Pergerakan Masyarakat Meningkat, Kasus di Jabar Tembus 12.000
Jawa Barat menempati posisi kelima persebaran Covid-19 dengan jumlah mencapai 12.505 kasus. Kondisi ini seiring meningkatnya pergerakan masyarakat.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Jawa Barat menempati posisi kelima persebaran Covid-19 dengan jumlah mencapai 12.505 kasus. Kondisi ini seiring meningkatnya pergerakan masyarakat. Pelacakan kasus dan penerapan protokol kesehatan digencarkan untuk mencegah persebaran pandemi lebih luas.
Berdasarkan data yang dihimpun Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jawa Barat (Pikobar), Minggu (6/9/2020) pukul 17.00 WIB, penambahan kasus rata-rata dalam tujuh hari terakhir mencapai 226 kasus. Dari total 12.505 pasien terkonfirmasi, 5.670 orang masih menjalani isolasi dan 6.500 pasien sembuh. Sebanyak 281 orang meninggal.
Angka ini menempatkan Jabar di peringkat kelima dalam jumlah kasus Covid-19 dengan persentase 6,5 persen dari kasus nasional. Kasus tertinggi masih dicatatkan oleh DKI Jakarta dengan persentase 23,7 persen.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, tingginya angka positif ini diperkirakan sebagai konsekuensi dari pergerakan masyarakat. Karena itu, pihaknya berupaya meningkatkan penanganan agar Jabar selalu berada dalam kondisi terkendali.
Peningkatan Covid-19 di Jabar ini terlihat dari tren kasus yang melonjak dalam dua bulan terakhir. Sebelum penerapan adaptasi kebiasaan baru (AKB), Pikobar mencatat, kasus positif Covid-19 mencapai 3.222 kasus dalam kurun empat bulan (1 Maret-30 Juni 2020). Namun, setelah AKB diterapkan, jumlah kasus terkonfirmasi Covid-19 melonjak hingga menembus 12.000 kasus hanya dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan (Juli-September 2020).
”Ini mengindikasikan adanya kenaikan yang berbanding lurus dengan pergerakan. Masa AKB dan pembukaan ekonomi memang tidak bisa dihindari dan tidak mungkin pergerakan dinormalisasi sementara kasus turun. Kami berharap ekonomi tetap berjalan dan naiknya kasus masih terkendali,” tutur Kamil.
Salah satu bentuk antisipasi tersebut adalah dengan penegasan terkait penerapan protokol kesehatan. Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum memaparkan, hal tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Jabar Nomor 60 Tahun 2020 tentang Pengenaan Sanksi Administratif terhadap Pelanggaran Tertib Kesehatan dalam Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dan Adaptasi Kebiasaan Baru.
Dalam sosialisasi pergub itu di Garut, Uu menjelaskan, peraturan tersebut diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan. Hal ini setidaknya untuk menjaga jarak, menggunakan masker, hingga menerapkan pola hidup sehat.
Agar penerapan sanksi bisa berjalan maksimal, Uu menuturkan, Pemerintah Provinsi Jabar meluncurkan Aplikasi Pencatatan Pelanggaran (Sicaplang). Aplikasi ini diharapkan bisa memaksimalkan penegakan aturan sehingga protokol kesehatan bisa diterapkan dengan optimal.
Sicaplang dioperasikan petugas Satpol PP Jabar yang mencatat jenis dan jumlah pelanggaran hingga sanksi yang diberikan merujuk pada pergub tersebut. ”Petugas telah diberikan pelatihan. Mudah-mudahan sosialisasi pergub ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan, terutama memakai masker,” ujar Uu.
Selain penerapan protokol kesehatan, pemeriksaan dengan metode reaksi berantai polimerase (PCR) juga ditingkatkan dalam pelacakan sebaran kasus Covid-19. Menurut Kamil, Jabar telah siap melakukan 50.000 pengetesan dalam satu minggu terakhir.
Kemampuan ini diharapkan bisa memenuhi target pemeriksaan sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni 1 persen penduduk. Artinya, untuk mencapai hal tersebut, Jabar setidaknya melakukan 500.000 pengetesan dari total sekitar 50 juta penduduk.
Hingga Minggu (6/9/2020), angka pemeriksaan PCR di Jabar telah menembus 273.416 tes atau separuh dari target yang ditetapkan. ”Dengan kemampuan 50.000-an per minggu, kami tinggal butuh lima minggu lagi agar standar WHO bisa tercapai,” ujarnya.