Aktivitas di Luar Pabrik Diduga Picu Penularan Kluster Industri di Jabar
Kluster industri memicu lonjakan kasus Covid-19 di Jawa Barat dalam sepekan terakhir. Sumber penularan diduga berasal dari aktivitas pekerja di luar pabrik.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Kluster industri memicu lonjakan kasus Covid-19 di Jawa Barat dalam sepekan terakhir. Sumber penularan diduga berasal dari aktivitas pekerja di luar pabrik.
Dugaan itu muncul karena protokol kesehatan di kompleks industri dianggap telah diterapkan dengan ketat. Beberapa kluster industri itu di antaranya di Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Karawang.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil berencana menemui pemilik pabrik di Kabupaten Bekasi, Jumat (4/8/2020). ”Jangan-jangan di tempat kerjanya disiplin, tetapi sepulang kerja dan di lingkungan rumahnya tidak. Ini yang akan dikonfirmasi,” ujarnya Kamis (3/8/2020).
Kamil meminta pemilik pabrik mengedukasi karyawannya untuk tetap menerapkan protokol kesehatan di luar area kerja. Disiplin memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak tidak boleh diabaikan.
Berdasarkan catatan Kompas, ratusan karyawan dari sejumlah perusahaan di Kabupaten Bekasi terpapar Covid-19. Sebagian dirawat di rumah sakit dan sebagian lainnya menjalani isolasi mandiri dengan pengawasan ketat.
Hingga Rabu (26/8/2020), dari 300-an kasus Covid-19 dari kluster industri di daerah itu, 242 orang di antaranya berasal dari karyawan PT LG Electronics Indonesia (Kompas, 27/8/2020). Selain itu, ditemukan juga 71 kasus Covid-19 di Pabrik Tambun I Suzuki, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.
Munculnya kluster industri membuat kasus Covid-19 meningkat. Berdasarkan data Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar (Pikobar), penambahan kasus dalam sepekan terakhir selalu di atas 100 kasus per hari. Terdapat 1.633 kasus baru pada 27 Agustus sampai 2 September.
Lonjakan kasus menyebabkan keterisian tempat isolasi di rumah sakit meningkat. ”Sekarang sekitar 40 persen dari sebelumnya yang stabil di angka 30 persen,” ujarnya.
Kamil menuturkan, pihaknya masih fokus mengendalikan penyebaran Covid-19 di Bodebek (Bogor, Depok, dan Bekasi). Sebab, empat dari lima daerah di kawasan itu, yaitu Kota Bogor, Kota Bekasi, Kota Depok, dan Kabupaten Bekasi, menjadi zona merah Covid-19 atau berisiko tinggi.
”Hanya Kabupaten Bogor yang tidak zona merah. Semoga dengan koordinasi yang baik bisa dikembalikan ke zona risiko sedang dan rendah,” ujarnya.
Munculnya kluster industri membuat kasus Covid-19 meningkat. Berdasarkan data Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar (Pikobar), penambahan kasus dalam sepekan terakhir selalu di atas 100 kasus per hari.
Masih tingginya penambahan kasus Covid-19, membuat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) proporsional di Bodebek diperpanjang hingga 29 September. Hal ini diselaraskan dengan kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang juga memperpanjang PSBB transisi.
”Pemberlakuan PSBB proporsional disesuaikan dengan kewaspadaan daerah di tingkat kecamatan, desa, dan keluarahan dalam bentuk pembatasan sosial berskala mikro,” ujar Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar Daud Achmad.
590.000 pelanggaran
Upaya mengendalikan Covid-19 membutuhkan kedisiplinan warga dalam menjalankan protokol kesehatan. Namun, sejak Peraturan Gubernur Jabar Nomor 60 Tahun 2020 tentang Pengenaan Sanksi Administratif terhadap Pelanggaran Tertib Kesehatan dalam Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dan Adaptasi Kebiasaan Baru dalam Penanggulangan Covid-19 ditetapkan 27 Juli lalu, tercatat 590.858 pelanggaran.
”Mayoritas adalah pelanggaran oleh individu. Sekitar 80 persen terjadi di Kabupaten Bandung,” ujar Kamil.
Sanksi administratif yang diberikan bervariasi, di antaranya berupa teguran, kerja sosial, penghentian kegiatan, pencabutan izin usaha, dan denda Rp 100.00- Rp 500.000. Uang denda akan dimasukkan ke kas daerah.
Tujuan sanksi denda bukan untuk mendapatkan uang, melainkan mendisiplinkan warga dalam menjalankan protokol kesehatan. ”Uang denda yang dikumpulkan sekitar Rp 40 juta dari seluruh wilayah Jabar,” ujarnya.