Kala Pertanian Jadi Penyelamat Ekonomi Sulsel
Pertanian menjadi penyelamat perekonomian Sulsel di tengah pandemi. Namun, sektor-sektor penopang lainnya perlu segera dipulihkan agar perekonomian tak kian terperosok.
Pemerintah dan masyarakat Sulawesi Selatan patut bersyukur berada di daerah dengan sumber daya alam, terutama pertanian, perkebunan, dan perikanan yang melimpah. Dalam cengkeraman pandemi Covid-19 yang meluluhlantakkan sebagian besar perekonomian, sektor "tradisional" tersebut tetap tumbuh. Pertanian menjadi penyelamat perekonomian.
Bukan tanpa alasan jika Pemerintah Provinsi Sulsel sejak awal memusatkan penanganan pandemi Covid-19 di Makassar, ibu kota provinsi. Tujuan agar daerah luar Makassar tak terlalu terimbas pandemi, termasuk pertanian, rupanya membuahkan hasil.
Dari rilis Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian yang tertekan Covid-19 juga dirasakan di Sulsel. Pada kuartal II 2020, perekonomian Sulsel terkontraksi 3,87 persen. Tiga sektor utama yang menopang produk domestik regional bruto (PDRB) rontok dihantam pandemi, yakni perdagangan besar dan eceran (porsi PDRB 14,46 persen) minus 8,29 persen; konstruksi (porsi PDRB 13,33 persen) minus 4,94 persen; dan industri pengolahan (porsi PDRB 12,24 persen) minus 8,23 persen.
Secara total, ketiga sektor itu mencakup 40 persen dari seluruh PDRB Sulsel. Namun, sektor pertanian sebagai penyumbang terbesar PDRB Sulsel (24,81 persen) malah tumbuh 2,54 persen. Alhasil, perekonomian pun dapat dicegah dari keterpurukan yang dalam.
Bukan hanya tetap bergerak, sektor pertanian juga berdampak pada naiknya nilai tukar petani dan juga pada nilai ekspor. Berdasarkan data BPS Sulsel, Nilai Tukar Petani (NTP) gabungan pada Agustus lalu sebesar 96,58 atau naik 0,56 basis poin dibanding dengan NTP Juli yang sebesar 96,04.
Dari angka ini, NTP subsektor tanaman pangan tercatat sebesar 95,69, subsektor tanaman hortikultura sebesar 103,36, subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 94,68, subsektor peternakan sebesar 101,29, dan subsektor perikanan sebesar 98,29.
Pertanian juga menyumbang komoditas ekspor bagi Sulsel. Nilai ekspor yang dikirim melalui pelabuhan Sulsel pada Juli lalu tercatat mencapai 104,04 juta dollar AS. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 11,69 persen dibanding nilai ekspor bulan Juni yang mencapai 93,15 juta dollar AS. Angka bulan Juli ini juga tercatat mengalami peningkatan sebesar 10,4 persen dibanding bulan yang sama tahun sebelumnya yang berkisar 94,24 juta Dollar AS.
Ada lima komoditas utama yang diekspor pada Juli 2020, yaitu nikel, biji-bijian berminyak, dan tanaman obat. Selain itu juga kakao, ikan, udang, dan hewan air tidak bertulang belakang lainnya.
Baca juga: Pelindo Tambah Delapan RTG Crane di Pelabuhan Makassar
“Saya sadar bahwa potensi Sulsel adalah pertanian, perkebunan, dan perikanan yang semua itu umumnya berada di luar Makassar. Itulah mengapa saat pandemi, saya memusatkan penanganan Covid-19 dari semua daerah, di Makassar," kata Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah beberapa waktu lalu.
Hal itu dilakukan Nurdin dengan harapan daerah tak terlalu terimbas dan petani tak terganggu sehingga mereka tetap bisa produktif. "Makassar yang menjadi pusat perdagangan dan jasa memang mengalami pelambatan akibat adanya pembatasan sosial. Saya berharap sektor ini pun perlahan pulih,” kata Nurdin.
