Pertambangan Masih Dominan Topang Pertumbuhan Ekonomi Papua
Pertumbuhan ekonomi Papua pada triwulan II tahun 2020 mencapai 4,50 persen. Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi ini lebih didominasi kontribusi hasil produksi tambang dan penggalian oleh PT Freeport Indonesia.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua pada triwulan II tahun ini sebesar 4,52 persen, satu dari hanya dua provinsi yang mencatatkan pertumbuhan ekonomi positif di Indonesia di tengah pukulan pandemi Covid-19. Namun, pertumbuhan ini didominasi sektor pertambangan yang memberikan kontribusi hingga 27,69 persen.
Kepala Seksi Neraca Konsumsi Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Dio Ginting, saat ditemui Kompas di Jayapura, Senin (7/9/2020), mengatakan, pertumbuhan ekonomi Papua di tengah pandemi mencatatkan angka positif 4,52 persen meskipun sebagian besar lapangan usaha mengalami penurunan produksi.
Ia mengatakan, tingginya pertumbuhan ekonomi Papua dari lapangan usaha pertambangan dan penggalian dipicu peningkatan produksi tambang bijih logam PT Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika selama triwulan II. Apabila sektor pertambangan tidak dimasukkan dalam perhitungan produk domestik regional bruto (PDRB), pertumbuhan ekonomi Papua bisa minus hingga 4,50 persen.
”Data ini menunjukkan bahwa sektor pertambangan sangat berkontribusi besar untuk menentukan pertumbuhan ekonomi Papua. Apabila lapangan usaha ini produktif, pertumbuhan ekonomi di Papua akan meningkat,” ujarnya.
Sebaliknya, ia menuturkan, produksi sejumlah lapangan usaha nontambang Papua mengalami penurunan yang sangat drastis pada triwulan II tahun 2020 akibat pandemi Covid-19. Lapangan usaha yang mengalami kontraksi sangat serius selama triwulan II tahun 2020 meliputi transportasi dan pergudangan minus 49,90 persen; penyediaan akomodasi, makan, dan minum minus 24,43 persen; dan jasa perusahaan minus 13,53 persen.
”Lapangan usaha transportasi mengalami kontraksi yang sangat dalam. Hal ini dipicu tak adanya mobilitas penumpang dengan pesawat dalam jumlah yang besar selama pandemi. Pesawat hanya membawa barang muatan, obat-obatan, dan pasien untuk penanganan Covid-19,” kata Dio.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UMKM, dan Tenaga Kerja Provinsi Papua Laduani Ladamay mengatakan, pertumbuhan ekonomi Papua yang mencapai 4,52 persen sama sekali tidak berdampak secara menyeluruh bagi masyarakat. Sebab, hanya kalangan di sektor tambang yang bisa merasakan dampaknya.
Ia menyoroti minimnya kontribusi lapangan usaha dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang minus 1,62 persen pada triwulan II. Padahal, Papua memiliki sumber daya alam yang sangat berlimpah, seperti sagu dan kopi.
”Pandemi tak hanya berdampak bagi petani. Ribuan pekerja di sektor usaha akomodasi, makan, dan minum juga dirumahkan. Berdasarkan data terakhir, khususnya di Kota Jayapura dan sekitarnya, sekitar 3.000 pekerja yang dirumahkan selama enam bulan ini,” kata Laduani.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Papua Syahrir Hasan mengatakan, para anggota di organisasinya mengalami dampak penurunan pemasukan yang sangat drastis sejak Maret lalu.
Dari hasil pantauan PHRI, tingkat hunian kamar di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura turun hingga 80 persen. Adapun Kota Jayapura memiliki 65 hotel berbintang dan kelas melati dengan total 2.706 kamar. Sementara, Kabupaten Jayapura memiliki 25 hotel berbintang dan kelas melati dengan 982 kamar.
”Kami berharap adanya solusi dari pemerintah untuk menyelamatkan para pengusaha dan pekerja di sektor usaha ini. Sudah banyak pekerja yang dirumahkan karena penghasilan hotel dan restoran terus menurun,” ujar Syahrir.