Jadi Pasar Baru Pengedar, Kalimantan Tengah Darurat Narkoba
Kalimantan Tengah dalam kondisi darurat narkoba. Tidak hanya karena tingginya peredaran, tetapi juga karena jumlah warga yang terpapar obat terlarang itu sebanyak 19.004 orang.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Kalimantan Tengah dalam kondisi darurat narkoba. Tidak hanya karena tingginya peredaran, tetapi juga karena jumlah warga yang terpapar obat terlarang itu sebanyak 19.004 orang. Pada Jumat (11/9/2020), Badan Nasional Narkotika Provinsi Kalteng memusnahkan 400.000 butir carisoprodol yang masuk kategori narkotika golongan satu.
Kegiatan pemusnahan obat terlarang itu dilaksanakan di kantor Badan Nasional Narkotika (BNN) Provinsi Kalimantan Tengah dan dipimpin Kepala BNN Provinsi Kalteng Brigadir Jenderal (Pol) Edi Swasono bersama saksi yang juga pejabat dari beberapa instansi, seperti Polda Kalteng, Kejaksaan Tinggi Kalteng, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kalteng.
Pemusnahan barang bukti berupa lebih kurang 400.000 butir pil carisoprodol itu dilakukan dengan dua cara, yakni diblender sambil dilarutkan dengan air dan dibakar. Pembakaran dilakukan di belakang gudang barang bukti kantor BNNP.
”Kalteng memang sudah darurat narkoba, mungkin lima tahun lalu Kalimantan Tengah ini hanya sebagai tempat transit tetapi jadi pangsa pasar baru bagi para pengedar,” ungkap Edi.
“Kalteng memang sudah darurat narkoba, mungkin lima tahun lalu Kalimantan Tengah hanya sebagai tempat transit, tetapi jadi pangsa pasar baru bagi para pengedar.
Edi mengungkapkan, sejak 10 tahun lalu gerbang utama peredaran narkoba di Indonesia masih melalui Selat Malaka sehingga sebagian besar wilayah di Sumatera menjadi target. Namun, pintu utama narkoba itu bergeser ke Pulau Kalimantan.
”Sekarang ini Kalimantan memang target utama, pintunya lewat Entikong di Kalimantan Barat dan Tarakan di Kalimantan Utara. Untuk Kalteng, wilayah Sampit di Kotawaringin Timur dan Pangkalan Bun di Kotawaringin Barat menjadi sasarannya,” jelas Edi.
Edi menambahkan, dua jenis narkotika di Kalimantan Tengah yang paling banyak ditemukan adalah jenis sabu dan pil ekstasi, termasuk zenith carnophen dan carisoprodol.
Carisoprodol, lanjut Edi, yang dimusnahkan siang itu merupakan hasil dari pengembangan kasus di Jawa Barat saat petugas menemukan pabrik yang memproduksi obat haram tersebut. Sisanya, sejumlah 400.000 butir itu ditangkap dari satu tersangka saja di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur.
NR (34) ditangkap di jalur Trans-Kalimantan di Kabupaten Kotawaringin Timur saat hendak menuju Kota Palangkaraya pada awal Agustus lalu. NR ditangkap saat mengendarai mobil berisi 20 kardus carisoprodol yang jumlahnya sebanyak 400.000 butir.
Kepala Bidang Pemberantasan BNN Provinsi Kalteng Komisaris Besar I Made Kariada menjelaskan, saat ini NR akan menjalankan persidangan. Ia didakwa hukuman penjara 20 tahun sesuai Pasal 112 juncto Pasal 114 Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Tak hanya ancaman penjara, NR juga didenda Rp 1 miliar.
”Satu kotak pil itu (carisoprodol) dijual dengan harga Rp 120.000, jadi jika dinominalkan, 20 kardus itu harganya lebih dari Rp 4,8 milar,” ungkap Made.
Menurut Made, saat diperiksa NR mengaku hanya sebagai kurir dengan upah Rp 1,8 juta untuk sekali antar. Pihaknya saat ini juga mengejar si pemesan obat dari NR yang masih berkeliaran. ”Ini masih akan berlanjut dan kami berkomitmen untuk terus menindak tegas para pelaku pengedar dan semua orang yang terlibat,” kata Made.
Sebelumnya, Kepala Kepolisian Daerah Kalteng Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo mengungkapkan, salah satu sektor yang paling diincar para pengedar adalah para pekerja di kebun sawit dan tambang. Narkoba menjadi doping untuk para pekerja agar bekerja lebih kuat.
”Padahal, bukannya semakin kuat kerja malah semakin buruk. Makanya ke depan kami harus terus melakukan edukasi juga berkoordinasi dengan para pelaku usaha untuk benar-benar melihat ini sebagai persoalan serius,” kata Dedi.
Dedi menambahkan, para pemilik perusahaan, baik tambang maupun sawit, harus betul-betul mengawasi para pekerjanya. ”Jangan karena mengharapkan upah lebih besar mereka akhirnya jatuh ke narkoba,” katanya.