Masa Kritis Berlalu, Sulsel Waspadai Ledakan Baru
Sulsel menunjukkan tren baik dengan menurunnya kasus Covid-19. Daerah ini bersiap menggenjot sektor ekonomi. Namun, kehati-hatian diperlukan agar tak terjadi lonjakan kasus baru.
Enam bulan dilanda pandemi, sebagian warga Sulawesi Selatan barangkali lega melihat angka perkembangam kasus Covid-19 di wilayah ini beberapa pekan terakhir. Angka kasus yang terus menurun dan reproduksi efektif yang juga turun di bawah satu seolah menjadi harapan pandemi segera berlalu. Meski begitu, kewaspadaan harus tetap diutamakan. Seperti yang dialami banyak daerah atau negara lain, ledakan kasus bisa saja terjadi lagi.
Pakar epidemiologi Universitas Hasanuddin, Prof Ridwan Amiruddin, mengatakan, pertanda baik ini bukan berarti bisa disikapi seolah pandemi telah usai. Sikap lengah dan dan abai bisa saja membuat lonjakan kasus baru kembali bermunculan. Kehati-hatian tetap diperlukan sembari bergegas memacu pertumbuhan sektor ekonomi yang sempat terseok akibat pandemi.
”Ini patut disyukuri. Pandemi di Sulsel dimulai pada Maret dan fase kritis terjadi sepanjang Mei-Juli. Fase kritis ditandai dengan terus melonjaknya angka pertambahan kasus dan juga angka reproduksi efektif yang cukup tinggi. Sekarang mulai melandai dan kami berharap ini menjadi pertanda baik,” kata Ridwan, di Makassar, Rabu (26/8/2020).
Data Dinas Kesehatan Sulsel sepanjang 20-26 Agustus menunjukkan total kasus adalah 474 dari semua 24 kabupaten/kota di Sulsel. Walau angkanya masih tinggi, jika dirata-ratakan, berarti ada 67 kasus per hari, turun dibanding pertambahan sepanjang Juli yang konsisten di atas 100 kasus per hari. Bahkan, kala itu, penambahan kasus pernah mencapai lebih dari 200 sehari.
Tak hanya angka pertumbuhan kasus yang menurun, persentase kesembuhan yang mencapai 75,2 persen dan tingkat kematian 3 persen dari total kasus positif dinilai sebagai hal baik dari penanganan pandemi selama hampir enam bulan ini.
Laju insidensi per 100.000 penduduk adalah 122,7 atau ada 122 kasus per 100.000 penduduk. Adapun jumlah kematian per 100.000 penduduk adalah 3,7. Dari 11.638 kasus positif per Selasa (26/8/2020), jumlah yang sembuh mencapai 8.801 dan meninggal 350. Selebihnya saat ini masih menjalani perawatan maupun isolasi.
Baca juga: Pariwisata di Sulsel Mulai Kembali Bergeliat
Saat ini, pekerjaan rumah tim percepatan penanganan pandemi Covid-19 Sulsel adalah menuntaskan pemeriksaan spesimen berdasarkan metode reaksi berantai polimerase atau PCR sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO. Sejauh ini, jumlah spesimen yang diperiksa di Sulsel mencapai 92.809 dari total penduduk 9.426.885.
”Memang angkanya cukup tinggi, tetapi jika berdasarkan standar WHO, yakni satu per 1.000 penduduk per minggu, Sulsel baru berada di angka 0,33-0,4 per 1.000 penduduk per minggu. Ini yang sekarang harus kita kejar agar bisa memenuhi standar WHO untuk bisa benar-benar memasuki kehidupan baru,” kata Ridwan.
Keberadaan tujuh laboratorium di Sulsel dan dua laboratorium bergerak diharapkan menambah jumlah spesimen yang diperiksa hingga bisa memenuhi standar WHO tersebut. Prinsipnya, semakin banyak spesimen yang diperiksa, semakin besar pula peluang menemukan kasus positif untuk kemudian ditangani dan dicegah penyebarannya.
Kondisi pandemi Sulsel saat ini dengan tren penurunan kasus tak lepas dari masifnya penelusuran dan tes. Selain itu, pemisahan antara orang terkonfirmasi positif dan sehat. Penanganan orang yang terkonfirmasi positif, tetapi harus dirawat dan yang hanya butuh isolasi juga ketat dilakukan.
Baca juga: Wisata Covid Diklaim Efektif Cegah Kelebihan Kapasitas Rumah Sakit
Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah mengatakan, menjadikan Makassar sebagai pusat perawatan dan isolasi bagi pasien Covid-19 juga punya pengaruh signifikan menekan angka kasus di daerah. Makassar selama ini juga sebagai episentrum kasus Covid-19 di Sulsel dengan jumlah kasus mencapai separuh dari semua kasus di Sulsel.
”Hampir semua kasus positif di daerah kami bawa ke Makassar. Pertimbangannya adalah daerah tak memiliki fasilitas memadai. Selain itu, kami menjaga agar kasus tak banyak menular di daerah agar ekonomi, terutama pertanian, tak terganggu,” kata Nurdin kepada Kompas, Rabu (26/8).
Nurdin mengatakan, sejak awal, pihaknya gencar melakukan penelusuran dan tes secara masif. Orang-orang yang ditemukan positif ditindaklanjuti sesuai dengan kebutuhan. ”Jika tak sakit, mereka kami isolasi di sejumlah hotel. Jika harus dirawat, baru kami rujuk ke rumah sakit,” ujarnya.
