Kebakaran lahan di Sumsel mulai memasuki lahan gambut. Luas kebakaran mencapai 150,28 hektar. Titik panas juga meningkat pesat dibandingkan bulan lalu.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Kebakaran lahan di Sumatera Selatan meluas mencapai 150,28 hektar. Titik panas juga meningkat pesat dibandingkan dengan bulan lalu. Kewaspadaan kebakaran ditingkatkan mengingat kebakaran lahan sudah menggerus lahan gambut di kawasan rawan terbakar.
Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan Wilayah Sumatera Ferdian Krisnanto, Rabu (2/9/2020), mengungkapkan, saat ini kebakaran lahan sudah memasuki lahan gambut. Ada dua lokasi yang terpantau sudah terbakar, yakni di kawasan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, dan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Beberapa titik kawasan gambut di Pedamaran juga terlihat mulai mengering. ”Beberapa waktu lalu, kawasan gambut di sana masih tergenang air. Kini air di sana sudah surut. Dengan kondisi ini, kita sudah siaga satu,” ucapnya.
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel Ansori menyebutkan, kebakaran lahan terluas ada di Kabupaten Ogan Ilir yang mencapai luasan 70,3 hektar dan Banyuasin seluas 64,73 hektar. Selain itu, di Muara Enim seluas 7 hektar, Kota Palembang 5 hektar, Musi Banyuasin 2 hektar, Penukal Abab Lematang Ilir 1 hektar, dan Musi Rawas 0,25 hektar. Total lahan yang terbakar mencapai 150,28 hektar.
Sebagian besar kebakaran lahan masih terjadi di wilayah tengah Sumsel. Namun, kewaspadaan harus terus ditingkatkan mengingat September ini diprediksi merupakan puncak musim kemarau. Pada puncak musim, potensi kebakaran bisa meningkat pesat.
Adapun jumlah titik panas di Sumsel pada Agustus mencapai 1.121 titik, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan satu bulan sebelumnya sebanyak 388 titik panas. ”Kemungkinan September nanti titik panas akan lebih tinggi mengingat saat itu merupakan puncak musim kemarau,” ucap Ansori.
Satgas Penanganan Karhutla Sumsel telah mengantisipasi potensi kebakaran di kawasan pesisir timur Sumsel, terutama di Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Musi Banyuasin yang memiliki kawasan gambut cukup luas. ”Ketika lahan gambut sudah terbakar, tentu akan sulit dipadamkan dibandingkan dengan kebakaran di lahan mineral,” ujarnya.
Petugas juga masih menemui sejumlah kendala dalam memadamkan api, seperti keterbatasan akses menuju titik api dan persediaan air yang minim. Untuk kawasan yang tidak bisa diakses oleh tim darat, satgas menggunakan 10 helikopter bom air. Selain itu, ada dua pesawat patroli dan satu pesawat teknologi modifikasi cuaca untuk menuai awan hujan.
Ferdian mengatakan, pihaknya meminta tim TMC membuat hujan buatan di kawasan Ogan Komering Ilir dan Musi Banyuasin mumpung masih ada potensi awan hujan di sana. ”Jika ada hujan buatan, tentu kawasan gambut bisa lebih basah dan potensi kebakaran dapat ditekan, termasuk untuk menambah persediaan air jika sewaktu-waktu ada kebakaran di kawasan tersebut,” ucapnya.
Tim TMC agar membuat hujan buatan di kawasan Ogan Komering Ilir dan Musi Banyuasin mumpung masih ada potensi awan hujan di sana.
Berdasarkan hasil pengamatan selama lima tahun terakhir, kebakaran di kawasan Ogan Komering Ilir dan Musi Banyuasin biasanya terjadi pada November sehingga kebakaran kali ini masih berada di fase awal. Untuk itu, patroli terus dilakukan.
Di Sumsel saat ini terdapat 300 petugas Manggala Agni yang terbagi di empat daerah operasi. Telah dibangun pula empat pondok kerja di setiap daerah operasi. Satu pondok kerja diisi oleh 15 personel dengan dilengkapi sarana dan prasarana alat pemadam kebakaran.
Selain itu, dibangun 14 posko di desa rawan terbakar yang diisi oleh personel Manggala Agni, TNI/Polri, dan masyarakat sekitar. ”Satu posko desa akan mengawasi tiga desa sekitarnya,” ucap Ferdian.
Ada beberapa hal yang penanganannya diprioritaskan oleh petugas, yakni jangan sampai kebakaran lahan mengganggu lalu lintas seperti yang terjadi di Jalan Tol Palembang-Indralaya mengingat asap sempat memasuki tol hingga tiga kali. Selain itu, petugas pemadam berupaya agar kebakaran tidak mendekati permukiman penduduk.
Revitalisasi ekonomi
Sebelumnya, Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut Myrna A Safitri mengatakan, keterlibatan masyarakat dibutuhkan untuk menjaga ekosistem gambut. Menurut dia, revitalisasi ekonomi perlu dilakukan agar masyarakat merasakan manfaat lahan gambut tersebut.
Sampai Juli 2020, ujar Myrna, ada 509 desa peduli gambut di Indonesia dengan luas 7,3 juta hektar. Desa-desa itu terus didampingi agar bisa mengembangkan ekonomi dengan melibatkan para pendamping desa. Pengembangan disasarkan pada potensi desa, seperti pertanian, perikanan, perkebunan, kerajinan, peternakan, dan agrowisata.
Menurut Myrna, pengembangan ekonomi di desa yang berada di lahan gambut perlu diprioritaskan karena jika hal ini dibiarkan, dikhawatirkan akan berdampak pada terancamnya upaya restorasi gambut yang sedang diupayakan.
”Kalau masyarakat desa tidak bisa mengembangkan ekonomi, mereka akan tergoda merusak ekosistem gambut yang ada di sekitarnya,” ucapnya. Untuk itu perlu ada sinergitas dari semua pihak untuk menyokong warga desa agar perekonomian mereka berkembang.