Manis, Nasib Petani Pisang Mas Tanggamus
Saat banyak orang kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19, petani pisang mas di Kabupaten Tanggamus, Lampung, justru semakin sibuk. Mereka tekun merawat kebun agar dapat memenuhi permintaan ekspor yang makin tinggi.
Mujiyanto (51) sesekali mengecek aplikasi pemantau kegiatan pertanian pada gawai miliknya. Ketua Kelompok Tani Arjuna di Desa Sumber Mulyo, Kecamatan Sumber Rejo, Tanggamus, itu hendak memeriksa perkiraan panen pisang mas untuk pekan depan.
”Ada sekitar 3 ton pisang yang akan dipanen pekan depan,” ujarnya kepada Kompas, Senin (31/8/2020).
Hari itu, dia masih harus berkeliling meninjau kondisi kebun petani kelompoknya di enam kecamatan. Peninjauan lapangan harus tetap dilakukan untuk memastikan tanaman dalam kondisi baik.
Pekerjaannya lebih ringan dengan adanya aplikasi e-grower. Aplikasi itu memungkinkan petani memeriksa langsung kegiatan pertanian lewat genggaman. Dengan begitu, dia bisa mengetahui perkiraan panen dan kendala yang dihadapi 125 petani anggota kelompoknya tanpa harus menelepon mereka satu per satu.
Pekerjaannya lebih ringan dengan adanya aplikasi e-grower. Aplikasi itu memungkinkan petani memeriksa langsung kegiatan pertanian lewat genggaman.
Saat memantau tanaman pisang, Mujiyanto biasanya datang bersama penyuluh. Perawatan intensif diperlukan agar pisang mas yang dihasilkan memenuhi standar kualitas ekspor.
Saat pohon mulai berbuah, tandan pisang harus dibungkus agar tidak diserang hama dan terpapar langsung sinar matahari. Dengan begitu, buah pisang yang dihasilkan mulus dan tanpa bintik.
Baca juga: Perekonomian dan Virus Korona
Saat panen, pisang juga akan diseleksi ketat untuk menentukan mana yang lolos kualitas ekspor. Pisang mas ekspor harus memenuhi kriteria tertentu, antara lain harus dalam kondisi segar dan kulitnya mulus. Bobot buah berkisar 1,5-2 kg per sisir dan panjang buah 8-9 sentimeter.
Petani di Tanggamus sukses membudidayakan dan mengekspor pisang mas berkat binaan PT Great Giant Pineapple (GGP). Hasil panen pisang mas petani untuk pertama kali diekspor ke Shanghai, China, pada 2018.
Sebagian petani lain juga membudidayakan buah lokal, antara lain jambu kristal dan pepaya. Hasilnya dijual kepada perusahaan untuk diekspor dalam bentuk makanan olahan.
Manisnya hasil panen pisang mas di Tanggamus sudah dirasakan Didik Prayitno (30), petani Desa Karang Rejo, Kecamatan Ulubelu. Dia menanam sekitar 1.000 batang pisang mas secara tumpang sari dengan tanaman kopi di kebun seluas 1 hektar.
Saat ini belum semua pohon pisang di kebun Didik berbuah. Namun, dia bisa memanen sekitar 100-200 kilogram pisang mas setiap pekan. Di tingkat petani, pisang mas dihargai Rp 2.500 per kg.
Baca juga: Ekonomi Kreatif di Lampung Mulai Bergeliat
”Sekarang saya punya penghasilan bulanan sekitar Rp 1 juta setiap bulan. Kalau semua pohon sudah berbuah, penghasilan saya bisa lebih besar,” ucapnya penuh harap.
Didik tertarik menanam pisang mas setelah kesuksesan petani lainnya di Tanggamus. Dia bergabung ke kelompok tani dan mendapat pembinaan dari GGP. Petani juga mendapat bibit pisang mas gratis dari perusahaan.
Perusahaan memberikan pula kemudahan lain dengan menyiapkan tenaga kerja dan mobil untuk membawa pisang hasil panen. Dengan begitu, petani bisa menekan biaya operasional.