Hingga kini Sulsel memang jadi pemasok pangan terbesar keempat nasional. Sejak lama komoditas beras dan berbagai tanaman perkebunan hingga hortikultura asal Sulsel diperdagangkan antarpulau hingga di 21 provinsi di Indonesia melalui pelabuhan besar maupun kecil di daerah ini.
Keunggulan Sulsel pada pertanian di antaranya ditopang pengairan dan juga iklim. Selama ini pembangunan sektor pertanian di Sulsel dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan kesamaan zona iklim, yaitu Sektor Barat, Timur, dan Peralihan. Dengan tiga zona ini, musim tanam dan panen berlangsung secara bergiliran di setiap zona secara konstan.
Sektor Barat meliputi beberapa wilayah yaitu Kabupaten Maros, Pangkep, Barru, Kota Pare-pare, Kota Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, dan Selayar. Musim hujan di sektor barat berlangsung bulan Oktober sampai dengan Maret, di mana pada saat yang bersamaan di sektor timur berlangsung musim kemarau.
Baca juga: Sawah yang Selalu Menghijau di Sulsel
Zona iklim sektor timur meliputi Kabupaten Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, Sidenreng Rappang, dan Pinrang. Musim hujan di wilayah sektor timur berlangsung bulan April hingga September, di mana di saat yang sama di sektor barat berlangsung musim kemarau.
Adapun sektor peralihan merupakan wilayah peralihan antara sektor barat dan timur, meliputi Kabupaten Tana Toraja, Toraja Utara, Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, Enrekang, dan Kota Palopo.
Sering kali hujan berlebih di Sektor Barat membuat sebagian wilayah di Sektor Timur ketiban untung. Biasanya ini terjadi jika angin membawa awan ke wilayah-wilayah di Sektor Timur dan membuat wilayah timur juga menikmati hujan. Maka, sawah tadah hujan dapat tanam tiga kali. Begitu pun sebaliknya.
Pengamat Ekonomi Universitas Hasanuddin Prof Marzuki DEA mengatakan, pertanian memang menjadi penyelamat Sulsel saat pandemi. Dia mengibaratkan sektor pertanian seperti oase di padang gersang saat pandemi seperti sekarang.
“Saya mencatat sejumlah sektor mengalami minus, seperti perdagangan besar, industri pengolahan, transportasi, konstruksi, makan minum, yang semua berada di sektor jasa dan perdagangan. Tapi, daerah ini masih mendapat pertumbuhan dari sektor pertanian, teknologi dan informasi, dan beberapa lainnya. Saat ini masa panen di sebagian daerah sudah selesai dan sembari menunggu panen berikutnya, pemerintah sudah harus fokus membenahi sektor yang minus,” kata Marzuki, di Makassar, Senin (7/9/2020).
Memulihkan ekonomi
Menurut Marzuki, sebagian besar sektor yang minus ini berada di Makassar. Selama ini, hampir separuh pertumbuhan ekonomi Sulsel disumbang oleh Makassar sebagai pusat industri dan jasa Sulsel. Sumbangan lain yang cukup besar adalah sektor pertambangan. Ini karena terdapat pertambangan nikel PT Vale di Luwu Timur. Selebihnya adalah pertanian dan perikanan. Karena itu, memulihkan Makassar menjadi kata kunci.
Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Makassar, tahun lalu pertumbuhan ekonomi daerah ini mencapai 8,79 persen. Tadinya, tahun ini target pertumbuhan ekonomi ditetapkan 8,2-8,4 persen. Namun, pada awal tahun, pertumbuhan ekonomi Makassar terkoreksi hingga 6,2 persen dan Agustus menjadi 2,8 persen.
“Memulihkan Makassar berarti bisa memulihkan sebagian ekonomi Sulsel. Tapi, untuk memulihkan sektor perdagangan besar, konstruksi, transportasi, memang juga bergantung pada situasi. Dengan pandemi yang membuat perjalanan terbatas, transportasi memang mengalami penurunan walau tak berarti tak ada sama sekali. Ini tentu juga berpengaruh pada sektor pariwisata,” katanya.
