Dukung Lumbung Pangan, Mentan Beri Alat Mesin Pertanian Senilai Rp 379 Miliar ke Kalteng
Kementerian Pertanian mengirim bantuan alat mesin pertanian ke Kalimantan Tengah senilai Rp 379 miliar. Sarana dan prasarana itu diberikan ke Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas untuk mendukung program lumbung pangan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Kementerian Pertanian mengirim bantuan alat mesin pertanian ke Kalimantan Tengah dengan total anggaran Rp 379 miliar. Sarana dan prasarana itu diberikan ke Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas untuk mendukung program lumbung pangan nasional.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo datang ke Desa Tahai Baru, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Senin (31/8/2020) sore. Ia didampingi Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng Fahrizal Fitri untuk melakukan penanaman bibit padi dan jeruk di desa tersebut.
Kedatangannya sekaligus memberikan bantuan bibit padi juga jeruk kepada beberapa kelompok tani. Ia juga membawa alat mesin pertanian, seperti 98 unit traktor roda empat, 150 unit traktor roda dua, dan 35 unit rice transplanter. Semuanya senilai Rp 379 miliar.
”Ketersediaan pangan untuk rakyat mutlak harus disiapkan pemerintah, maka Kementerian Pertanian yang didukung pemerintah daerah wajib bertanggung jawab menyediakan pangan rakyat,” kata Syahrul di sela-sela kegiatan penanaman bibit padi di Desa Tahai Baru.
Syahrul mengungkapkan, seluruh bantuan bibit dan alat mesin pertanian tersebut diberikan untuk mendukung pengembangan pertanian di Kalteng serta pengembangan program lumbung pangan atau food estate nasional.
Kalau di daerah lain itu sebagai tugas pokok, maka di Kalimantan adalah tugas prioritas. Kenapa begitu, karena wilayah ini sangat strategis dan punya potensi pertanian yang luar biasa.
Menurut Syahrul, peningkatan produksi pangan dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan rawa melalui program lumbung pangan nasional tersebut. Ia menilai Provinsi Kalteng memiliki potensi besar untuk pengembangan pusat pertanian sekaligus wilayah cadangan logistik yang strategis untuk ketahanan pangan dan pertahanan negara.
”Mari kita terus bekerja keras, kerja cermat, dan kerja cerdas. Semoga wabah pandemi Covid-19 ini dapat segera berakhir sehingga kita dapat melakukan aktivitas normal kembali dan perekonomian masyarakat dapat bergerak serta bangkit kembali,” kata Syahrul.
Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas menjadi dua wilayah yang siap untuk melaksanakan program itu. Terdapat 164.598 hektar lahan di dua kabupaten tersebut yang sudah disiapkan, dengan rincian 85.456 hektar lahan intensifikasi atau lahan yang sudah dikelola masyarakat dan 79.142 hektar merupakan lahan perluasan baru yang berupa kawasan terbengkalai yang belum dikelola masyarakat.
”Kalau di daerah lain itu sebagai tugas pokok, maka di Kalimantan adalah tugas prioritas. Kenapa begitu, karena wilayah ini sangat strategis dan punya potensi pertanian yang luar biasa,” kata Syahrul.
Wilayah yang digunakan itu merupakan bekas proyek Pengembangan Lahan Gambut tahun 1995. Wilayah tersebut sudah menjadi pusat kebakaran hutan dan lahan selama bertahun-tahun karena buruknya pengelolaan gambut.
Fahrizal Fitri mengungkapkan, pangan merupakan kebutuhan dasar untuk masyarakat, apalagi dengan terus bertambahnya penduduk. Program lumbung pangan diyakini mampu meningkatkan ketahanan pangan.
Sebelumnya, Fahrizal mengungkapkan, program lumbung pangan bakal dilaksanakan dengan mekanisme pertanian modern yang ia nilai akan menghindari kerusakan lingungan. Menurut dia, adanya program itu justru akan mengurangi kebakaran hutan dan lahan yang terus terjadi setiap tahun di Kalteng.
”Program ini tidak bertabrakan dengan restorasi gambut, nanti pasti ada sinkronisasi program. Misalnya dalam pembuatan saluran irigasi, nanti tetap akan disekat untuk tata kelola airnya,” kata Fahrizal.
Sebelumnya, 162 lembaga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menolak keberadaan program tersebut karena khawatir bencana kebakaran hutan dan lahan terulang. Direktur Walhi Kalteng Dimas Novian Hartono mengatakan, kegagalan tahun 1995 belum jadi pelajaran pemerintah saat ini dengan memaksakan program cetak sawah di lahan gambut terdegradasi.
”Yang dibutuhkan saat ini adalah diversifikasi pangan sesuai dengan kondisi wilayah dan kebutuhan daerah, disertai juga pengakuan atas pengelolaan lahan untuk petani dan peladang,” ungkap Dimas.
Dimas menambahkan, pemerintah pusat seharusnya mendorong pengembangan petani dan peladang kecil yang lahannya terancam tidak berkembang lantaran terbentur status kawasan hutan juga terancam investasi. Industri pangan tanpa adanya pengakuan terhadap petani di pelosok desa dinilai hanya menguntungkan investor semata.
”Bicara kedaulatan pangan tidak terlepas dari tugas pemerintah memberikan pengakuan atas hak para petani atau peladang akan wilayah kelolanya, termasuk masyarakat adat,” kata Dimas.