Sebelumnya, Didik hanya menanam kopi dan mendapat penghasilan satu kali tiap panen. Untuk kebutuhan sehari-hari, dia bekerja serabutan menjadi buruh tani di kebun orang lain. Jika tak dapat pekerjaan, dia terpaksa berutang kepada tengkulak dan dibayar saat panen kopi.
”Sekarang hasil panen kopi sudah bisa ditabung. Tahun ini, saya dapat hasil panen 1 ton kopi,” ujar Didik yang punya keinginan membangun rumah.
Baca juga: Kebutuhan Pangan Tinggi, Ekspor Komoditas dari Lampung Meningkat
Ketua Kelompok Tani Hijau Makmur M Nur Soleh, yang juga mengelola Banana Packing House, mengatakan, permintaan ekspor sebenarnya semakin tinggi. Selain China dan Singapura, permintaan ekspor juga datang dari negara lain, seperti Arab Saudi dan Turki. Namun, petani belum mampu memenuhi semua permintaan ekspor itu.
Saat ini ada sekitar 500 petani yang bermitra dengan luas hamparan 600 hektar kebun pisang. Sekitar 80 persen dikelola secara tumpang sari dengan kopi. Kini petani siap mengekspor kembali pisang mas ke Singapura. ”Kami menargetkan bisa mengekspor 1-2 kontainer pisang mas pertengahan September 2020,” ujar Sholeh.
Kami menargetkan bisa mengekspor 1-2 kontainer pisang mas pertengahan September 2020 ke Singapura.
Kerja sama yang baik dengan GGP membuat budidaya pisang mas tetap lancar kendati aktivitas ekspor pasang surut. Beberapa bulan lalu, ekspor pisang mas sempat terhenti sementara karena dampak kemarau panjang. Saat itu, buah pisang yang dihasilkan lebih kecil sehingga tidak lolos kualitas ekspor.
Meski begitu, pisang mas tetap dipanen untuk dipasarkan ke swalayan. Harga jual pisang petani juga tetap terjaga karena sudah ada kesepakatan sejak awal. Sekitar 70 warga desa juga terserap sebagai tenaga kerja di perkebunan dan pengemasan.
Corporate Affairs Director Great Giant Foods Welly Soegiono menjelaskan, perusahaan merangkul petani sebagai mitra dengan konsep corporate shared value. PT GGP sebagai unit bisnis GGF yang mengolah nanas kaleng dan buah segar lainnya memberikan pendampingan kepada petani dari hulu ke hilir.
Selain itu, petani juga mendapat jaminan bibit unggul, sarana produksi, dan harga jual. Kesinambungan usaha juga lebih terjaga karena ada kerja sama dengan perusahaan.
Sejak 2018, petani pisang mas di Tanggamus mendapatkan fasilitas subkontrak kawasan berikat Bea dan Cukai. Fasilitas itu memungkinkan petani membeli pupuk, pestisida, dan sarana pertanian lainnya dengan harga yang lebih murah karena tidak dikenai biaya masuk. Kawasan itu juga ditetapkan sebagai kawasan hortikultura berbasis industri 4.0.
Baca juga: Imajinasi dan Daya Kreasi untuk Menerabas Barikade Korona
Senior Manager Sustainability GGF Arief Fatullah menambahkan, perusahaan menerapkan konsep ekonomi sirkular dalam menjalankan bisnis. Dengan prinsip berkelanjutan dan ramah lingkungan, limbah yang dihasilkan diolah kembali menjadi produk lain yang memiliki nilai jual.
Dia mencontohkan, pisang yang tidak memenuhi standar ekspor atau penjualan dapat diolah menjadi keripik. Pengolahan keripik ini melibatkan ibu-ibu rumah tangga di sekitar kebun. Limbah kulit pisang juga bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Dengan begitu, warga desa mendapat nilai tambah ekonomi dari aktivitas bisnis perusahaan.
Di tengah pandemi Covid-19, pisang mas menjadi tumpuan hidup sebagian petani di Tanggamus. Nasib petani pun kian manis.