Di tengah pandemi, Nurdin menjaga agar Sulsel yang jadi pemasok pangan nasional tak kehilangan perannya. Ekonomi Sulsel banyak bertumpu pada pertanian yang tersebar di kabupaten dan kota di luar Makassar.
Tapi, seiring waktu, di tengah pengawasan protokol kesehatan yang ketat, saya berharap secara alami akan kembali bergerak.
”Karena itu, saya memilih memusatkan isolasi dan perawatan di Makassar agar pandemi ini bisa ditangani sambil ekonomi di daerah juga jalan. Memang di Makassar, perdagangan dan jasa agak lesu karena kemarin ada PSBB (pembatasan sosial berskala besar) hingga dua kali. Tapi, seiring waktu, di tengah pengawasan protokol kesehatan yang ketat, saya berharap secara alami akan kembali bergerak,” kata Nurdin.
Bagi Nurdin, mengambil alih sebagian besar kasus Covid-19 di daerah dan memusatkan penanganannya di Makassar di bawah kendali provinsi lebih memudahkan penanganan dan pengawasan. Dengan kata lain, jika Makassar bisa ditangani, sebagian besar Sulsel tertangani.
Memang, penanganan pandemi di Makassar selama 6 bulan ini diwarnai berbagai peristiwa, termasuk perlawanan dan pembangkangan warga. Abai pada protokol kesehatan, penjemputan paksa jenazah, hingga penolakan tes cepat, sempat dilakukan warga. Namun, persoalan ini kemudian diatasi dengan peran semua pihak hingga di tingkat RT dan RW. Edukasi tak henti juga menjadi kata kunci.
Sejumlah bencana di daerah, seperti banjir di Bantaeng, Jeneponto, Luwu Utara, Wajo, dan Sidrap beberapa waktu lalu turut memecah konsentrasi penanganan pandemi. Namun, seiring waktu, persoalan-persoalan ini ditangani bersamaan dengan penanganan pandemi.
Baca juga: Penolakan Terbuka Warga di Sulsel
Kini, tren penurunan kasus Covid-19 mulai disikapi Pemprov Sulsel dengan menyusun strategi percepatan pemulihan ekonomi. Percepatan ini di antaranya akan dilakukan melalui percepatan belanja pemerintah daerah.
”Yang jelas, sampai saat ini kami masih mendorong kabupaten/kota yang terjadi perlambatan (belanja daerah). Setelah itu, kita mulai mengidentifikasi perlambatan terjadi di mana saja,” kata Sekretaris Provinsi Sulsel Abdul Hayat seusai melakukan diskusi di Kantor Gubernur Sulsel, Senin (24/8), bersama BPS dan Bank Indonesia.
Abdul Hayat menyebutkan, target belanja daerah Pemprov Sulsel setelah dilakukan refocusing dan realokasi anggaran adalah Rp 9,3 triliun. Sejauh ini, realisasi mencapai Rp 4,6 triliun atau sebesar 50,34 persen. Belanja ini meliputi belanja operasional, seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja aset, serta belanja tak terduga.
”Angka ini masih sesuai dengan target yang direncanakan, apalagi pekerjaan-pekerjaan fisik saat ini masih dalam tahap pencairan uang muka sehingga dipredikasi pada triwulan III dan triwulan IV akan terealisasi hingga 70 persen,” kata Abdul Hayat.
Khusus untuk belanja penanganan Covid-19 di Sulsel, realisasi meliputi pembayaran insentif tenaga medis se-Sulsel senilai Rp 20,6 miliar untuk 4.731 tenaga kesehatan serta realisasi belanja penanganan Covid-19 lainnya sebesar Rp 1,58 miliar.
Di sektor perlindungan sosial, telah terealisasi pembayaran Program Keluarga Harapan (PKH) se-Sulsel sebesar Rp 948,42 miliar untuk 2,18 juta keluarga. Selain itu, penyaluran bantuan bahan pokok untuk 4,35 juta keluarga sebesar Rp 829,28 miliar, penyaluran bantuan sosial tunai untuk 371.403 keluarga senilai Rp 222,84 miliar, serta penyaluran bantuan langsung tunai dana desa sebesar Rp 865,6 miliar untuk 259.419 keluarga.
Terkait percepatan pembangunan sektor ekonomi, Nurdin Abdullah mengatakan, menjaga dan mematuhi protokol kesehatan secara ketat adalah kata kunci. Mengacu Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020, Nurdin telah meneken peraturan gubernur (pergub) yang mengatur berbagai hal terkait penanganan pandemi dan kepatuhan pada protokol kesehatan.
Pergub ini akan dijabarkan lagi dengan peraturan wali kota dan peraturan bupati. Nantinya, aturan-aturan dan sanksi yang dibuat akan berbeda setiap daerah, tergantung kondisi dan kearifan lokal masing-masing.
”Intinya, kami membebaskan kegiatan ekonomi berjalan, tetapi dengan komitmen bersama untuk menjaga dan menerapkan protokol kesehatan. Kita lihat nanti perkembangannya pada triwulan ketiga dan keempat. Saya cukup optimistis,” ujar Nurdin.
Begitu pun terkait pembelajaran tatap muka, Nurdin menyebutkan, tak lagi akan mengatur, tetapi sebaliknya menunggu usulan sekolah. ”Jika mereka bisa memastikan akan menjaga protokol kesehatan, pihak sekolah bisa bermohon kemudian dinas pendidikan akan mengecek serta mengevaluasi. Saya berharap, perlahan semua bisa kembali bergerak, tetapi tetap dalam tatanan baru,” katanya.