Inovasi Lawan Pandemi Tertahan Disiplin Diri
Perang melawan Covid-19 masih panjang di Jawa Barat. Vaksin bisa jadi kado indah di awal tahun depan. Namun, sepanjang itu belum terjadi, mengabaikan protokol kesehatan rentan menghancurkan negara ini.
Lonjakan kasus Covid-19 di Jawa Barat masih terus terjadi sejak virus SARS CoV-2 mulai menebar ancaman di seantero Nusantara, setidaknya enam bulan lalu. Seiring itu, tes usap hingga pelacakan gencar dilakukan. Inovasi dikembangkan kilat. Namun, lemahnya penerapan protokol kesehatan rentan membuat ragam kerja keras itu sulit menemui ujungnya.
Panas terik di Kabupaten Cirebon jadi saksi saat razia masker dilakukan di dua titik di Kecamatan Plered, Rabu (26/8/2020). Sedikitnya terjaring 14 orang tidak bermasker dalam waktu kurang dari sejam. Mereka dikenai sanksi ringan, seperti melafalkan Pancasila atau push-up. Tidak hanya itu, semua langsung menjalani tes uji cepat di mobil puskesmas. Beruntung tidak ada seorang pun yang dinyatakan reaktif.
Selain Plered, razia juga digelar di Kecamatan Mundu, Beber, Klangenan, Weru, Kedawung, Lemahabang, Sedong, dan Kecamatan Gunung Jati. Daerah-daerah itu merupakan lokasi penyebaran Covid-19. Untuk mengumumkan program ini, petugas gabungan berkeliling selama 15 hari ke depan. Lima hari pertama adalah sosialisasi, pembagian masker, sekaligus penerapan sanksi ringan.
Lima hari berikutnya, warga yang tidak bermasker di tempat umum akan dikenai sanksi sedang, seperti kerja sosial. Lima hari kemudian, petugas bakal menerapkan sanksi berat, yakni denda uang paling besar Rp 100.000 per orang.
Sejumlah warga yang terjaring razia masker mengaku baru mengetahui aturan tersebut. Padahal, Peraturan Bupati Cirebon Nomor 53 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 telah berlaku saat diundangkan 14 Agustus lalu.
”Ini pertama kali saya kena razia masker. Biasanya sih saya nyetok (menyimpan) masker di jok motor,” ucap Fajar Rachmat (24), yang dihentikan petugas di Desa Kaliwulu, Plered, tak jauh dari rumahnya. Plered termasuk zona merah penyebaran Covid-19. Setidaknya 22 orang terkonfirmasi positif Covid-19.
Baca juga: Komoditas Pertanian Jabar Justru Semakin Kuat Saat Pandemi
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Cirebon Alex Suheriyawan mengatakan, penindakan terhadap pelanggar protokol kesehatan dilakukan setelah pihaknya membagikan masker kepada masyarakat. Targetnya, 2,5 juta masker disebar ke penduduk Cirebon yang berkisar 2,2 juta jiwa.
Saat ditanya, apakah penindakan tersebut terlambat, Alex mengatakan, ”Kami terhambat regulasi. Aturannya baru turun.” Padahal, Peraturan Gubernur Jabar Nomor 60 Tahun 2020 terkait sanksi pelanggar protokol kesehatan diterbitkan hampir sebulan sebelum penindakan, yakni 27 Juli 2020. Cirebon adalah satu dari sedikit daerah yang menerapkannya. Daerah lain yang sudah mengadopsi aturan itu adalah Kabupaten Garut, Kota Cimahi, dan Kota Bandung.
Selain tak langsung bergerak, konsistensi pengawasan mandiri pun kian longgar. Pemkab Cirebon tidak lagi mendata warga yang kerap keluar atau datang ke Cirebon. Padahal, sebagian besar kasus dipicu pelaku perjalanan. Pendataan dibutuhkan karena mereka harus diawasi dan menjalani karantina mandiri.
Selain tak langsung bergerak, konsistensi pengawasan mandiri pun kian longgar. Pemkab Cirebon tidak lagi mendata warga yang kerap keluar atau datang ke Cirebon
Pendataan pelaku perjalanan hanya dilakukan pada April dan Mei ketika kasus Covid-19 mulai muncul. Pemeriksaan identitas dan riwayat perjalanan pemudik juga diperiksa di perbatasan daerah. Saat itu, bertepatan dengan mudik Lebaran sehingga tercatat 40.994 pemudik dalam negeri dan 1.072 dari luar negeri.
