Pendisiplinan masyarakat untuk mencegah penularan Covid-19 di Kalimantan Selatan terkesan masih pasif sehingga penambahan kasus baru tetap terjadi. Implementasi aturan hukum dengan sanksi di lapangan sangat dinanti.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·5 menit baca
Upaya pencegahan infeksi Covid-19 di Kalimantan Selatan masih belum optimal meskipun upaya pelacakan kasus dengan tes usap sudah cukup masif. Selama hampir enam bulan bergumul dengan Covid-19, pendisiplinan masyarakat untuk mencegah penularan terkesan masih pasif sehingga penambahan kasus baru tetap terjadi.
Hingga Minggu (30/8/2020), ada penambahan 64 kasus baru sehingga jumlah kasus positif Covid-19 di Kalimantan Selatan menjadi 8.256 kasus. Dari jumlah itu, 6.271 orang dinyatakan sembuh, 1.631 orang dalam perawatan, dan 354 orang meninggal. Secara nasional, Kalsel menempati urutan keenam kasus Covid-19 tertinggi di Indonesia.
Tingginya jumlah kasus di Kalsel tidak lepas dari upaya pelacakan kasus secara masif yang dilakukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kalsel. Pada 14-19 Agustus 2020, tes usap masif dilakukan di 13 kabupaten/kota dengan target sasaran 10.000 orang. Realisasi tes usap masif itu melampaui target, yakni mencapai 120,3 persen atau berjumlah 12.032 orang.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan Muhammad Muslim, yang juga juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kalsel, mengatakan, warga Kalsel yang telah menjalani tes usap dari April sampai dengan 23 Agustus 2020 berjumlah 57.947 orang. Dari mereka telah diambil sampel usap 66.257 spesimen.
Jika dibandingkan dengan penduduk Kalsel yang saat ini berjumlah sekitar 4,3 juta jiwa, tes usap sudah dilakukan pada 1,35 persen penduduk Kalsel. Jumlah tes itu pun sudah bisa memenuhi standar minimum yang disyaratkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni minimal 1 tes per 1.000 penduduk per minggu.
Di samping sudah bisa melakukan tes usap masif, tingkat kesembuhan pasien Covid-19 di Kalsel juga terus meningkat. Sampai dengan Minggu (30/8/2020), tingkat kesembuhan di Kalsel sudah mencapai 75,96 persen. Sementara itu, tingkat kematian yang sempat di atas 5 persen kini turun menjadi 4,29 persen.
”Kasus positif baru masih terus ditemukan meskipun ada tren peningkatan jumlah kesembuhan. Untuk itu, upaya pencegahan harus lebih dimantapkan,” kata Muslim.
Menurut Muslim, upaya pencegahan harus diperkuat seiring dengan peningkatan jumlah kesembuhan supaya kasus Covid-19 di Kalsel bisa segera melandai. Sangatlah penting agar masyarakat disiplin dalam 3M plus, yaitu menggunakan masker, mencuci tangan pakai sabun, menjaga jarak, serta meningkatkan daya tahan tubuh.
Dari survei yang dilakukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kalsel terhadap kepatuhan masyarakat, terlihat bahwa kedisiplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan masih belum bagus. ”Sistem sanksi di berbagai tempat masih belum optimal. Untuk itu, edukasi memang harus lebih dimantapkan,” ujarnya.
Belum diimplementasikan
Dalam upaya pendisiplinan masyarakat, sebetulnya pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Kalsel sudah memiliki payung hukum dalam bentuk peraturan gubernur ataupun peraturan bupati dan peraturan wali kota. Namun, aturan hukum itu belum juga diimplementasikan secara tegas di lapangan.
Pemprov Kalsel sudah menerbitkan Peraturan Gubernur Kalsel Nomor 066 Tahun 2020 tentang Panduan Tatanan Masyarakat yang Produktif dan Aman Covid-19. Dalam pergub itu diatur soal sanksi administratif bagi perseorangan ataupun lembaga yang melanggar protokol kesehatan. Sanksi mulai dari teguran lisan sampai dengan pencabutan izin.
