Surabaya Evaluasi Keamanan Bangunan dan Tempat Usaha
Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, akan mengevaluasi keamanan bangunan tempat tinggal dan usaha, terutama yang rawan kebakaran, untuk melindungi dan mendidik warga agar terhindar dari dampak fatal kebakaran.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·5 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, bakal mengevaluasi keamanan bangunan tempat tinggal dan usaha, terutama yang rawan kebakaran. Penilaian diperlukan untuk melindungi dan mendidik warga agar terhindar dari dampak fatal bencana kebakaran.
Menurut Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Senin (31/8/2020), evaluasi keamanan bangunan penting setelah beberapa kali peristiwa kebakaran rumah dan toko yang menewaskan penghuni terjadi di Surabaya. Peristiwa teranyar, kebakaran toko elektronik UD Sumber Jaya di Jalan Kranggan Nomor 21 pada Minggu (30/8/2020) sekitar pukul 08.00 yang menewaskan lima penghuni dalam satu keluarga.
Bersamaan dengan penyelidikan kasus oleh Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya dan Kepolisian Daerah Jawa Timur, lanjut Risma, aparatur pemerintah dan ahli bangunan diminta untuk mengevaluasi keamanan bangunan. Kebakaran semakin mengancam seiring musim kemarau yang sedang berlangsung. Ancaman bisa diantisipasi dengan sistem keamanan mandiri yang baik.
Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kota Surabaya Dedik Irianto mengatakan, kebakaran UD Sumber Jaya itu dilaporkan oleh seorang warga dan diterima menjelang pukul 08.00. Lima menit kemudian, tim pemadaman sudah berada di lokasi kejadian yang merupakan rumah lama dan dijadikan tempat usaha penjualan barang elektronik.
Menurut Dedik, saat tim tiba di lokasi, asap dari toko itu sudah amat tebal. Tim tidak bisa segera masuk karena pintunya memiliki sistem keamanan ganda dan terkunci dari dalam. Pintu itu jenis harmonika yang dibuka tutup dengan didorong kuat dari tengah dan dari sisi kanan. Oleh karena terkunci dari dalam dan sulit dijebol, tim terpaksa lewat toko sebelah dan menjebol dindingnya untuk masuk ke lokasi kebakaran.
”Kami menjebol toko di sebelah kanan (lokasi kebakaran) untuk mengurangi ketebalan asap sekaligus mencari titik api guna mempercepat pemadaman,” ujar Dedik.
Ia melanjutkan, ketika tim sudah berhasil masuk, mereka segera menyisir hingga ke lantai dua untuk mencari korban. Namun, asap yang masih tebal menghalangi pandangan tim sehingga tidak ditemukan sosok apa pun.
Oleh sebab itu, tim fokus mempercepat pemadaman dan pembasahan bangunan yang terdiri atas dua lantai tersebut. Setelah api padam dan asap mulai hilang, tim menemukan satu jenazah tertindih sepeda motor. Setelah pencarian saksama lagi, tim menemukan empat korban lainnya.
”Kami mohon maaf dan mengucapkan belasungkawa atas kematian para korban,” kata Dedik.
Kebakaran UD Sumber Jaya itu merupakan peristiwa ke-17 pada bangunan sekaligus kasus ke-79 sepanjang Agustus tahun ini. Angka kebakaran bangunan dan kasus pada bulan ini sudah melampaui catatan bulan lalu atau Juli sebanyak 16 bangunan terbakar dengan total 60 kasus kebakaran. Baru pada Agustus ini kebakaran sampai menimbulkan lima orang tewas dan satu orang terluka. Pada bulan-bulan sebelumnya, korban warga belum ada.
Dedik memaparkan, dari 79 kasus kebakaran pada bulan ini, penyebab terbanyak akibat sumber api terbuka, seperti korek, kompor, lilin, obat nyamuk, dan minyak, yakni 29 kasus. Sebanyak 12 kasus kebakaran terkait dengan panel listrik atau korsleting. Sementara 38 kasus kebakaran lain dalam penyelidikan tim polisi.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Surabaya Ajun Komisaris Besar Sudamiran mengatakan, polisi telah mengolah tempat kejadian perkara kebakaran UD Sumber Jaya. Tim Laboratorium Forensik dan Indonesian Automatic Finger Print Identification System (Inafis ) juga telah mengambil berbagai data dan identifikasi terhadap kelima korban. ”Kami, sementara ini, telah memeriksa lima orang sebagai saksi,” ujar Sudamiran.
Saksi yang diperiksa untuk mendukung penyelidikan adalah pemilik toko di sisi kanan dan kiri UD Sumber Jaya, pelapor peristiwa atau saksi mata, dan keluarga korban. Penyidik belum menyimpulkan penyebab kebakaran. Namun, dampak kebakaran yang minim atau tidak berimbas ke kiri dan kanan bangunan serta bagian belakang yang merupakan kompleks Pasar Blauran Baru mengindikasikan bahwa sumber kebakaran berasal dari dalam UD Sumber Jaya.
Menurut visum et repertum oleh tim dokter RSUD Dr Soetomo, Surabaya, jenazah korban utuh, tetapi menderita luka bakar. Kematian para korban karena terjebak dalam kepulan asap amat tebal sehingga mengganggu pernapasan dan berdampak fatal atau mematikan.
Catatan Kompas, kebakaran fatal di Surabaya pernah terjadi pada Selasa (29/5/2018) di pemondokan di Jalan Kebalen Kulon II Nomor 9, Krembangan Utara. Dalam peristiwa itu, delapan penghuni pemondokan di lantai dua tewas terpanggang dan seorang luka berat karena menyelamatkan diri dengan meloncat lewat satu-satunya jendela di lantai dua.
Kondisi bangunan itu amat minim ventilasi sehingga penghuni terutama di lantai dua kesulitan menyelamatkan diri. Kebakaran tidak berimbas ke bangunan di kiri dan kanan meski berada dalam kawasan hunian padat.
Guru Besar Sosiologi Universitas Airlangga, Surabaya, Bagong Suyanto mengatakan, dari sudut pandang sosiologis, peristiwa kebakaran di UD Sumber Jaya mengindikasikan ada perasaan dilematis atau angguk geleng dalam kalangan masyarakat. Sebab, pemilik bangunan menerapkan pengamanan yang sangat maksimal terhadap lokasi usahanya. Hal ini yang akhirnya membuat pemadam kebakaran kesulitan masuk bangunan.
Hal ini, menurut Bagong, bisa jadi karena lokasi bangunan berada di dalam kawasan perekonomian. Selain itu, bisa saja komoditas di dalamnya bernilai ekonomi tinggi. Lokasi toko berada di tepi jalan besar dan trotoar sehingga amat mudah dijangkau oleh orang lain.
”Situasi ini mendorong kalangan pemilik usaha dihadapkan pada dilema dan memilih memperkuat keamanan bangunan daripada keselamatan diri dari ancaman, misalnya, kebakaran,” kata Bagong.
Pandangan seperti itu, lanjut Bagong, tidak bisa dinilai keliru dan amat terkait dengan situasi perkotaan. Di Surabaya dan perkotaan pada umumnya, masalah keamanan menjadi sesuatu yang amat mahal. Warga kota cenderung takut daripada berani.
”Keamanan adalah hiper-realitas. Risiko seperti ancaman kebakaran agak diabaikan karena dianggap tidak terjadi setiap saat dibandingkan dengan ancaman kebobolan atau pencurian,” kata Bagong.