”Sekarang, sudah adaptasi kebiasaan baru (AKB). Tidak ada lagi pendataan warga dari luar kota. Pemantauan kembali ke diri masing-masing untuk menerapkan protokol kesehatan,” kata Camat Sedong Sund Dewi.
Sedong termasuk daerah penyebaran Covid-19 setelah delapan orang terkonfirmasi positif. Salah satu warga bahkan meninggal karena Covid-19 setelah pulang dari Jakarta.
Baca juga: Sebanyak 41 Tenaga Kesehatan di Subang Positif Covid-19
Bupati Cirebon Imron Rosyadi mengatakan, pihaknya tidak lagi mendata dan memeriksa warga di daerah perbatasan karena bisa berdampak pada ekonomi. ”Sekarang juga sudah bukan masa PSBB (pembatasan sosial berskala besar). Salah satu bentuk pencegahan Covid-19 adalah pakai masker,” ungkapnya.
Imron menampik, lonjakan kasus Covid-19 di Cirebon karena lemahnya upaya pencegahan. ”Kasus ini naik karena pemeriksaan terus. Prinsip kami, lebih baik menemukan banyak kasus positif daripada kasus banyak tetapi tidak terdeteksi,” katanya.
Tes berbasis reaksi rantai polimerase (PCR) di Cirebon sudah mencapai 13.677 orang. Pihaknya menargetkan, sekitar 22.000 warga Cirebon atau 1 persen dari total penduduk menjalani tes tersebut. Dana yang disiapkan Rp 20 miliar untuk mencapai target itu.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon Eni Suhaeni serius memperluas cakupan tes usap. Ketika sejumlah daerah masih mengandalkan Laboratorium Kesehatan Daerah Jabar di Bandung, pihaknya sudah menjalin kerja sama dengan Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon.
Ketika sejumlah daerah masih mengandalkan Laboratorium Kesehatan Daerah Jabar di Bandung, pihaknya sudah menjalin kerja sama dengan Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon
Pihaknya juga berusaha melacak kasus Covid-19. Saat menemukan 16 orang positif Covid-19 di Plered, misalnya, hasil pelacakan dinkes sebanyak 552 orang. Artinya, pihaknya menemukan sekitar 34 orang yang kontak erat dengan satu orang positif.
Akan tetapi, upaya pelacakan dan tes seperti pemadam kebakaran, bukan mencegah kebakaran. Pasalnya, lonjakan kasus terjadi ketika AKB. ”AKB dipahami seolah-olah bebas (beraktivitas seperti sebelum pandemi). Sebagian masyarakat, termasuk kita, sudah longgar dan abai pada protokol kesehatan,” katanya.
Cirebon hanya secuil kisah sulitnya bertarung melawan Covid-19 dari Jabar. Jadi daerah dengan penduduk terbanyak, lebih dari 50 juta orang, Jabar belum bisa memenuhi standar kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Di pemeriksaan PCR dari target 500.000 pemeriksaan atau 1 persen dari jumlah penduduk, tes PCR di Jabar baru 208.525 sampel, hingga Kamis (27/8/2020).
Kondisi itu ikut berkontribusi pada jumlah kasus di Jabar. Berdasarkan informasi yang dihimpun Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar, total kasus Covid-19, yang terkonfirmasi hingga Kamis pukul 19.00, mencapai 10.002 pasien dengan jumlah pasien yang meninggal hingga 263 jiwa. Sementara itu, kasus aktif atau isolasi di Jabar terhitung sebesar 3.742 pasien dan pasien, dengan jumlah kesembuhan mencapai 5.997 pasien.
Baca juga: Kasus Positif Tembus 230 Orang, Kabupaten Cirebon Tambah Ruangan Isolasi
Ketua Harian Gugus Tugas Jabar Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, positivity rate per 100 orang melalui pengetesan metode PCR per 23 Agustus di Jabar masih 20 persen. Menurut standar WHO, angka positivity rate per 100 orang harus sebesar 5 persen.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil menyatakan, untuk mencapai standar WHO, pihaknya berupaya meningkatkan pengetesan uji usap. Terkait hal itu, pihaknya tengah merancang kerja sama dengan pihak swasta untuk mengejar target tes. ”Kami mengurus penduduk sebanyak Korea Selatan, tetapi duitnya sekitar 1 persen dari anggaran mereka,” kata Kamil.
