Polisi menemukan satu unit mesin pemotong pohon, satu set mesin pembelah kayu, satu mobil pengangkut kayu, puluhan batang kayu olahan, dan kayu gelondongan. Pemodal atau cukong kini jadi DPO.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
IDI RAYEUK, KOMPAS — Pembalakan liar dalam kawasan hutan lindung memicu degradasi tutupan hutan di Aceh. Pengawasan dan penegakan hukum yang lemah membuat aktivitas perusakan hutan terus terjadi.
Direktur Fauna Flora Aceh (FFA) Dewa Gumay di Banda Aceh, Minggu (6/9/2020), mengatakan, penindakan hukum dalam kasus pembalakan liar dan kasus lingkungan lain selama ini hanya menyasar pelaku di lapangan, tetapi para pemodal atau cukong jarang tersentuh. ”Saya menilai aparat penegak hukum tidak mau bekerja lebih keras untuk mengungkap sampai pada pemodal,” kata Dewa.
Menurut Dewa, pelaku pembalakan liar pada umumnya warga setempat yang terjepit kesulitan ekonomi. Ketika ada cukong menawari modal, mereka tergiur meski keuntungan yang mereka dapat jauh lebih kecil daripada keuntungan para cukong.
Dewa menambahkan, pembalakan liar menyebabkan turunnya kualitas tutupan hutan. Penebangan liar bukan hanya membuat hutan kehilangan pohon besar, melainkan juga pohon kecil karena tertimpa pohon yang ditebang serampangan.
Berdasarkan data dari Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (Haka) pada 2019, Aceh kehilangan tutupan hutan 15.140 hektar. Kabupaten Aceh Tengah dan Aceh Timur menjadi dua daerah dengan kerusakan hutan paling luas pada 2019. Adapun luas hutan Aceh sekitar 3 juta hektar.
Pekan lalu, Senin (31/8/2020), lima pelaku pembalakan liar di hutan Aceh Timur ditangkap polisi. Mereka ditangkap saat sedang membelah kayu tanpa izin di dalam hutan lindung, Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di Kecamatan Pantee Bidari.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Aceh Timur Ajun Komisaris Dwi Arys Purwoko mengatakan, di lokasi, pihaknya menemukan satu unit mesin pemotong pohon, satu set mesin pembelah kayu, satu mobil pengangkut kayu, puluhan batang kayu olahan, dan kayu gelondongan.
Kedua orang pemodal itu masuk dalam daftar pencarian orang. (Dwi Arys Purwoko)
Menurut Dwi, pelaku semuanya warga Pantee Bidari, Aceh Timur. Mereka kini ditahan di Polres Aceh Timur untuk proses hukum. Mereka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
”Pengakuan tersangka, mereka bekerja untuk pemodal, BM dan AD. Kedua orang pemodal itu masuk dalam daftar pencarian orang,” kata Dwi.
Sebelumnya, Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh Muhammad Daud mengatakan, pihaknya memiliki 1.752 tenaga pengaman hutan yang bertugas mengawasi dan menindak pelaku perusakan hutan.
Operasi pengawasan rutin dilakukan, tetapi pihaknya terkendala minimnya sarana untuk menunjang operasi. ”Walaupun dalam keadaan Covid-19, banyak pengurangan anggaran, tetapi kami tetap bekerja,” kata Daud.