Rencana Transmigrasi dalam ”Food Estate” di Kalteng Ditentang Warga Lokal
Rencana pemerintah mendatangkan 20.000 transmigran ke Kalteng untuk memenuhi tenaga kerja program ”food estate” ditentang kelompok masyarakat. Mereka khawatir warga lokal tersisih.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Presiden Joko Widodo memantau langsung lokasi program lumbung pangan nasional di Desa Bentuk Jaya, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, Kamis (9/7/2020).
PALANGKARAYA, KOMPAS — Aliansi Dayak Bersatu melakukan unjuk rasa di depan kantor Gubernur Kalimantan Tengah. Mereka menolak transmigrasi dalam program lumbung pangan nasional atau food estate di wilayah tersebut karena berpotensi menyisihkan warga lokal.
Pada Senin (31/8/2020) pagi, puluhan orang mengenakan pakaian adat Dayak berunjuk rasa dengan berorasi dan membawakan tarian adat. Mereka berjalan dari kantor DPRD Provinsi Kalteng hingga kantor Gubernur Kalteng, Kota Palangkaraya. Aksi itu dikawal oleh aparat keamanan.
Selain berorasi mereka juga melakukan atraksi menggunakan mandauatau parang khas Dayak. Mereka kemudian ditemui oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalteng Rivianus Syahril Tarigan karena Gubernur Kalteng Sugianto Sabran sedang berada di luar kota.
Atraksi tarian mandau di depan kantor Guberrnur Kalteng, Kota Palangkaraya, pada Senin (31/8/2020). Atraksi itu dilakukan di sela-sela aksi penolakan program transmigrasi pada proyek food estate.
Dalam orasinya, Juru Bicara Aliansi Dayak Bersatu Ingkit Beny Sam Djaper mengungkapkan, rencana pemerintah menempatkan warga transmigrasi dari luar Provinsi Kalteng dinilai tidak berpihak kepada masyarakat lokal di Kalteng. Ia menilai rencana itu akan menyisihkan peran suku Dayak.
”Dalam program transmigrasi, pemerintah menyediakan berbagai fasilitas seperti listrik, tanah bersertifikat dengan luas 2,5 hektar, dan banyak lagi. Di satu sisi, ribuan masyarakat asli Kalteng belum menikmati fasilitas itu,” kata Ingkit.
Program transmigrasi yang sudah dilakukan tahun-tahun sebelumnya dinilai gagal karena banyak transmigran justru meninggalkan lahan yang sudah diberikan.
Aliansi Dayak Bersatu juga meminta pemerintah memberikan otonomi khusus pada Provinsi Kalteng, termasuk memberikan kewenangan dan pengelolaan terbatas. ”Sehingga alokasi anggaran pusat dan lembaga keuangan lainnya itu didasarkan pada kebutuhan atau kepentingan pembangunan daerah,” ungkap Ingkit.
Senada dengan Ingkit, Koordinator Aksi Yusup Roni mengungkapkan, program transmigrasi yang sudah dilakukan tahun-tahun sebelumnya dinilai gagal karena banyak transmigran justru meninggalkan lahan yang sudah diberikan. Lahan-lahan itu akhirnya menjadi terbengkalai dan tak terurus.
”Harus ada revitalisasi dan optimalisasi eks lahan transmigrasi yang gagal dan terbengkalai di Kalteng,” ungkap Yusup.
Para peserta aksi dari Aliansi Dayak Bersatu menolak program transmigrasi dalam proyek lumbung pangan nasional atau yang disebut food estate, Senin (31/8/2020).
Yusup mengatakan, penolakan program transmigrasi tersebut mulai gencar ketika pemerintah pusat membuat rencana mendatangkan setidaknya 20.000 transmigran di wilayah-wilayah yang diproyeksikan untuk program lumbung pangan (food estate). Padahal, menurut dia, masih ada sekitar 50.000 pengangguran di Kalteng yang butuh pekerjaan.
”Program food estate harus transparan, pemerintah juga harus mampu meyakinkan masyarakat di sini bahwa program ini mampu memberdayakan, menyejahterakan, dan meningkatkan sumber daya masyarakat Kalteng,” kata Yusup dalam pernyataan sikapnya.
Pemerintah daerah berupaya tetap memprioritaskan masyarakat Kalteng untuk terlibat dalam program tersebut.
Proyek lumbung pangan tersebut diklaim sudah berjalan selama lebih kurang sebulan terakhir dengan memanfaatkan lahan persawahan yang sudah ada maupun yang selama ini terbengkalai. Setidaknya 30.000 hektar lahan atau sama dengan setengah luas Provinsi DKI Jakarta disiapkan. Pemerintah pun mulai memperbaiki saluran irigasi atau kanal yang sudah puluhan tahun dibuat dan menjadi sumber banjir.
Lokasi yang dikelola berada di Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas. Rinciannya, 10.160 hektar berada di Pulang Pisau dan 20.000 hektar di Kapuas sehingga totalnya 30.160 hektar. Wilayah tersebut meliputi 13 kecamatan di dua kabupaten tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalteng Rivianus Syahril Tarigan mengungkapkan, sikap Aliansi Dayak Bersatu sejalan dengan keinginan dan rencana pemerintah daerah. Menurut dia, pemerintah daerah berupaya untuk tetap memprioritaskan masyarakat Kalteng untuk terlibat dalam program tersebut.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
Seorang anak yang ikut aksi di depan kantor Gubernur Kalteng mengenakan pakaian suku Dayak, Senin (31/8/2020).
Sebelumnya, saat ditemui Kompas, Syahril mengungkapkan, mekanisme program transmigrasi harus berdasarkan usulan dari daerah yang kemudian dikaji dan disepakati pemerintah pusat. Hingga kini, belum ada usulan transmigrasi dari pemerintah daerah di Kabupaten Pulang Pisau ataupun Kapuas sebagai lokasi program lumbung pangan.
”Kalau pemerintah pusat punya rencana yang katanya 20.000 transmigran itu, harus dilihat sebagai bentuk antisipasi. Yang jelas dari kami belum ada usulan,” kata Syahril.
Syahril mengungkapkan, program lumbung pangan nasional yang berjalan saat ini masih memanfaatkan lahan yang sudah ada sawahnya. ”Kalau tahun-tahun berikutnya kami tidak bisa pastikan karena butuh kajian untuk program transmigran,” ungkapnya.