Jawa Tengah Deflasi, Pemprov Bantu Serap Produk Petani
Anjloknya harga sejumlah harga komoditas di Jawa Tengah pada Agustus 2020 menyebabkan deflasi 0,03 persen. Ini dipicu turunnya sejumlah harga komoditas pertanian. Pemprov berupaya membeli produk petani lewat ASN.
Oleh
GREGORIUS M FINESSO/ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Anjloknya harga sejumlah harga komoditas di Jawa Tengah pada Agustus 2020 menyebabkan deflasi 0,03 persen. Pemerintah Provinsi Jateng berupaya memborong produk pertanian petani agar harga terdongkrak. Sementara itu, serapan APBD didorong segera dikebut.
Menurut data Badan Pusat Statistik Jateng, pada Agustus 2020, terjadi deflasi sebesar 0,03 persen dengan indeks harga konsumen sebesar 104,62. Penyebab utama deflasi di Jateng ialah turunnya harga sejumlah komoditas pertanian, yakni daging ayam ras, bawang merah, cabai merah, telur ayam ras, dan beras.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jateng Sentot Bangun Widoyono, Jumat (11/9/2020), mengatakan, indeks harga konsumen (IHK) di Jateng pada Agustus tercatat 104,62, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 104,65.
”Dari enam daerah survei biaya hidup, tiga mengalami deflasi dan tiga lainnya inflasi. Tiga daerah yang deflasi ialah Purwokerto, Cilacap, dan Kota Semarang. Sementara daerah yang mengalami inflasi meliputi Kota Surakarta, Tegal, dan Kudus,” tutur Sentot.
Deflasi tertinggi terjadi di Purwokerto sebesar 0,12 persen, diikuti Cilacap sebesar 0,09 persen, dan deflasi terkecil di Kota Semarang sebesar 0,06 persen. Adapun Kota Surakarta mengalami inflasi terbesar, yaitu 0,12 persen, diikuti Kota Tegal sebesar 0,09 persen, dan inflasi terkecil di Kudus sebesar 0,05 persen.
Menurut Sentot, deflasi terjadi akibat penurunan harga yang ditunjukkan oleh indeks harga dua kelompok pengeluaran, yaitu kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,96 persen serta kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,04 persen.
Meski demikian, lanjut Sentot, ada beberapa faktor penahan utama deflasi di Jateng, yakni kenaikan harga emas perhiasan, minyak goreng, bawang putih, kontrak rumah, dan biaya pendidikan sekolah menengah atas.
Upaya pemprov
Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretaris Daerah Jateng Peni Rahayu, di Kota Semarang, Kamis (10/9/2020), mengatakan, seperti pada umumnya, deflasi diakibatkan kurangnya daya beli, sedangkan produksi meningkat. Untuk membantu serapan produksi, Pemprov Jateng meminta aparatur sipil negara (ASN) membeli sayur petani.
”Ada 4.300 paket (produk pertanian) yang dibeli ASN sehingga itu bisa mendongkrak (harga). Kami membelinya merata di daerah-daerah penghasil komoditas. Sebenarnya, membantu petani semestinya tak hanya saat seperti ini. Kami berharap bisa dirutinkan,” ujarnya.
Di sisi lain, hal tersebut menunjukkan melimpahnya sektor pertanian Jateng, sekaligus menjadi penopang saat sektor-sektor lain terdampak pada masa pandemi Covid-19. Selanjutnya, agar produk lebih terserap, Pemprov Jateng akan meningkatkan perdagangan antarprovinsi.
Pada awal September, harga sejumlah komoditas di Jateng anjlok. Di Magelang, misalnya, harga kol Rp 500 per kg, padahal harga normal Rp 2.000 per kg. Selain itu, tomat Rp 500 per kg (biasanya Rp 4.000 per kg) dan sawi Rp 250 per kg (biasanya Rp 1.000 per kg).
Di Kendal, harga cabai merah juga turun dari Rp 15.000 per kg menjadi Rp 7.000 per kg. Adapun harga cabai rawit merosot dari Rp 12.000 per kg menjadi Rp 8.000 per kg.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo memerintahkan ASN untuk menyerap produk petani, yang kemudian ditindaklanjuti Korpri organisasi ASN di lingkungan Pemprov Jateng dengan menggelar Gerakan Korpri Peduli Petani. Produk petani dibeli dengan harga pantas.
Menurut Ganjar, ada 18 jenis sayuran yang diborong ASN. ”Harapan saya, kabupaten/kota juga melakukan ini. Maka saya sudah kirimkan pesan ke para bupati/wali kota untuk ikut menggerakkan bareng-bareng agar semua bisa jalan,” ucapnya.
Serapan APBD
Dampak lain pandemi Covid-19 adalah belum optimalnya serapan APBD, termasuk di Jateng. Peni menuturkan, dari total APBD Provinsi Jateng 2020 sekitar Rp 28 triliun, hingga Rabu (9/9/2020) terserap sekitar 56 persen. Minimnya serapan itu disebabkan refocusing anggaran.
”Kemarin kami masih menunggu kapan Covid-19 ini berhenti. Kami sudah hitung lagi bantuan sosial, bantuan pangan nontunai, juga pertanian. Itu, kan, harus ditata kembali dan menunggu perubahan. Maka, setelah perubahan (APBD) disahkan, insya Allah kami kebut,” ujarnya.
Pada Kamis, 10 September, dilaksanakan rapat paripurna di DPRD Jateng dengan agenda mendengar jawaban gubernur atas pemandangan umum fraksi terhadap Perubahan APBD Tahun Anggaran 2020. Gubernur diwakili Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen.
Peni mengatakan, selain APBD, pemulihan ekonomi di Jateng juga memanfaatkan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dari pemerintah pusat. Pemanfaatan itu, antara lain, untuk Kartu Prakerja, subsidi upah, serta subsidi bunga dan restrukturisasi kredit UMKM.
Berdasarkan data Pemprov Jateng, dana PEN yang sudah terealisasi antara lain untuk Kartu Prakerja sebesar Rp 615 miliar bagi 256.429 orang, subsidi upah Rp 496 miliar untuk 413.515 orang. Adapun penempatan uang negara di Jateng, untuk lima bank, terealisasi Rp 4,8 triliun dari target Rp 29,2 triliun.
Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro FX Sugiyanto mengatakan, pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk bantuan, termasuk sektor-sektor usaha mikro kecil. Namun, kerap ditemui kendala saat eksekusi karena ada ketakutan berhadapan dengan hukum saat mencairkan anggaran.
”Maka, hal penting adalah sinkronisasi, kesepakatan, pemahaman yang sama antara eksekutif dan lembaga-lembaga yang berkaitan dengan aturan, di antaranya KPK, Kejaksaan, dan Insjen. Dengan demikian, ketakutan-ketakutan menyalahi aturan bisa teratasi,” kata Sugiyanto dalam diskusi daring ”Strategi Jitu Bangkitkan Ekonomi Pascapandemi” akhir Agustus lalu.