Sanksi Sosial Belum Sadarkan Pelanggar Protokol Kesehatan di Sidoarjo
Sosialisasi, edukasi, hingga penjatuhan sanksi sosial terhadap pelanggar protokol kesehatan di Sidoarjo sudah diimplementasikan. Namun, frekuensi pelanggaran oleh masyarakat seperti tidak berkurang.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Sosialisasi, edukasi, hingga penjatuhan sanksi sosial terhadap pelanggar protokol kesehatan di Sidoarjo sudah diimplementasikan. Namun, frekuensi pelanggaran oleh masyarakat seperti tidak berkurang. Diperlukan upaya terobosan untuk sadarkan warga dan kendalikan sebaran Covid-19.
Hampir setiap hari, petugas gabungan dari Polresta Sidoarjo, TNI, dan Satuan Polisi Pamong Praja Sidoarjo menggelar razia penerapan protokol kesehatan. Razia itu digelar di jalan utama, pasar tradisional, hingga kawasan permukiman. Namun, frekuensi pelanggaran tetap tinggi.
”Selama pandemi, total lebih dari 6.000 kasus pelanggaran protokol kesehatan ditemukan. Jumlah kartu identitas yang disita dari para pelanggar, lebih dari 5.000 lembar,” ujar Kepala Bidang Ketenteraman dan Ketertiban Satpol PP Sidoarjo Yani Setyawan, Rabu (2/9/2020).
Artinya, apabila dirata-rata, setiap bulan petugas menindak sedikitnya 1.000 pelanggar protokol kesehatan. Sedihnya, jumlah pelanggar setiap hari tidak berkurang bahkan belakangan menunjukkan kecenderungan peningkatan yang signifikan. Kecenderungan peningkatan itu terjadi sejak berakhirnya pembatasan sosial berskala besar dan dimulainya masa transisi adaptasi kebiasaan baru.
Salah satu poin revisi itu, terkait dengan sanksi denda bagi pelanggar. Sanksi denda itu sifatnya pilihan atau alternatif karena pasalnya menyatakan dan/atau. Mayoritas pelanggar memilih disanksi sosial (Yani Setyawan).
Mayoritas pelanggaran protokol kesehatan yang ditindak adalah tidak bermasker. Petugas belum menindak para pelanggar jarak minimum sehingga kerumunan massa masih dibiarkan. Sasaran razia pun masih didominasi para pengendara sepeda motor dan mobil yang melintas di jalan utama, jalan pasar, maupun jalan permukiman.
Yani mengatakan, dibutuhkan upaya terobosan untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya menerapkan protokol kesehatan guna mencegah sebaran Covid-19. Terkait hal itu, pihaknya mengusulkan supaya Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 58 Tahun 2020 yang mengatur tentang sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan direvisi.
”Salah satu poin revisi itu, terkait dengan sanksi denda bagi pelanggar. Sanksi denda itu sifatnya pilihan atau alternatif karena pasalnya menyatakan dan/atau. Mayoritas pelanggar memilih disanksi sosial,” kata Yani.
Tingginya kasus pelanggaran protokol kesehatan di Sidoarjo menyebabkan sebaran virus korona galur baru penyebab Covid-19 sangat tinggi dan sulit dikendalikan. Hal itu menempatkan Sidoarjo pada zona merah peta epidemi. Angka penambahan kasus baru juga masih tinggi setiap harinya.
Data Dinkes Sidoarjo menyebutkan, hingga Rabu, jumlah kasus terkonfirmasi positif mencapai 5.231 orang, sebanyak 3.992 orang di antaranya dinyatakan sembuh sedangkan 329 orang lainnya meninggal. Ada 910 orang yang masih dirawat di rumah sakit rujukan maupun tempat isolasi khusus di hotel dan rumah.
Apabila dibandingkan dengan hari sebelumnya, di mana jumlah kasus terkonfirmasi positif sebanyak 5.188 orang, ada penambahan kasus baru sebanyak 43 orang dalam sehari.
Penambahan kasus baru ini lebih tinggi dibandingkan dengan saat masa PSBB yang rata-rata 30-35 kasus per hari. Dalam kurun waktu sebulan belakangan, bahkan pernah terjadi lonjakan kasus baru hingga 180 orang dalam satu hari, yaitu pada 17 Agustus.
Bekerja keras
Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinkes Sidoarjo Qudrotin mengatakan, tingginya penambahan kasus baru membuat tim penelusuran bekerja keras terus-menerus. Sebagai gambaran, ada tujuh tim tracing yang dibentuk oleh dinkes. Mereka dibantu oleh petugas dari 26 puskesmas di Sidoarjo.
”Bayangkan apabila sehari ada penambahan 180 kasus baru, berarti tim harus menelusuri kontak erat terhadap 180 orang tersebut dalam waktu sehari, karena keesokan harinya sudah ada penambahan kasus baru lagi yang harus ditracing,” kata Qudrotin.
Kepala Dinkes Sidoarjo Syaf Satriawarman mengatakan selain melakukan penelusuran kontak erat pasien terkonfirmasi positif Covid-19 secara agresif, pihaknya juga melakukan pengetesan massal. Setiap hari ada 300-500 spesimen usap cairan hidung atau tenggorokan yang diperiksa di laboratorium lapangan di Gelora Delta Sidoarjo.
Spesimen itu diambil dari warga yang melakukan uji usap di 26 puskesmas di Sidoarjo. Setiap puskesmas memiliki dua tenaga khusus pengambil sampel yang telah tersertifikasi. Selain itu, Dinkes Sidoarjo melayani uji usap atas permintaan atau untuk tujuan tertentu di GOR. Contohnya uji usap dengan menyasar 2.400 pegawai Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam rangka mencegah kluster penularan perkantoran.
Pada Rabu misalnya ada 525 spesimen yang baru masuk. Dari 525 spesimen itu, sebanyak 300 spesimen merupakan kiriman dari 12 puskesmas di Sidoarjo. Sedangkan 175 spesimen lainnya berasal dari pengambilan sampel di GOR dengan sasaran pegawai pasar tradisional, anggota Satpol PP Sidoarjo, dan belasan wartawan yang bertugas di Sidoarjo.
Wartawan merupakan kelompok rentan penularan Covid-19 karena mobilitasnya yang tinggi. Intensitas interaksi sosial wartawan juga signifikan karena harus menemui banyak narasumber dalam bekerja. Selain itu uji usap terhadap wartawan dilakukan sebagai upaya penelusuran kontak erat mendiang Pelaksana Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin yang meninggal karena Covid-19.