Ketika pergub itu masih dalam tahap sosialisasi, terbitlah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020. Dalam inpres disebutkan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan juga berupa kerja sosial dan denda administratif. Sanksi itu tidak ada dalam pergub. ”Pergub sedang direvisi untuk disesuaikan dengan inpres,” ujar Muslim.
Di Kota Banjarmasin, revisi juga dilakukan terhadap Peraturan Wali Kota Banjarmasin Nomor 60 Tahun 2020. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin Machli Riyadi, yang juga juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Banjarmasin, perwali disesuaikan dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2020.
”Perwali sudah selesai direvisi. Rencananya akan diberlakukan pada 1 September. Penerapan di lapangan akan dikawal oleh satpol PP bersama TNI-Polri,” kata Machli.
Dalam Pasal 12 Perwali Banjarmasin Nomor 60 Tahun 2020 disebutkan, setiap orang yang tidak melaksanakan kewajiban menggunakan masker di luar rumah di tempat umum atau fasilitas umum dikenakan sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis, kerja sosial, penahanan identitas, penutupan tempat usaha, dan denda Rp 100.000.
Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina mengatakan, penegakan sanksi itu bertujuan meningkatkan disiplin masyarakat terhadap penggunaan masker. Penggunaan masker sangat penting untuk melindungi diri sendiri dan melindungi orang lain dari paparan virus korona. ”Pemberian sanksi denda itu akan menjadi pilihan terakhir,” ujarnya.
Pengendalian di hulu
Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Husaini mengatakan, setiap wabah, tak terkecuali Covid-19, memiliki fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi atau tampak saat ini sangatlah kecil jika dibandingkan dengan kasus riil di tengah masyarakat.
”Pengendalian kasus Covid-19 harus dilakukan di bagian hulu, yakni pada garda terdepannya. Dalam hal ini garda terdepannya adalah masyarakat dan para pemangku kepentingan. Semua harus melakukan perang semesta melawan Covid-19,” katanya.
Menurut Husaini, perang melawan Covid-19 selama belum ada obat atau vaksin dengan mematuhi protokol kesehatan. Maka, diperlukan dasar hukum untuk mengedukasi dan memaksa setiap orang mematuhi protokol kesehatan.
Pengendalian kasus Covid-19 harus dilakukan di bagian hulu, yakni pada garda terdepannya. Dalam hal ini garda terdepannya adalah masyarakat dan para pemangku kepentingan. (Husaini)
”Peraturan yang sudah dibuat itu hendaknya dijalankan secara tegas, konsisten, dan kontinu. Pelaksanaannya juga harus diawasi dan dievaluasi supaya optimal dalam meningkatkan kedisiplinan masyarakat,” katanya.
Tanpa kedisiplinan menjalankan protokol kesehatan, bukan tidak mungkin kasus di Kalsel akan terus bertambah. Kondisi itu juga akan membebani keuangan pemerintah daerah. Gubernur Kalsel Sahbirin Noor memperkirakan, anggaran penanganan Covid-19 di Kalsel hingga Desember 2020 mencapai Rp 464,6 miliar. Dengan begitu, terjadi defisit anggaran sejumlah Rp 84,6 miliar.
Sebelumnya, Pemprov Kalsel sudah mengalokasikan anggaran penanganan Covid-19 senilai Rp 200 miliar. Dana awal itu kemudian ditambah dengan dana cadangan sebesar Rp 180 miliar sehingga menjadi Rp 380 miliar.
”Untuk menutup defisit anggaran itu, kami akan melakukan efisiensi anggaran penanganan Covid-19. Selain itu, juga bakal mengambil sumber pendanaan dari realokasi kegiatan yang bisa ditunda pada tahun anggaran 2020,” kata Sahbirin.
Sahbirin mengaku sudah dibuat pusing menghadapi virus korona ketika menyalurkan bantuan bahan pokok kepada para pedagang di Pasar Terapung Lok Baintan, Sabtu (29/8/2020). Banyak korban berjatuhan. Perekonomian juga menjadi seret. ”Namun, kita semua tidak boleh putus asa dan selalu berusaha menghindari serta mencegah paparan virus korona dengan protokol kesehatan,” katanya.