Tes massal dengan metode reaksi berantai polimerase atau PCR mendesak dilakukan di Batam. Namun, keterbatasan biaya, alat, dan tenaga disebut masih menjadi kendala utama.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Sekitar 80 persen pasien positif Covid-19 di Batam, Kepulauan Riau, merupakan orang-orang tanpa gejala atau asimtomatik. Seyogianya, tes massal dengan metode reaksi berantai polimerase atau PCR mendesak dilakukan. Namun, keterbatasan biaya, alat, dan tenaga disebut masih menjadi kendala utama.
Wakil Wali Kota Batam Amsakar Achmad, Rabu (2/9/2020), mengatakan, tidak akan melakukan tes PCR massal karena bisa menghabiskan biaya sangat besar. Gugus tugas lebih memilih untuk memaksimalkan pelacakan kontak dan memperketat pelaksanaan protokol kesehatan yang kini diatur lewat Peraturan Wali Kota Batam No 49/2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum.
”Bagi masyarakat mampu, tidak ada salahnya melakukan tes PCR mandiri di rumah sakit yang satu kali tes biayanya Rp 1,8 juta. Tes (PCR) massal bagi penduduk Batam yang jumlahnya 1,3 juta jiwa akan luar biasa besar biayanya,” kata Amsakar.
Sebelumnya, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kepri dr Rusdani mendesak Pemkot Batam segera membuka pelayanan tes PCR massal agar pengidap Covid-19 tanpa gejala bisa dideteksi sejak awal. Sedikitnya 80 tenaga kesehatan dan pekerja di enam puskesmas dan dua rumah sakit terpapar Covid-19. Diduga kuat, sebagian besar tertular saat menangani pasien asimtomatik.
”Misalnya pasien mengeluh perutnya sakit, tetapi ternyata ia adalah orang yang mengidap Covid-19 tanpa menunjukkan gejala. Ini, kan, sangat rawan membuat tenaga kesehatan tertular virus itu karena mereka tidak menggunakan APD selengkap tenaga kesehatan lain yang memang khusus menangani pasien Covid-19 di ruang isolasi,” kata Rusdani, Selasa (1/9/2020).
Selain tenaga kesehatan di puskesmas dan rumah sakit, terdapat juga satu pegawai di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) yang terinfeksi SARS-CoV-2. Merebaknya Covid-19 di lingkungan BTKLPP adalah sinyal bahaya mengingat lembaga itu merupakan satu-satunya tempat yang mengantongi sertifikasi Kementerian Kesehatan untuk melakukan tes PCR terhadap sampel usap pasien dari semua kabupaten/kota di Kepri.
”Pegawai kami yang dinyatakan positif adalah Y (44). Ia bukan analis yang bekerja menguji sampel pasien Covid-19. Saat ini, aktivitas di laboratorium masih normal karena tidak ada pegawai lain yang tertular,” kata Kepala BTKLPP Kelas I Batam Budi Santosa.
Ia menuturkan, BTKLPP masih mengandalkan dua real time PCR Bio-Rad CFX-9 sumbangan dari Singapura yang diberikan pada pertengahan April lalu. Kapasitas maksimal dua alat itu adalah 186 sampel per hari. Analis yang bertugas menguji sampel jumlahnya 15 orang. Padahal, minimal dibutuhkan 22 analis agar pemeriksaan sampel bisa selesai dalam sehari.
Seminggu belakangan, jumlah sampel yang dikirim ke BTKLPP melonjak hingga 500 spesimen per hari. Sekali beroperasi, dua alat PCR itu butuh tujuh jam untuk menguji 186 sampel. Jika sampel yang harus diperiksa lebih dari jumlah itu, alat itu perlu dioperasikan berulang kali. Akibatnya, tujuh hari dalam seminggu, para analis harus lembur hingga pukul 22.00.
Tujuh hari dalam seminggu, para analis harus lembur hingga pukul 22.00.
Untuk mengatasi beban kerja yang berlebih, Budi telah mengajukan penambahan satu alat PCR dengan tipe yang sama kepada Kementerian Kesehatan. Namun, alat senilai Rp 1,5 miliar itu diperkirakan baru akan tiba di Batam pada November 2020.
Ketua Komisi IV DPRD Batam Ides Madri mengatakan, kendala utama yang menghambat gugus tugas untuk melakukan tes PCR massal sebenarnya bukan soal anggaran, melainkan alat itu kini memang sangat susah untuk dipesan. Anggaran penanganan Covid-19 untuk bidang kesehatan di Batam sudah disediakan Rp 65 miliar.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Batam mencatat, sepanjang Agustus, pasien positif bertambah 422 orang. Hingga 1 September, kasus positif di kota itu mencapai 738 pasien. Sebanyak 406 pasien sembuh, 309 masih dirawat, dan 31 meninggal.
”Sejumlah instalasi gawat darurat dan puskesmas tutup karena tenaga kesehatan terpapar Covid-19. Sekarang, semua orang harus bangun kesadaran untuk mematuhi protokol kesehatan agar penularan tidak semakin meluas,” ujar Amsakar.