Kami mengurus penduduk sebanyak Korea Selatan, tetapi duitnya sekitar 1 persen dari anggaran mereka.
Selain itu, 26 laboratorium pendukung dan 27 unit PCR portabel diaktifkan guna memeriksa hingga 50.000 spesimen per pekan. ”Alat PCR portabel ini kami bagikan untuk daerah pelosok-pelosok,” ujar Kamil.
Kepala UPTD Laboratorium Kesehatan Daerah Jabar Ema Rahmawati mengatakan, persebaran laboratorium belum merata. Karena itu, Ema sangat mendukung inisiatif setiap daerah untuk membangun laboratorium pemeriksaan. Hal tersebut juga menjadi modal di masa depan jika terjadi pandemi serupa. Beberapa daerah yang belum memiliki laboratorium berstandar pusat ini antara lain Kota Sukabumi, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Tasikmalaya.
”Saat ini laboratorium pendukung ini berada di kota-kota besar, seperti di kawasan Bodebek dan Kota Bandung, Cirebon dan Kota Cimahi,” ujarnya.
Rumah teknologi
Selain laboratorium konvensional, Jabar juga mengoperasikan laboratorium buatan PT Bio Farma ini berstandar Bio Safety Level 3 (BSL-3). Fungsinya untuk diagnostik dan riset mikroorganisme, seperti bakteri dan virus. Laboratorium yang dipinjamkan dan dioperasikan Fakultas Kedokteran Unpad ini punya sejumlah keunggulan.
Salah satunya, mobilitas yang fleksibel. Laboratorium ini juga punya tingkat keamanan maksimal sehingga diyakini tidak akan menimbulkan bahaya, baik bagi petugas maupun masyarakat, di sekitarnya.
Laboratorium bergerak BSL-3 menjadi inovasi kedua Bio Farma dalam menanggulangi Covid-19. Sebelumnya, telah diluncurkan real time PCR, akhir Mei 2020. Kolaborasi PT Bio Farma dan Unpad ini diharapkan menopang pemeriksaan PCR di Jabar yang penduduknya mencapai 50 juta jiwa, terbesar di Indonesia.
Penyediaan laboratorium canggih itu salah satu bagian dari ragam inovasi yang ada di Jabar. Bisa dibilang, Jabar menjadi rumah inovasi yang dilakukan pemerintah daerah, pusat, dan swasta.
Penyediaan laboratorium canggih itu salah satu bagian dari ragam inovasi yang ada di Jabar. Bisa dibilang, Jabar menjadi rumah inovasi yang dilakukan pemerintah daerah, pusat, dan swasta.
Simak kolaborasi PT Dirgantara Indonesia bersama Institut Teknologi Bandung yang membuat ventilator portabel bernama Vent-I (Ventilator Indonesia) untuk membantu pernapasan pasien. PT Pindad juga membuat Ventilator Convent-20 yang dirancang memberi tambahan oksigen bagi pasien gagal napas.
”Produk impor seharga Rp 500 juta-Rp 700 juta, buatan dalam negeri sekitar Rp 20 juta. Tidak mewah, tetapi fungsinya memadai,” ujar Kamil.
Swasta pun tak ingin ketinggalan. Setelah PT Multi One Plus di Kabupaten Bogor memproduksi ribuan masker bedah dan baju hazmat, ada PT Asia Rekacipta Manufaktur di Bandung membuat HooHaa Bridge Ventilator (HooHaa).
Teranyar adalah uji klinis vaksin Covid-19 milik Sinovac, China, yang dilakukan Universitas Padjadjaran dan Bio Farma di Bandung. Jika uji klinis sukses dilakukan pada 1.650 orang, Bio Farma akan memproduksi vaksin kuartal I-2021.
”Bio Farma sudah siap dengan kapasitas produksi vaksin Covid-19 sebanyak 100 juta dosis per tahun. Kami menyiapkan fasilitas tambahan 150 juta dosis per tahun. Akan selesai Desember 2020,” ujar Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir.
