Masyarakat Adat Mendesak Pengesahan Perda Pengakuan dan Perlindungan
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Sumatera Utara mendesak pengesahan Rancangan Peraturan Daerah Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat.
Oleh
NIKSON SINAGA
·2 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Sumatera Utara mendesak pengesahan Rancangan Peraturan Daerah Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat. Ketiadaan payung hukum membuat masyarakat adat kehilangan hak ulayat dan rentan dikriminalisasi.
”Rancangan Perda Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat sudah empat tahun kami serahkan kepada DPRD Sumut. Namun, hingga kini perda ini tidak kunjung disahkan,” kata Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumut Ansyurdin, Selasa (8/9/2020).
Ansyurdin mengatakan, mereka mendorong agar Ranperda Masyarakat Adat bisa disahkan tahun ini. Wilayah adat kini semakin sempit, kriminalisasi masyarakat adat terus terjadi, dan kerusakan lingkungan semakin luas akibat tidak ada regulasi perlindungan.
Rancangan Perda Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat sudah empat tahun kami serahkan kepada DPRD Sumut. Namun, hingga kini perda ini tidak kunjung disahkan,
Ansyurdin mengatakan, pengakuan dan perlindungan masyarakat adat sebenarnya sudah mendapat momentum melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap perkara nomor 35/PUU-X/2012. Putusan itu secara tegas menyebutkan bahwa hutan adat merupakan milik masyarakat adat, bukan hutan negara.
”Namun, keputusan itu seharusnya diikuti undang-undang dan peraturan daerah agar bisa diterapkan. Hingga kini keduanya belum disahkan,” ujar Ansyurdin. Ansyurdin mengatakan, masyarakat adat hingga kini belum mendapat perlindungan, baik melalui undangundang maupun perda.
Masyarakat adat dari beberapa kelompok pun sudah berulang-ulang berunjuk rasa mendorong pengesahan Ranperda Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat. Terakhir, masyarakat adat yang terdiri atas ratusan orang berunjuk rasa ke Kantor DPRD Sumut, Kantor Gubernur Sumut, dan Badan Pertanahan Nasional Sumut, Senin (7/9).
Menurut Ansyurdin, ketiadaan payung hukum yang mengakui dan melindungi masyarakat adat membuat mereka terancam kehilangan hak ulayat dan rentan dikriminalisasi. Hingga kini, banyak masyarakat adat yang harus menghadapi proses hukum saat mempertahankan hak ulayat.
Perda di tingkat provinsi juga penting untuk menetapkan masyarakat adat yang berada di dua kabupaten/kota. Sementara masyarakat adat yang hanya berada di satu kabupaten/kota akan ditetapkan melalui perda di tingkat kabupaten/kota.
Pimpinan aksi AMAN Sumut, Fery Pribadi, mengatakan, mereka juga meminta pemerintahan pusat dan DPR mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Masyarakat Adat.
”Kami juga mendesak Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi dan BPN Sumut menuntaskan kasus konflik agraria di Sumatera Utara,” kata Fery.
Anggota DPRD Sumut, Subandi, mengatakan, Rancangan Perda Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat masuk program legislasi daerah tahun ini. ”Kami sudah menyelesaikan naskah akademiknya dan kami targetkan bisa disahkan tahun ini,” katanya.
Subandi mengatakan, sejumlah fraksi di DPRD Sumut juga telah menyatakan komitmen politiknya untuk segera mengesahkan perda masyarakat adat tersebut. Perda itu diharapkan bisa menjadi payung hukum untuk masyarakat adat di sejumlah kabupaten/kota di Sumut.