Tiga warga Kota Blitar, Jawa Timur, meninggal dalam tiga hari terakhir diduga akibat minuman keras atau miras ilegal.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BLITAR, KOMPAS — Tiga warga Kota Blitar, Jawa Timur, meninggal dalam tiga hari terakhir diduga akibat minuman keras. Kepolisian Resor Blitar menangkap suami-istri yang menjual minuman keras.
Korban tewas masing-masing berinisial Ma (46) dan adiknya, Bu (42), warga Jalan Flores, Kelurahan Klampok, Kecamatan Sananwetan, serta Wi (32), warga Jalan Ternate, di kelurahan yang sama. Ma meninggal Senin (31/8/2020) di Puskesmas Sananwetan. Sementara Bu dan Wi meninggal di RS Mardi Waluyo Selasa (1/9/2020) malam.
Selain tiga korban meninggal, ada dua orang lainnya yang masih menjalani perawatan jalan. Mereka adalah Pr (38) dan Ur (29), keduanya warga Kelurahan Klampok.
Kepala Kepolisian Resor Kota Blitar Ajun Komisaris Besar Leonard M Sinambela mengungkapkan, dari hasil pemeriksaan beberapa saksi, diketahui bahwa mereka baru saja meminum miras. Pesta miras dilakukan oleh tujuh orang di rumah salah satu korban di Jalan Flores, Kelurahan Klampok.
”Tiga orang sudah kami mintai keterangan. Mereka menyatakan sama-sama megonsumsi miras. Miras dibeli dan dikonsumsi pada Minggu (30/8/2020). Mereka membeli dua kali, masing-masing 1,5 liter dalam botol. Menurut keterangan, mereka sudah langganan membeli di tempat itu,” ujarnya.
Menurut Leonard, miras yang dikonsumsi para korban ini berasal dari alkohol dicampur air. Adapun mengenai kadar alkoholnya masih didalami melalui uji forensik di Laboratorium Forensik Kepolisian Daerah Jawa Timur. Sebelumnya, pedagang mengaku, membeli alkohol dari salah satu toko di Kediri sebanyak 10 liter.
”Setelah membeli, mereka langsung mengonsumsi. Tidak mencampurnya lagi dengan bahan-bahan lain,” kata Leonard. Polres pun menangkap pedagang masing-masing berinisial AB dan SU, keduanya warga Kelurahan Klampok.
Menurut Leonard, dari tiga korban tewas, dua orang di antaranya diduga kuat meninggal akibat minuman tersebut. Sementara satu korban yang meninggal hari Senin masih perlu didalami dulu, apakah juga diakibatkan oleh minuman yang sama.
Kasus ini menambah deretan peristiwa korban miras di Blitar Raya. Selama 2020, setidaknya terjadi tiga kali kematian massal akibat miras di wilayah tersebut. Mei lalu, delapan warga Desa Rejowinangun, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar meninggal secara beruntun akibat miras. Dua bulan kemudian dua warga Kabupaten dan Kota Blitar juga meninggal akibat miras.
Pengajar di Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, Universitas Muhammadiyah Malang, Hesti Puspitosari, mengatakan, pesta miras masih menjadi fenomena yang sulit dihilangkan di masyarakat dan pelakunya tidak memikirkan dampak. Mengonsumsi miras, khususnya oplosan, jarang dilakukan sendirian. Ada unsur solidaritas.
”Banyak yang meninggal, tetapi kenapa kok masih dilakukan? Kalau saya melihat orang tidak jera sehingga terjadi pengulangan dengan alasan kepuasan. Apalagi saat sudah bertemu teman. Kalau mereka sudah berkumpul, untuk mendapatkan kesenangan terkadang muncul keinginan untuk mencoba-coba. Meramu ini-itu. Semakin keras minuman itu mereka semakin menikmati,” ujarnya.
Mengonsumsi miras, khususnya oplosan, jarang dilakukan sendirian. Ada unsur solidaritas
Selain kepuasan, menurut Hesti faktor ekonomi juga berpengaruh terhadap kebiasaan ini. Kondisi ekonomi memengaruhi kemampuan mereka untuk membeli miras yang terkadang bahan pencampurnya tidak jelas.
Selain penegakan hukum, yang perlu dilakukan untuk mengurangi pesta miras adalah melalui kontrol sosial. ”Di daerah tertentu minum miras tidak diterima. Namun, di daerah lain, minum miras kadang menjadi suatu kebiasaan. Dan masyarakat mesti lebih bijaksana menjadikan kasus-kasus yang terjadi sebagai bahan pembelajaran untuk tidak mengulangi,” katanya.