Adapun untuk konstruksi, Marzuki berharap proyek padat karya bisa menggerakkan ekonomi di tingkat masyarakat bawah. Namun, salah satu persoalan yang dihadapi adalah sumber daya manusia. Banyak proyek, yang karena faktor kebutuhan, membuat pekerja didatangkan dari luar.
Sektor lain yang juga harus digerakkan dan diberi sentuhan khusus adalah industri pengolahan, makan minum, jasa, terutama yang melibatkan UMKM. Ini pun menghadapi persoalan sama, yakni SDM dan peningkatan kualitas produk.
Jika masyarakat atau UMKM dilibatkan dan berkolaborasi dengan usaha besar, maka semua akan jalan.
“Ini menjadi tugas pemerintah dan menjadi pekerjaan rumah jangka panjang. Tentu menjadi tugas pihak pengusaha juga. Bagaimana memperbaiki SDM hingga masyarakat atau UMKM bisa dilibatkan dalam banyak sektor ekonomi. Jika masyarakat atau UMKM dilibatkan dan berkolaborasi dengan usaha besar, maka semua akan jalan. Ekonomi, penyerapan tenaga kerja, semua akan saling menopang,” kata Marzuki.
Sebenarnya, di sektor konstruksi, sebagian proyek nasional tetap jalan dan bahkan ada yang rampung. Proyek Bandara Buntu Kunik di Tana Toraja selesai di tengah pandemi. Proyek tol layang Makassar juga akan rampung Oktober nanti. Beberapa proyek lain di daerah juga tetap jalan.
Serapan APBD
Terkait serapan anggaran, sejauh ini pencapaian Sulsel telah lebih dari 50 persen. Nurdin Abdullah optimistis, seiring kondisi pandemi yang mulai melandai dan pengetatan protokol kesehatan, sejumlah sektor terutama industri jasa dan perdagangan di Makassar akan digenjot. Dia optimistis pada Oktober serapan anggaran bisa mencapai 70 persen.
Sekretaris Provinsi Sulsel Abdul Hayat menyebutkan, target belanja daerah Pemprov Sulsel setelah dilakukan refocusing dan realokasi anggaran berdasarkan Keputusan Bersama Mendagri Nomor 119/2813/SJ dan Menkeu Nomor 177/KMK.07/2020 tentang Percepatan Penyesuaian APBD 2020 adalah Rp 9,3 triliun.
Sejauh ini, realisasi mencapai Rp 4,6 triliun atau sebesar 50,34 persen. Belanja ini meliputi belanja operasional seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja aset, belanja BLUD, serta belanja tak terduga.
Baca juga: Di tengah Pandemi Covid-19, Proyek Strategis Nasional Jalan Terus
“Angka ini masih sesuai dengan target yang direncanakan, apalagi pekerjaan-pekerjaan fisik saat ini masih dalam tahap pencairan uang muka sehingga diprediksi pada triwulan III dan triwulan IV akan terealisasi hingga 70 persen," kata Abdul.
Khusus untuk belanja penanganan Covid-19 di Sulsel, realisasi meliputi pembayaran intensif tenaga medis se-Sulsel senilai Rp 20,60 miliar untuk 4.731 tenaga kesehatan serta realisasi belanja penanganan Covid-19 lainnya sebesar Rp 1,58 miliar.
Di sektor perlindungan sosial, telah terealisasi pembayaran Program Keluarga Harapan (PKH) se-Sulsel sebesar Rp 948,42 miliar untuk 2,18 juta keluarga. Penyaluran bantuan bahan pokok untuk 4,35 juta keluarga sebesar Rp 829,28 miliar, penyaluran bantuan sosial tunai untuk 371.403 keluarga senilai Rp 222,84 miliar, serta penyaluran BLT dana desa sebesar Rp 865,60 miliar untuk 259.419 keluarga.