Padat Karya Tunai Desa Diharapkan Mengungkit Ekonomi Masyarakat
Realisasi program padat karya tunai desa diharapkan mampu mengungkit perekonomian masyarakat. Pemanfaatan dana desa dinilai menjadi salah satu upaya agar bisa lepas dari jerat resesi ekonomi.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Realisasi program padat karya tunai desa diharapkan mampu mengungkit perekonomian masyarakat. Pemanfaatan dana desa dinilai menjadi salah satu upaya agar bisa lepas dari jerat resesi ekonomi.
Realisasi padat karya tunai desa (PKTD), misalnya, tampak pada pembangunan fisik di Desa Pandanlandung, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Senin (7/9/2020). Di desa itu sedang dilakukan pembangunan, seperti perbaikan saluran drainase dan pembangunan gapura
”Kegiatan PKTD ini berjalan karena sudah dianggarkan sebelumnya. Harapannya, proyek fisik ini bisa memberikan penghasilan untuk warga terdampak pandemi,” kata Kepala Urusan Perencanaan di Desa Pandanlandung Doni Andriawan.
Meski PKTD berjalan, Doni mengatakan, upah untuk pekerja hanya bisa 30 persen dari nilai proyek. Hal itu berbeda dengan Surat Edaran Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 15 Tahun 2020 tentang PKTD dan Pemberdayaan Ekonomi melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMdes).
Dalam SE Menteri Desa itu disebutkan, upah pekerja untuk kegiatan PKTD harus di atas 50 persen. Namun, hal itu tidak bisa dilakukan karena ada kebutuhan membeli bahan-bahan dan keperluan lain. ”Jika dipaksakan 50 persen, kualitas bangunan dikhawatirkan tidak bagus dan malah berbahaya bagi masyarakat,” kata Doni.
Proyek PKTD dengan skema upah pekerja di atas 50 persen, menurut Doni, hanya bisa untuk kegiatan-kegiatan ringan, seperti bersih sungai atau selokan dan kegiatan lain yang tidak harus belanja bahan bangunan. ”Kali ini, kami memperbaiki drainase tidak sesuai SE Menteri Desa. Namun, tetap kami jalankan karena pembangunan ini dibutuhkan warga menjelang musim hujan,” ujarnya.
Proyek gapura desa, misalnya, dianggarkan Rp 50 juta. Dengan skema upah pekerja 30 persen, menurut Doni, setidaknya nilainya Rp 15 juta. ”Jika proyek dikerjakan lima orang selama sebulan, setidaknya pendapatan seorang pekerja sekitar Rp 3 juta untuk proyek tersebut. Nilainya sudah lumayan bisa untuk hidup dalam kondisi ekonomi susah seperti ini,” kata Doni.
Kewajiban memberi upah pekerja di atas 50 persen dalam kegiatan PKTD, menurut Doni, juga berpotensi berdampak buruk. Masyarakat rentan menjadi sangat materialistis. Kegiatan yang sebelumnya bisa dikerjakan bersama mulai tergerus. ”Warga mulai berkurang semangat gotong royongnya. Begitu tahu orang yang mengerjakan proyek desa itu dibayar, warga lain tidak mau lagi mendekat. Tidak lagi guyub seperti sebelum-sebelumnya,” kata Doni.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Malang Azka Subhan mengatakan, pemanfaatan dana desa bisa memengaruhi ekonomi masyarakat. Hal lainnya antara lain konsumsi masyarakat, belanja pemerintah, manufaktur, ekspor-impor, dan perdagangan. Oleh karena itu, Azka berharap Pemerintah Kota Malang berani membelanjakan anggaran untuk menjalankan program-program yang telah direncanakan.
”Meski kecil, dana desa dilakukan di puluhan ribu desa di Indonesia. Jelas ini akan mengungkit ekonomi masyarakat,” kata Azka. Total di seluruh Indonesia terdapat lebih kurang 74.000 desa.