Baca juga: Calon Sukarelawan Vaksin Covid-19 Melebihi Kuota
Selain teknologi, pendekatan humanis juga dilakukan. Salah satunya lewat pembatasan sosial berskala mikro (PSBM) yang dijalankan di Desa Tanimulya, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat. Aktivitas warga di RT 001 RW 003 di desa tersebut dibatasi setelah terdapat kasus positif Covid-19.
Penerapan PSBM membutuhkan solidaritas sosial. Komitmen bersama untuk membatasi aktivitas dan disiplin menjalankan protokol kesehatan, seperti menggunakan masker, rajin mencuci tangan, dan tidak berkerumun. Lebih dari 200 warga mengikuti tes usap. Mereka membatasi aktivitas di luar rumah sembari menunggu hasil tes.
Penerapan PSBM membutuhkan solidaritas sosial. Komitmen bersama untuk membatasi aktivitas dan disiplin menjalankan protokol kesehatan, seperti menggunakan masker, rajin mencuci tangan, dan tidak berkerumun.
Sejumlah warga berperan menjadi sukarelawan untuk membagikan makanan setiap hari. Makanan itu bersumber dari dari dana pemerintah provinsi dan kabupaten. Sambil membagikan makanan, sukarelawan juga mengukur suhu tubuh dan menanyakan keluhan gejala penyakit warga. Mereka mencatatnya sebagai data pemantauan kondisi kesehatan warga.
PSBM di Desa Tanimulya berlangsung selama empat hari. Hasil tes sekitar 200 warga yang mengikuti tes usap negatif. Sementara warga yang positif Covid-19 dinyatakan negatif setelah dirawat selama dua pekan. PSBM juga diterapkan di sejumlah desa lainnya yang tersebar di beberapa daerah, di antaranya Kabupaten Bandung, Subang, Kota Bogor, Tasikmalaya, Cimahi, dan Sukabumi.
Solidaritas yang lahir dari inisiatif warga juga muncul dari gang kecil di kompleks perumahan di Cipageran, Kota Cimahi. Warga bahu-membahu menolong seorang warga yang menjalani isolasi mandiri karena positif terjangkit Covid-19.
Baca juga: Solidaritas Kemanusiaan Menembus Perbedaan
Warga urunan menyediakan makanan untuk M (45), warga yang terinfeksi virus korona baru. Warga memasak makanan dan diantar setiap pagi ke rumah M yang tinggal bersama empat anggota keluarganya.
Solidaritas kemanusiaan di Cipageran menembus batas-batas perbedaan. M merupakan umat Kristen yang tinggal di lingkungan yang mayoritas Muslim.
Warga membantu secara sukarela. Mulai dari berdonasi uang hingga menyumbang bahan makanan. Mereka berkomitmen membantu M dan keluarganya selama menjalani isolasi mandiri.
Warga membantu secara sukarela. Mulai dari berdonasi uang hingga menyumbang bahan makanan. Mereka berkomitmen membantu M dan keluarganya selama menjalani isolasi mandiri.
Epidemiolog Unpad Dwi Agustian menyebutkan, selain pembatasan sosial, dibutuhkan juga peningkatan deteksi dan respons dini agar pencegahan penularan Covid-19 lebih efektif. Hal ini sebagai fungsi penyelidikan epidemiologi di kabupaten/kota atau bahkan di fasilitas kesehatan primer, seperti puskesmas dan klinik, untuk menyentuh populasi yang rentan.
Kamil berharap semua berjalan lancar. Dia mengatakan, semua inovasi, terutama vaksin, di Jabar merupakan upaya menggerakkan industrinya dan memastikan semuanya fokus pada penanganan Covid-19 sehingga semua masyarakat bisa beraktivitas normal kembali.
Baca juga: Teknologi Sterilisasi Ruangan Tanpa Residu Berbahaya Tekan Covid-19
Kluster industri
Kembali normal memang menjadi harapan semua orang. Pandemi memukul telak perekonomian Jabar hingga minus 5,98 persen atau lebih tinggi ketimbang nasional 5,32 persen. Selagi menunggu vaksin, Kamil mengklaim membentuk Satgas Pemulihan Ekonomi Jawa Barat dengan tiga rencana aksi, yakni penyelamatan, pemulihan, dan penormalan. Naik turunnya perekonomian di Jabar bakal sangat menentukan denyut nadi Republik ini.
