4.000 Jiwa di Konawe Utara Terpapar Debu Hitam PLTU
Debu hitam batubara membuat 4.045 jiwa di Kecamatan Motui, Konawe Utara, Sultra, terdampak. Debu yang berasal dari kawasan PLTU milik perusahaan pemurnian nikel itu membuat warga kesulitan dan mulai terserang penyakit.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·5 menit baca
KONAWE UTARA, KOMPAS — Debu hitam batubara terus meresahkan sedikitnya 4.045 jiwa di Kecamatan Motui, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Debu batubara dari kawasan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PT Obisidan Stainless Steel itu membuat warga kesulitan dan mulai terserang sakit. Perusahaan beralasan debu berasal dari pembongkaran dan penyimpanan batubara, bukan karena aktivitas pembakaran.
Debu hitam tebal menerjang wilayah Motui, Konawe Utara, sekitar satu bulan terakhir. Debu hitam terbang menutupi teras hingga masuk ke dapur warga. Lantai, meja, dan kendaraan pun hitam tertutup debu. Saat disambangi, Minggu (6/9/2020) sore, debu tebal beterbangan dari lokasi kawasan PLTU. Debu berwarna hitam kecoklatan itu paling jelas terlihat di lokasi pembongkaran dan pengangkutan batubara.
Sebuah tempat penampungan batubara raksasa sepanjang ratusan meter penuh batubara dengan tinggi sekitar 20 meter. Dua buah cerobong mengeluarkan asap putih kekuningan. Sementara itu, dua buah cerobong yang jauh lebih besar sedang dalam pengerjaan.
”Sudah satu bulan ini banyak sekali debunya. Sebenarnya sudah satu tahun lebih, sejak pembangunan PLTU ini, tetapi akhir-akhir ini semakin tebal,” kata Irmana (36), warga Desa Lamboluo, Motui. Desa Lamboluo adalah desa yang paling dekat dengan PLTU. Desa itu hanya berbatas muara Sungai Motui, sekitar 200 meter jauhnya.
Ibu tiga anak ini menuturkan, debu hitam tidak hanya di teras atau atap rumah, tetapi juga masuk hingga dapur dan kamar. Setiap hari, ia harus membersihkan rumah berulang kali karena debu akan semakin tebal jika tidak dibersihkan. Selain itu, ia terus menyarankan tiga anaknya agar memakai masker, bahkan saat bermain di depan rumah.
Rismanto (26), warga Motui lainnya, mengungkapkan, ia harus memasang plastik penahan di saluran sirkulasi rumah. Hal itu untuk menahan debu agar tidak semakin banyak yang masuk ke dalam rumah.
”Itu pun tetap masuk sampai dapur. Mau tidak mau terus dibersihkan, padahal kami cukup jauh dari PLTU,” kata warga Desa Wawoluri ini. Desa Wawoluri berjarak sekitar 3 kilometer dari lokasi pembangkit listrik.
”Yang kami khawatirkan karena ada anak kecil di rumah. Warga yang lain mulai batuk-batuk dan flu. Sekarang memang tidak terlalu karena sempat hujan, tetapi ke depannya bagaimana? Kami harap segera ada tindakan dari pemerintah,” kata Rismanto. Dia kemudian menyapukan tangan ke tembok. Debu hitam menempel di seluruh permukaan tangannya.
Berdasarkan riset, debu batubara berhubungan langsung dengan penyakit pernapasan akut. Bahkan, menurut penelitian Universitas Harvard yang dilansir pada 2015, polusi udara dari PLTU dalam jangka panjang meningkatkan risiko penyakit stroke, jantung, dan kanker paru-paru, yang berujung hingga kematian dini.
Debu hitam dari PLTU menyebar ke 15 desa yang ada di Kecamatan Motui. Total warga di kecamatan ini sebanyak 4.045 jiwa. Masyarakat telah melaporkan hal ini ke desa, yang diteruskan ke pihak kecamatan.
Mereka berjanji akan melakukan antisipasi agar debu tidak mengganggu warga.
Kepala Desa Motui Baharudin menjelaskan, debu hitam itu berdampak ke semua desa di Kecamatan Motui. Namun, dampak paling terasa dirasakan warga di lima desa, yaitu Lamboluo, Motui, Ranombupulu, Puuwonggia, dan Wawoluri. ”Bersama pihak kecamatan dan dinas lingkungan hidup, Sabtu kemarin kami sudah bertemu dengan pihak perusahaan. Mereka berjanji akan melakukan antisipasi agar debu tidak mengganggu warga,” kata Baharudin.
Meski demikian, tutur Baharudin, ia dan perwakilan desa belum begitu puas dengan penjelasan penyebab serta tindakan yang akan dilakukan perusahaan. Sebab, tindakan yang akan diambil memakan waktu lama. Pembangunan fasilitas pengaman seharusnya dilakukan terlebih dahulu sebelum PLTU mulai beroperasi.
Tidak hanya itu, tutur Baharudin, pihak desa juga tidak pernah mendapatkan penjelasan terkait analisis dampak lingkungan dari perusahaan. Tiba-tiba pembangunan PLTU mulai dikerjakan.
PLTU yang tengah dibangun merupakan milik PT Obsidian Stainless Steel (OSS). Pembangkit tersebut untuk mendukung usaha pengolahan dan pemurnian nikel milik perusahaan yang berada tidak jauh dari lokasi PLTU. PT OSS adalah satu dari dua perusahaan pemurnian skala besar yang berlokasi di kawasan megaindustri Virtue Dragon Industrial Park.
Roni Syahrir, Kepala Teknik Tambang PT OSS, mengungkapkan, debu hitam memang berasal dari kawasan PLTU yang sedang dibangun tersebut. Namun, debu bukan berasal dari pembakaran, melainkan dari aktivitas pembongkaran dan lokasi penyimpanan batubara.
Sejauh ini, tutur Roni, baru dua cerobong pembakaran yang berfungsi. Nantinya, akan ada empat cerobong yang terbangun di fasilitas untuk menghasilkan listrik sebesar 1.820 megawatt. Emisi yang keluar di cerobong juga telah melalui uji laboratorium yang disupervisi langsung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
”Kami sudah bertemu perwakilan desa dan pemda. Kami perlihatkan aktivitas dan lokasi penyimpanan. Kami jelaskan telah mengambil langkah antisipasi, yaitu penyiraman batubara di lokasi penyimpanan. Karena kalau ditutup rapat juga berbahaya,” tuturnya.
Meski demikian, ia mengakui aktivitas pengangkutan dan penyimpanan memang belum sempurna. Jalur rel pengangkutan saat ini masih dalam pembangunan, sementara jaring penahan debu dalam perjalanan dari China ke Indonesia.
Belum tuntasnya fasilitas ini, tutur Roni, membuat debu batubara tidak terhindarkan. Perusahaan mulai beroperasi karena proses yang berjalan simultan. Namun, beberapa kendala terjadi, seperti kontraktor penyiraman yang tidak bekerja baik, juga pengiriman alat yang terlambat. ”Kami akan perbaiki segera. Untuk benar-benar tuntasnya pengaman dan rel pengangkut, kami berharap tahun depan semuanya selesai,” katanya.
Kepala Bidang Tata Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Sultra Hamriani menyampaikan, fasilitas pengaman debu seharusnya sudah disiapkan sebelum pembangkit beroperasi. Hal itu untuk mencegah debu tidak mengganggu lingkungan dan warga sekitar.