Tambang Batubara di Sawahlunto Runtuh, Tiga Pekerja Meninggal
Tiga pekerja meninggal dan satu lainnya luka berat akibat tertimpa runtuhan lubang tambang batubara di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Polisi dan Dinas ESDM setempat masih menyelidiki penyebab kejadian ini.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS -- Tiga pekerja meninggal dan satu lainnya luka berat akibat tertimpa runtuhan lubang tambang batubara CV Tahiti Coal di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Polisi bersama Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral setempat, tengah menyelidiki pemicu kejadian tersebut.
Kepala Kepolisian Resor Sawahlunto Ajun Komisaris Besar Junaidi Nur, Minggu (13/9/2020), membenarkan kejadian tersebut. Kecelakaan terjadi pada Sabtu (12/9/2020) sekitar pukul 05.00. “Ada empat pekerja jadi korban, tiga meninggal dunia, satu luka (patah kaki),” kata dia.
Junaidi mengatakan, untuk sementara, polisi menghentikan aktivitas tambang di sekitar lokasi. Polisi bersama saksi ahli dari Dinas ESDM Sumbar tengah menyelidiki kemungkinan unsur kelalaian dari perusahaan atau pekerja dalam kecelakaan tersebut.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Sawahlunto Inspektur Satu Roy Sinurat menjelaskan, kecelakaan terjadi di lokasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) CV Tahiti Coal di Desa Sikalang, Kecamatan Talawi, Sawahlunto. Kecelakaan terjadi di lubang THT 03 pada kedalaman 150 meter.
“Saat kejadian, Sabtu pukul 05.00, pekerja dengan jadwal pukul 20.00-06.00 sedang beraktivitas. Tiba-tiba terjadi runtuhan yang menyebabkan empat korban, yaitu satu orang patah kaki dan tiga meninggal,” kata Roy.
Menurut Roy, korban meninggal berinisial A, Y, dan I sedangkan korban luka berinisial B. Pekerja B dan A dapat dievakuasi pada Sabtu sekitar pukul 07.00 dan Y dievakuasi sekitar pukul 17.15. Sementara itu, I baru dapat dievakuasi pada Minggu sekitar pukul 05.30.
Roy melanjutkan, polisi belum dapat memastikan penyebab runtuhan karena masih dalam proses penyelidikan. Pemeriksaan saksi terkendala karena masih dalam suasana duka. Selain itu, para petugas juga kelelahan karena proses evakuasi korban berlangsung hingga subuh. Pemeriksaan lokasi dan para saksi akan dilanjutkan pada Senin (14/9/2020) atau Selasa (15/9/2020).
Secara terpisah, Koordinator Inspektur Tambang Penempatan Dinas ESDM Sumbar Hendri M Sidik mengatakan, timnya sudah mendatangi lokasi pada Sabtu (12/9/2020) malam. Namun, investigasi belum dilakukan karena petugas fokus ke proses evakuasi dan penyelenggaraan korban meninggal.
Polisi belum dapat memastikan penyebab runtuhan karena masih dalam proses penyelidikan. Pemeriksaan saksi terkendala karena masih dalam suasana duka.
“Petugas mengutamakan pencarian korban. Kemungkinan, Senin besok mulai dilakukan investigasi. Petugas Tahiti juga butuh waktu untuk proses pemakaman korban meninggal,” kata Hendri.
Hendri melanjutkan, mulai hari Minggu ini, lokasi tambang ditutup sementara. Namun, tetap ada petugas CV Tahiti Coal yang piket guna memantau kemungkinan pergerakan tanah. Ia menambahkan, pertambangan bawah tanah memiliki risiko ambruk sewaktu-waktu. Oleh karena itu, ia meminta pekerja tambang tidak mengabaikan aspek keselamatan kerja ketika beraktivitas.
Sebelumnya, kecelakaan tambang dalam batubara di Sawahlunto yang menimbulkan korban jiwa juga beberapa kali terjadi. Laporan Kompas (26/1/2014) menyebutkan, satu petambang tewas dan empat lainnya terjebak reruntuhan di dalam lubang tambang batubara milik PT Dasrat Sarana Arang Sejati di Desa Batu Tanjung, Kecamatan Talawi. Lubang tambang runtuh dipicu ledakan gas metana di kedalaman 100 meter pada 24 Januari 2014.
Adapun pada 16 Juni 2009, juga terjadi ledakan di tambang batubara di perbatasan Kecamatan Talawi, Sawahluto, dengan Kecamatan Koto Tujuah, Sijunjung (Kompas, 17/6/2009). Sebanyak 13 petambang dilaporkan tewas dan 23 petambang lainnya tidak diketahui nasibnya. Ledakan di lokasi tambang milik Agustar, warga Kecamatan Koto Tujuah itu, diduga dipicu oleh gas metana yang terkandung di dalam tambang.