”Fokus penyelamatan adalah tenaga kerja di berbagai sektor usaha dan menghidupkan UMKM. Tahap pemulihan pada penyerapan tenaga kerja, membuka bidang bisnis, investasi, dan membuka industri besar. Sedangkan penormalan fokus pada kelanjutan program pemulihan dan sektor ekonomi lainnya,” katanya.
Fokus penyelamatan adalah tenaga kerja di berbagai sektor usaha dan menghidupkan UMKM. Tahap pemulihan pada penyerapan tenaga kerja, membuka bidang bisnis, investasi, dan membuka industri besar.
Kamil menegaskan, UMKM bakal menjadi perhatian penting. Keberadaannya bisa menjadi tulang punggung kebangkitan ekonomi. Di Jabar, ada 4.545.874 pelaku UMKM yang memiliki potensi penyerapan pekerja tinggi. Ke depan, untuk pengembangan UMKM tahun 2021 dialokasikan Rp 163,6 miliar, termasuk untuk 500 wirausaha baru, pengembangan 492 koperasi, serta UMKM berbasis digital hingga 3.500 orang.
Akan tetapi, rencana itu bisa jadi tidak akan berjalan mulus. Dunia industri justru menjadi kluster baru. Di Karawang, misalnya, penambahan pasien dalam lima hari terakhir ini sebanyak 45 orang, hingga Kamis (27/8/2020). Sebanyak 34 orang di antaranya berasal dari kluster kawasan industri. Sampai Kamis pukul 15.00, total kasus di Karawang mencapai 216 orang positif Covid-19. Ada 72 orang dirawat, 136 orang sembuh, dan 8 orang meninggal.
Kasus Covid-19 dari kawasan industri Karawang sudah terjadi sebanyak tiga kali. Pertengahan Agustus 2020, ada 15 orang positif Covid-19 dari perusahaan manufaktur. Sebelumnya, ada empat orang dari industri yang berbeda pada akhir Juli. Tim gugus tugas menutup perusahaan tersebut sementara waktu guna memutus rantai penyebaran.
Pada Juni-Juli 2020, penyebaran kluster industri juga terjadi di Bekasi, daerah yang berbatasan langsung dengan Karawang. Saat itu, puluhan karyawan tertular Covid-19. Sebagian besar tidak menunjukkan gejala (OTG). Penularan cepat terjadi karena beberapa karyawan tinggal pada kawasan indekos yang sama di Karawang.
Baca juga: Kejujuran Pelaku Industri Dibutuhkan untuk Tekan Penularan dan Muluskan Pemulihan Ekonomi
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Karawang Ahmad Suroto mengatakan, penularan cepat meluas karena sebagian karyawan tinggal atau berinteraksi dengan sesama rekan kerja yang mungkin bekerja lintas wilayah. Beberapa tinggal di perumahan atau indekos yang sama.
Menurut Suroto, belum ditemukan kasus baru di kawasan industri lain, bukan berarti nihil penyebaran. Hal ini disebabkan pemeriksaan kesehatan terkait Covid-19 di kawasan industri masih minim, yakni belum mencapai 10 persen. Saat ini, jumlah industri yang mengajukan izin beroperasi selama pandemi ada sekitar 480 dari total 954 industri yang ada di Karawang.
Menurut Suroto, belum ditemukan kasus baru di kawasan industri lain, bukan berarti nihil penyebaran. Hal ini disebabkan pemeriksaan kesehatan terkait Covid-19 di kawasan industri masih minim, yakni belum mencapai 10 persen.
Di sisi lain, keterbatasan anggaran yang dimiliki pihak industri menjadi kendala belum dilaksanakannya tes mandiri. Sebagian industri, kata Suroto, mengeluhkan harga alat tes yang cukup mahal. Apalagi, selama pandemi, mereka juga terdampak dalam produksi dan menurunnya permintaan.
Meski begitu, tidak boleh menunggu ada yang tertular Covid-19, kemudian baru tes massal. Jika nanti ditemukan kasus Covid-19 dan harus ditutup,” kata Suroto.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar mencatat, 1.970 perusahaan terdampak Covid-19. Akibatnya, 976 perusahaan merumahkan 80.067 pekerja dan 454 perusahaan lainnya memutus hubungan kerja 18.966 karyawannya. Mayoritas industri itu bergerak pada sektor garmen dan otomotif.
Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia Jawa Barat Deddy Wijaya saat dihubungi awal Juli 2020 mengusulkan agar keputusan tes usap tenggorokan mandiri hanya dilakukan pada zona merah dan kuning. Harapannya, pengaturan ini tidak akan membebani industri lain yang berada di zona aman.
Pihaknya mengatakan, kesulitan mencari alat tes dalam jumlah besar di pasaran. Deddy berharap Pemprov Jabar supaya menyiapkan alat PCR dengan harga terjangkau. Menurut dia, pandemi telah memukul perekonomian sejumlah industri, tidak semua perusahaan memiliki anggaran untuk pembelian alat.
Bagi perusahaan lain yang tidak mampu menggelar tes usap akibat keuangannya terdampak Covid-19, Deddy merekomendasikan pembiayaan tes bisa dilakukan bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Alternatif lain, subsidi dari pemerintah atau iuran bersama antara pengusaha dan pemerintah.
Baca juga: Demi UMKM, Pejabat Pun Jadi ”Sales”
Pengamat ekonomi dari Universitas Pasundan Bandung, Acuviarta Kartabi, mengatakan, upaya pemerintah menangani Covid-19 terkesan tanggung. Salah satunya terlihat dari ketidakmampuan pemerintah memenuhi jaring pengaman sosial dan stimulus usaha. Padahal, keduanya diharapkan banyak kalangan untuk kembali melenting.
Akan tetapi, pembukaan aktivitas ekonomi tidak boleh sepenuhnya diserahkan atas keinginan pelaku usaha demi menggerakkan roda ekonomi saja. Sebab, tanpa pengawasan ketat, industri justru berisiko menjadi tempat penyebaran.
”Nyawa manusia itu tidak bisa digantikan dengan rupiah,” ucapnya.
Nyawa manusia itu tidak bisa digantikan dengan rupiah.
Acuviarta menilai kasus positif Covid-19 dari kluster industri Bekasi dan Karawang terjadi karena kelalaian dari pengelola industri. Sanksi tegas berupa denda berlaku juga bagi pelaku usaha yang mengabaikan komitmen untuk menjaga keamanan dan keselamatan karyawannya.
”Upaya pemerintah membuka ekonomi tidak boleh diasumsikan oleh pelaku usaha dengan melonggarkan protokol krisis. Tidak akan ada pemulihan ekonomi dalam jangka menengah jika protokol krisisnya dan keselamatan tidak dioptimalkan,” kata Acuviarta.
Baca juga: Libur Panjang, Okupansi Hotel di Jabar Turun
Pengelola industri sebaiknya mengalokasikan dana di awal untuk tes cepat mandiri bagi karyawan. Modal besar yang dikeluarkan ini menjadi bagian dari upaya menjaga kesehatan karyawannya agar tidak tertular Covid-19. Potensi kerugian bisa lebih besar apabila ditemukan kasus Covid-19 di sektor tersebut dan ditutup minimal 14 hari. Pemerintah juga turut andil dengan memberikan subsidi pemeriksaan Covid-19 pada industri.
Pemulihan ekonomi saat pandemi sebaiknya dilakukan dengan memilih sektor pokok yang bisa bergulir lebih dulu di tengah dinamika perkembangan Covid-19, misalnya sektor pertanian yang relatif baik pertumbuhannya.
Menurut Acuviarta, pemulihan ekonomi saat pandemi sebaiknya dilakukan dengan memilih sektor pokok yang bisa bergulir lebih dulu di tengah dinamika perkembangan Covid-19, misalnya sektor pertanian yang relatif baik pertumbuhannya. ”Pemulihan ekonomi akan lebih panjang apabila tidak menerapkan protokol mititgasi di sektor usaha maupun,” ujarnya.
Perang melawan Covid-19 masih panjang. Vaksin bisa jadi kado indah di awal tahun depan. Namun, sepanjang itu belum terjadi, mengabaikan protokol kesehatan tak hanya bakal merugikan diri sendiri tapi menghancurkan provinsi bahkan negara ini.
Baca juga: Menanti Ujung Jalan Panjang Jawa Barat Redam Penularan Covid-19