit yang menjadi rumah sakit perawatan pasien Covid-19 di Aceh.
Semakin banyak orang yang terpapar Covid-19 membuat rumah sakit di Aceh tidak mampu menampung pasien untuk dirawat di ruang isolasi. Pemprov Aceh kemudian mengeluarkan imbauan warga yang positif, tetapi tidak menunjukkan gejala melakukan isolasi mandiri di rumah.
Dahlan mengatakan, isolasi mandiri di rumah hunian sangat berisiko terhadap penyebaran lebih luas kepada anggota keluarga. ”Seharusnya pemerintah provinsi dan kabupaten menyediakan rumah isolasi terpadu karena tidak ada jaminan karantina mandiri berhasil,” kata Dahlan.
Dahlan mengatakan, Gugus Tugas Aceh tidak punya rencana aksi yang konkret dalam mencegah penyebaran Covid-19. Di tingkat masyarakat protokol kesehatan diabaikan, tetapi tidak ada upaya meningkatkan kedisiplinan.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh Safrizal Rahman mengatakan, seharusnya Pemprov Aceh membuka bagaimana strategi penanggulangan Covid-19 agar publik bisa terlibat. Safrizal menilai penanggulangan pandemi di Aceh sangat rapuh sehingga kasus terus melonjak.
Safrizal mengatakan, bukan hanya warga, tenaga kesehatan kini semakin yang banyak yang terpapar Covid-19 dan dua dokter di Aceh meninggal karena Covid-19. ”Meninggalnya tenaga medis karena Covid-19 menunjukkan pandemi korona semakin parah,” kata Safrizal.
Safrizal khawatir penyebaran semakin meluas, upaya pencegahan minim dilakukan. IDI Aceh merekomendasi kepada Pemprov Aceh agar melakukan upaya pencegahan dengan terstruktur, simultan, dan transparan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat.
”Upaya promotif, preventif, dan kuratif dari hilir ke hulu harus seimbang,” kata Safrizal.
Menurut Safrizal, 1 juta warga Aceh dalam kondisi rawan jika terpapar Covid-19 karena mereka memiliki penyakit penyerta, seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung, gagal ginjal, penyakit paru, dan obesitas. Orang yang memiliki penyakit penyerta lebih sukar disembuhkan saat terpapar Covid-19.
Juru bicara Gugus Tugas Covid-19 Aceh, Saifullah Abdul Gani, belum bersedia menanggapi kritikan DPR Aceh terhadap strategi pencegahan penyebaran Covid-19.
Namun, dalam wawancara sebelumnya, Saifullah menuturkan, tim Gugus Tugas Aceh telah berupaya maksimal menahan laju penyebaran Covid-19 dengan sosialisasi, penutupan sekolah, penerapan jam malam, dan pembagian masker.
”Kami juga melibatkan tokoh agama untuk menyampaikan kepada warga tentang protokol kesehatan,” kata Saifullah.