Forum Wartawan NTT Mendesak Polda Hentikan Penyidikan Dua Wartawan
Puluhan wartawan yang bertugas di Kota Kupang yang tergabung dalam Forum Wartawan Nusa Tenggara Timur mendesak Kepala Polda Nusa Tenggara Timur menghentikan penyidikan terhadap dua wartawan yang sedang ditahan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Puluhan wartawan yang bertugas di Kota Kupang yang tergabung dalam Forum Wartawan Nusa Tenggara Timur mendesak Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur menghentikan penyidikan terhadap dua wartawan yang sedang ditahan di Polres Rote Ndao dan Polres Alor. Wartawan harus diproses sesuai UU Pers, bukan UU ITE atau KUHP.
Koordinator Aksi Damai Forum Wartawan Nusa Tenggara Timur (NTT) Joe Rihi Ga saat memimpin aksi damai di Depan Markas Kepolisian Daerah NTT di Kupang, Senin (31/8/2020), mengatakan, pejabat daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di NTT tidak menghormati hak-hak pekerja pers. Mereka terkesan arogan dan tidak mau melayani pers dalam tugas mereka sebagai pejabat publik.
”Hentikan proses hukum terhadap Pemimpin Redaksi Berita NTT.com Hendrik Geli yang sedang ditahan di Markas Polres Rote Ndao, dan Demas Mautuka Pemimpin Redaksi Tribuana Pos di Alor yang ditahan di Markas Polres Alor. Penangkapan dan penahanan itu memperlihatkan sikap arogansi dari penguasa daerah setempat,” kata Joe Rihi Ga.
Kalau pejabat daerah itu bekerja jujur, adil, transparan, dan bertanggung jawab terhadap dana masyarakat, atau memimpin masyarakat dengan hati nurani, dia tidak perlu takut. Penolakan terhadap wartawan patut dipertanyakan, ada apa dengan pejabat itu. (Fabi Latuan)
Hendrik Geli ditangkap dan ditahan polisi pada Selasa (13/8/2020) setelah ada laporan dari Bupati Rote Ndao terkait berita ditulis yang bersangkutan di Berita NTT.com tentang penyalahgunaan dana APBD tahun anggaran 2018/2019.
Demas Mautuka ditangkap dan ditahan pada Jumat (2/8/2020) setelah ada laporan dari pejabat daerah terkait berita tentang perselingkuhan pejabat itu dengan bawahan di instansi tersebut di Alor, dan dugaan korupsi pada salah satu organisasi perangkat di Alor.
Ia mengatakan, berita-berita itu telah sesuai standar atau kaidah jurnalistik, yakni memenuhi unsur cover both side, termasuk konfirmasi ke pejabat berwenang. Tugas insan pers mengawasi pembangunan yang diprioritaskan demi kepentingan masyarakat umum. Apa yang disuarakan media massa semata-mata demi kepentingan masyarakat.
Polisi yang menangkap dan menahan wartawan setelah mendapat laporan dari pejabat daerah setempat juga harus menggunakan UU Pers dalam menyidik kasus itu, tidak boleh menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam memproses hukum pekerja pers.
Alasannya, setiap pekerjaan menyangkut mengumpulkan informasi, memilah, mengkaji, melengkapi data, dan menulis untuk kepentingan umum atau kebaikan bersama harus masuk kategori pekerja pers. Jika kegiatan itu menyalahi aturan, tentu diproses dengan UU Pers.
”Penandatanganan nota kesepahaman bersama antara Kapolri dan Dewan Pers dan Kejaksaan Agung sebelumnya agar polisi dan jaksa selalu menggunakan UU Pers dalam menangani kasus terkait produk jurnalistik wartawan tidak berlaku di NTT. Ini masalah besar bagi pekerja pers di NTT. Ada diskriminasi karena tekanan penguasa dalam hal ini pemda setempat,” kata Joe.
Undang-Undang Pers
Tuntutan Forum Wartawan ialah Polda NTT tidak menggunakan UU ITE dan KUHP dalam mengusut kasus yang melibatkan pekerja pers, Polda NTT berlaku adil terhadap semua wartawan untuk akses secara bebas dan mudah dalam mendapatkan informasi. Wartawan bukan musuh pemda, tetapi sebagai mitra, saling mendukung dalam rangka membangun kesejahteraan masyarakat.
Ketua Komunitas Wartawan Peduli Pembangunan NTT Fabi Latuan mengatakan, UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Nomor 14 Tahun 2008 tidak dipahami para pejabat di NTT. Sebagai pejabat publik yang mengelola anggaran masyarakat, dan pengambil kebijakan di daerah, seharusnya mereka memahami UU KIP, bukan sebaliknya menolak, apalagi mengusir wartawan saat melakukan peliputan di kantor pemerintah.
Sikap menghindar dari wartawan dan menolak wartawan saat ditemui pertanda bahwa pengelolaan anggaran di lingkungan organisasi pemerintahan itu tidak transparan. Wartawan, dalam tugas peliputan, tetap berpegang pada etika pers sehingga pejabat tidak perlu takut terhadap wartawan.
”Kalau pejabat daerah itu bekerja jujur, adil, transparan, dan bertanggung jawab terhadap dana masyarakat, atau memimpin masyarakat dengan hati nurani, dia tidak perlu takut. Penolakan terhadap wartawan patut dipertanyakan, ada apa dengan pejabat itu,” kata Latuan.
Kabid Humas Polda NTT Kombes Jo Bangun mengatakan, setiap warga negara berhak menyampaikan laporan ke kantor polisi dan polisi wajib menerima laporan itu. Setelah itu, polisi akan menyelidiki laporan itu apakah masuk tindak pidana atau bukan.
”Terkait laporan rekan-rekan Forum Wartawan NTT, polisi akan selidiki, kemudian diuji di Dewan Pers, apakah berita itu masuk produk jurnalistik atau bukan. Intinya laporan diterima dan akan diselidiki,” kata Jo Bangun.
Wakil Bupati Lembata Tomas Ola Langoday mengatakan, pekerja pers itu mitra pemerintah, tidak boleh dipertentangkan. Masing-masing pihak saling menghargai dan menghormati tugas dan peran masing-masing.