Sejumlah program padat karya di perdesaan dan usaha yang dikelola badan usaha milik desa (bumdes) terdampak pandemi Covid-19. Di tengah kesulitan itu, pemerintah desa berupaya mengalokasikan dana desa untuk ekonomi.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Sejumlah program padat karya di perdesaan dan usaha yang dikelola badan usaha milik desa atau bumdes terdampak pandemi Covid-19. Di tengah kesulitan itu, pemerintah desa berupaya mengalokasikan dana desa untuk memutar roda perekonomian.
Kepala Desa Mulyosari, Kecamatan Way Ratai, Kabupaten Pesawaran, Lampung, Saipudin menuturkan, sejumlah pembangunan infrastruktur di desanya terpaksa ditunda karena sebagian dana desa dialihkan untuk penanganan pandemi Covid-19.
”Program padat karya yang masih berjalan hanya pembangunan talud. Pembangunan gedung posyandu dan jalan harus ditunda hingga tahun depan,” kata Saipudin saat dihubungi dari Bandar Lampung, Rabu (2/9/2020).
Tahun ini, desa itu juga berencana mengoperasikan tempat pengolahan kakao. Tempat pengolahan itu dibangun karena sebagian besar warganya merupakan petani. Namun, pandemi Covid-19 membuat rencana itu juga terpaksa ditunda.
Sesuai instruksi pemerintah pusat, alokasi dana desa dialihkan untuk penanganan pandemi Covid-19. Salah satunya adalah untuk memberikan bantuan langsung tunai kepada 24 kepala keluarga di Desa Mulyosari yang terdampak Covid-19. Mereka yang mendapat bantuan dari dana desa merupakan warga yang belum tersentuh bantuan sosial lainnya.
Selama ini, Desa Mulyosari juga sudah menjalankan program pengolahan air mineral yang dikelola oleh Bumdes Sinar Mulya. Selain itu, Bumdes juga mengelola pasar dan perdagangan.
”Selama pandemi, Bumdes menyerap hasil pertanian warga, terutama sayur mayur. Kami sudah mempunyai mitra distribusi di berbagai daerah,” katanya.
Dia mencontohkan, saat harga cabai merah anjlok, bumdes menyerap langsung cabai dari kebun petani. Cabai itu langsung dijual ke pedagang di Sumatera Barat. Rantai pasok yang tidak terlalu panjang membuat harga jual cabai petani yang dibeli bumdes bisa lebih tinggi dibandingkan dengan tengkulak.
Lilis Setiawati selaku Ketua Bumdes Mandiri Bersatu Desa Gisting Bawang, Kecamatan Gisting, Tanggamus, menuturkan, sebagian unit usaha bumdes terpaksa dihentikan akibat terdampak pandemi Covid-19. Selama ini, bumdes memang bergerak di sektor wisata, antara lain pembukaan wisata Dam Margotirto, penyewaan gedung serbaguna, dan katering.
Sebagian unit usaha bumdes terpaksa dihentikan akibat terdampak pandemi Covid-19.
”Unit usaha yang berjalan tinggal dua, yaitu pengelolaan sampah dan pengelolaan air bersih. Namun, kami juga kehilangan pelanggan sekitar 30 persen,” kata Lilis.
Selama ini, sebagian pelanggan jasa bumdes merupakan pemilik hotel dan penginapan di Gisting. Anjloknya kunjungan wisata juga membuat sejumlah penginapan tidak beroperasi. Secara otomatis, mereka menghentikan sementara langganan jasa pengelolaan sampah dan air bersih dari bumdes.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Transmigrasi Lampung Fitrianita Damhuri menjelaskan, alokasi dana desa masih diprioritaskan untuk penanganan pandemi Covid-19. Kondisi itu membuat pelaksaan sejumlah program padat karya di desa terpaksa ditunda.
Pandemi Covid-19 juga membuat upaya penguatan bumdes tidak teralokasi dari dana desa. Selain untuk bantuan langsung tunai, dana desa juga diprioritaskan untuk membayar gaji aparat desa.
”Bumdes yang berkembang di sektor pariwisata memang paling terdampak. Bumdes yang bisa bertahan bergerak di sektor produksi dan distribusi barang,” katanya.
Saat ini, bumdes diarahkan untuk menjadi mitra produksi dan distribusi bantuan barang dari pemerintah pusat. Bumdes menyediakan berbagai kebutuhan pangan, seperti beras, yang akan didistribusikan ke masyarakat.