Gubernur Jatim Khofifah memberikan sanksi administratif kepada Bupati Jember berupa tidak dibayarkannya hak-hak keuangan selama 6 bulan. Bupati Jember Faida dinilai menjadi penyebab keterlambatan penyusunan R-APBD 2020.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·4 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memberikan sanksi administratif kepada Bupati Jember berupa tidak dibayarkannya hak-hak keuangan selama enam bulan. Bupati Jember Faida dinilai menjadi penyebab keterlambatan penyusunan rancangan peraturan daerah APBD Jember pada 2020.
Keputusan tersebut tertuang dalam surat bernomor 700/1713/060 tentang Penjatuhan Sanksi Administratif Bupati Jember. Dalam surat tersebut dijelaskan, alasan pemberian sanksi didasari pada hasil pemeriksaan Inspektorat Provinsi Jawa Timur terhadap penetapan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jember tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Jember.
Surat bertanggal 2 September 2020 tersebut ditandatangani langsung Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Keberadaan surat tersebut dibenarkan oleh Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi yang baru mendapat tembusan pada Selasa (8/9/2020).
Dalam suratnya, Khofifah menyatakan, Bupati Jember selaku kepala daerah melakukan pelanggaran adminsitratif sehingga perlu dijatuhi sanksi admindistratif. Pelanggaran tersebut ialah keterlambatan mengajukan proses penyusunan APBD.
Di dalam bagian keputusan, tertulis bahwa sanksi adminstratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangan selama enam bulan kepada Bupati Jember dr. Faida, MMR.
”Hak-hak keuangan yang dimaksud dalam diktum kesatu meliputi gaji pokok, tunjangan jabatan, tunjangan lainnya, honorarium, biaya penunjang operasional dan hak-hak keuangan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan,” tulis Khofifah dalam surat tersebut.
Kompas sudah mencoba menghubungi Bupati Jember Faida melalui layanan pesan singkat. Namun, hingga pukul 16.00, Faida belum juga memberikan jawaban kendati nomor teleponnya aktif.
Hak-hak keuangan yang dimaksud dalam diktum kesatu meliputi gaji pokok, tunjangan jabatan, tunjangan lainnya, honorarium, biaya penunjang operasional dan hak-hak keuangan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan (Khofifah Indar Parawansa)
Tanpa Perda APBD
Hingga saat ini, Jember tidak memiliki Perda APBD 2020. Anggaran selama ini hanya menggunakan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) APBD yang jumlahnya hanya seperdua belas dari APBD tahun sebelumnya. Bila pada 2019 APBD Jember Rp 4,3 triliun, Perkada APBD 2020 hanya Rp 358 miliar.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi mengatakan, sanksi administratif tersebut menjawab kesimpangsiuran yang beredar di masyarakat. Menurut dia, banyak pihak yang menilai bahwa keterlambatan penyusunan APBD Jember 2020 karena sikap DPRD Jember dan Bupati.
”Sanksi dari gubernur jelas menyatakan bahwa yang salah adalah Bupati bukan DPRD. Ini jadi bukti bahwa apa yang dilakukan oleh DPRD Jember terkait pembahasan APBD 2020 sudah benar,” tutur Itqon.
Kendati tidak mendapat hak keuangan selama 6 bulan, Itqon mengatakan, Bupati harus tetap mengabdi pada masyarakat. Ia berharap peristiwa ini menjadi peringatan agar Bupati sadar dan semakin baik dalam menerapkan tata kelola pemerintahan daerah.
Sanksi dari gubernur jelas menyatakan, bahwa yang salah adalah Bupati bukan DPRD. Ini jadi bukti bahwa apa yang dilakukan oleh DPRD Jember terkait pembahasan APBD 2020 sudah benar (Itqon Syauqi)
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember, Rachmat Hidayat, menilai, sanksi terhadap Bupati Jember tak ubahnya rapor merah di akhir pemerintahan Faida. Sikap tegas gubernur tidak hanya akan berdampak pada personal bupati Faida, tetapi juga kepada masyarakat Jember pada masa yang akan datang bahkan juga berdampak bagi tata kelola pemerintahan daerah di seluruh Indonesia.
”Secara personal, sedikit banyak tentu akan berpengaruh. Walaupun secara finansial Bupati Faida mungkin sudah berkecukupan, tetapi dengan tidak adanya biaya operasional tentu akan membatasi gerak dan kinerjanya,” ungkap Rachmat.
Rachmat mengatakan, sanksi administratif tersebut memang tidak berdampak langsung ke warga Jember. Namun, hal itu justru akan berdampak bagi Jember dan Warganya di kemudian hari.
Pelajaran penting
Alasannya peristiwa ini menjadi pengingat dan pelajaran penting agar pemerintah daerah taat dan patuh dalam usaha menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik. Pelajaran ini, lanjut Rachmat, juga penting bagi daerah-daerah lain di Indonesia.
Secara pribadi Rachmat mengapresiasi ketegasan Gubernur Jawa Timur. Menurut dia, secara hukum administrasi negara, langkah tersebut sah dan dapat dibenarkan. ”Ini bukti bahwa kedaulatan tata kelola daerah ditegakkan. Seorang kepala daerah tidak bisa semaunya sendiri. Kepala daerah tetap harus patuh dan tunduk pada hukum tata kelola pemerintah daerah,” tuturnya.
Kala itu, DPRD Jember baru menerima berkas fisik dari Pemerintah Kabupaten Jember pada Senin (11/11/2019). Padahal, sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2019, Penyampaian Rancangan KUA dan PPAS oleh bupati kepada DPRD paling lambat minggu kedua Juli 2019.
Di tengah Pembahasan KUA-PPAS R-APBD Jember tahun 2020 yang baru dilakukan pekan kedua bulan November, muncul polemik KSOTK (Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja) di lingkungan Pemkab Jember. Saat itu Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberikan teguran agar Bupati Jember segera memperbaiki KSOTK dalam tata kelola pemerintahannya.
Mendagri juga meminta Bupati mencabut 17 Keputusan Bupati, 30 Peraturan Bupati, dan menindaklanjuti Surat Peringatan atas penggantian kepala bidang pengelolaan informasi administrasi kependudukan Kabupaten Jember.
Akhirnya, pembahasan KUA-PPAS terhenti karena DPRD Jember khawatir jika pembahasan dilakukan, pembahasan KUA-PPAS menjadi cacat hukum. Apalagi tim anggaran yang ditunjuk oleh Bupati Jember dikhawatirkan tidak memenuhi syarat atau termasuk dalam poin yang diminta oleh Mendagri untuk dicabut.
Belum rampung polemik soal KSOTK, ada sejumlah bangunan milik Pemerintah Daerah Jember yang roboh. DPRD Lantas mengajukan hak interpelasi di pengujung 2019 dilanjutkan dengan penggunaan Hak Angket pada Senin (30/12/2019) hingga Hak Menyatakan Pendapat pada Rabu (22/7/2020).
Rapat Paripurna DPRD Jember saat itu menyepakati penggunaan Hak Menyatakan Pendapat untuk memakzulkan Bupati Jember Faida. Bupati Jember dinilai melanggar sumpah jabatan sehingga patut mendapat sanksi administrasi berupa pemberhentian tetap atau sementara.